Ketua Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Kabupaten Probolinggo Imam Nur Fajri menyebutkan tiga hal yang bisa membuat perbedaan dalam menentukan awal bulan Ramadhan maupun Idul Fitri. Setidaknya, adanya perbedaan sistem hisab yang dipakai, perbedaan kriteria penentuan awal bulan Qomariyah, dan perbedaanMathlaā.
āPerbedaan Mathlaā yaitu mathlaā alamInternasional global. Di manapun kita lihat hilal kita ikut. Mathlaā Regional (kedekatan wilayah). Misalnya Indonesia bertetangga dengan Malaysia. Kalau Malaysia sudah kelihatan hilal, maka Indonesia juga ikut mempertimbangkan, mathlaā nasional dan matlaā daerah,ā katanya, Ahad (8/11).
Menurut Imam, perbedaan sistem hisab baik urfi maupun hakiki. Di mana hisaf urfi merupakan sistem hisab yang didasarkan pada perjalanan rata-rata dari evolusi bulan dan bumi. āSedangkan sistem hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada perjalanan yang sebenarnya dalam revolusi bulan dan bumi,ā jelasnya.
Sedangkan kriteria penentuan awal bulan dilakukan berdasarkan wujudul hilal, imkanur rukyah,rukyatul hilal bil fiāli dan ijtimaā qoblal fajriā serta ijtima qobla dzukri. āKalau kriteria penentuan awal bulan standart menggunakan sistem hisab hakiki kotemporer, berpedoman pada ufuk marāi dan menggunakan kriteria mabims,ā terangnya.
Imam menerangkan, kriteria mabims adalah tinggi hilal minimum 2 derajat, elongasi dari matahari minimal 3 derajat atau umur bulan mulai saat ijtima atau mulai saat matahari dan bulan dalam satu bujur astronomis yang sama sampai dengan terbenam matahari minimal 8 jam.
āKami berharap mudah-mudahan masyarakat mampu mengambil ibrah agar jika terjadi perbedaan awal bulan Ramadhan tahun ini tidak akan terjadi gejolak dan hal-hal yang kurang kondusif di Kabupaten Probolinggo,ā harapnya.
Wallahu a’lam bis showab
Sumber : NU Online