Terjadinya Konflik Kekerasan Komunal

0
1832

Satu tahun setelah reformasi 1998, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kekerasan komunal bernuansa agama dan etnis. Misalnya, konflik di Maluku pada kurun Januari 1999 hingga Januari 2003. Sekitar 5000 jiwa melayang, setengah juta orang terpaksa mengungsi, dan fasilitas-fasilitas publik rusak parah.

mei 1998

Meski dalam sekala berbeda, konflik dengan nuansa yang sama masih terasa hingga kini. Sekelompok masyarakat tertentu bisa merobohkan rumah ibadah kelompok lain, atau golongan tertentu berhasrat menyingkirkan golongan lain karena perbedaan identitas. Bagaiamana konflik kekerasan terjadi?

Dr Ichsan Malik dari Institute Titian Perdamaian berpendapat, konflik bisa dipicu karena adanya peristiwa seperti perebutan kekuasaan, sengketa ekonomi, atau kasus pembunuhan. Pemicu terlihat peristiwanya dan akibatnya.

“Tetapi ada faktor lain yang lebih mendasar, yaitu akar konflik. Akar konflik biasanya tidak terlihat di permukaan, bisa berupa ketidakadilan, diskriminasi, korupsi, dan lain-lain,” ujarnya dalam lokakarya antiterorisme di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (15/10), yang memaparkan materi melalui audio visual.

Dalam forum yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) itu, Ichsan menjelaskan bahwa konflik dengan cepat meluas ketika akselerator konflik berupa isu sentimen suku, agama, ras, dan identitas-identitas lain diembuskan.

Pengembusan isu dilakukan oleh provokator dengan sasaran warga yang masuk dalam kelompok rentan, yakni masyarakat yang semula tak bersinggungan dengan konflik lalu terlibat langsung akibat provokasi.

Saat konflik terlanjur meledak, maka kelompok fungsional berupa aparat pemerintah, tokoh agama, pemuka masyarakat, atau lannya bertanggung jawab memadamkan “kebakaran”. Bila mereka terlambat meredam “api-api” kecil, maka pengaruh provokator akan merembet terus ke kelompok-kelompok rentan lain sehingga onflik pun kian meluas.

Sumber : NU Online

Tinggalkan Balasan