Sekilas Tentang Abuya KH. Uci Turtusi

0
2039

Muslimedianews.com ~ Pondok Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah berdiri sejak tahun 1957 M. Didirikan oleh seorang ulama besar di wilayah Kabupaten Tangerang, bernama KH. Dimiyati (almarhum). Merupakan seorang ulama yang memiliki komitmen kuat dalam menjaga tradisi kepesantrenan yang saat ini juga dilanjutkan oleh putra beliau, KH. Uci Turtusi sejak sepeninggalnya di awal tahun 2001.

Pada saat Tim Tabloid Pondok Pesantren berkunjung ke komplek Pesantren Al-Istiqlaliyah, tidak ada kesan istimewa dari pesantren ini, sama halnya dengan kebanyakan pesantren di tempat lainnya. Menurut salah satu pengurus pesantren yang kami temui, KH. Tohari (beliau adalah salah satu putra KH. Dimiyati), pesantren slafiyah menjauhi popularitas.
Bahkan menurut beliau, “Kalau perlu nama pesantrennya juga nggak usah, yang penting pelaksanaan pengajaran ilmu-ilmu keislaman dijalankan sebaik-baiknya”, karena pesantren merupakan wadah penyebaran agama Islam bagi masyarakat, dan sekaligus panutan akan sikap keberagamaan bagi masyarakat sekitar. Menjaga tradisi keislaman dengan corak sikap tasawwuf yang kental adalah keunikan tersendiri di kalangan pesantren salafiyah.
Kampung Cilongok, Desa Sukamantri, Kecamatan Pasar Kemis, berdiri di atas lahan seluas ± 4,5 ha saat ini di lingkungan komplek pesantren terdapat tiga buah masjid dan satu buah lagi di luar lokasi pesantren. Cukup unik karena tidak seperti kebanyakan pesantren yang hanya memiliki satu masjid. Karena di pesantren ini pada tiap hari Ahad ba’da Shubuh selalu dilaksanakan majelis akbar bagi masyarakat luas yang langsung dipimpin oleh Abah Uci, begitu KH. Uci Turtusi akrab dipanggil.
Tradisi ini telah berlangsung lama sejak masa kepemimpinan KH. Dimiyati. Jumlah jamaah yang mengikuti pengajian inipun sangat banyak, tidak kurang dari 5.000 orang datang dari sekitar wilayah Tangerang, Banten, Bogor, Bekasi dan juga Jakarta. Pada majelis akbar tersebut, materi yang diberikan lebih mengarah kepada bimbingan kerohanian, etika keagamaan dan nasehat-nasehat yang menenangkan bagi masyarakat. Hal ini menjadi kebutuhan spiritual bagi masyarakat luas terutama di wilayah Tangerang.
Tidak hanya sekedar untuk mengaji, kehadiran masyarakat pada saat majelis akbar tersebut juga tidak lepas dari kebesaran sosok Abah Uci sebagai ulama kharismatik yang dikenal memiliki kedalaman ilmu agama dan keberkahan sebagai seorang ulama. Tidak jarang seusai pengajian para tamu yang hadir meminta keberkahan untuk didoakan dan menyampaikan persoalan-persoalan mereka untuk diberi bimbingan dan jalan keluar oleh Abah Uci.
Berada di tengah-tengah masyarakat modern dengan lanscape kota industri, tidak menggoyahkan prinsip pesantren ini dalam menjaga tradisi salafiyah. Kesan tradisional Pesantren Al-Istiqlaliyah tampak jelas dalam manajerial pondok yang masih mempertahankan sistem kekeluargaan. Pengelolaan pesantren dilakukan oleh keluarga besar almarhum KH. Dimiyati dengan amanah kepemimpinan yang dipegang langsung oleh Abah Uci (dibantu juga oleh keluarga).
Tak ada sistem penerimaan santri, dalam artian penerimaan santri terbuka untuk semua kalangan usia dari mulai anak-anak hingga dewasa. Administrasipun tidak dibebankan kepada para santri yang menuntut ilmu di pesantren ini, mereka hanya diminta iuran listrik Rp. 5.000,- per-bulan. Sementara dalam pembalajaranpun tidak ada penjenjangan, para santri dibebaskan untuk mengikuti pengajian kitab-kitab kuning yang diajarkan oleh kiai dan asatidz di pesantren ini.
Sarana dan kegiatan santri saat ini, dengan jumlah ± 400 santri, Pesantren Al-Istiqlaliyah secara mandiri telah membangun sarana dan prasarana penunjang bagi keberlangsungan pendidikan di pesantren. Asrama santri dalam bentuk kobong-kobong dan dikepalai oleh seorang lurah pada setiap lokalnya telah banyak didirikan memenuhi areal komplek pesantren, serta aula untuk pelaksanaan pengajian harian yang dilaksanakan ba’da Shubuh dan ba’da Ashar hingga larut malam.
Untuk keperluan memasak disediakan dapur umum di masing-masing lokal asrama santri. Seperti pada pesantren-pesantren kebanyakan, kegiatan bagi santri di Pesantren Al-Istiqlaliyah juga dimulai sejak Shubuh dengan shalat berjamaah. Sehabis jamaah Shubuh dilanjutkan dengan pengajian kitab kuning di majelis hingga menjelang pukul 07.00 WIB. Selanjutnya para santri memasak untuk sarapan pagi.
Pada pukul 08.00, kegiatan pengajian dilanjutkan sampai pukul 10.00. Setelah itu, santri diberikan waktu untuk beristirahat di kobong dan pekarangan pesantren. Pada pukul 14.00 pengajian dilanjutkan kembali sampai masuk waktu Ashar dan berjamaah.
Setelah Ashar pengajian disambung kembali sampai pukul 17.30. Setelah Maghrib, giliran pengajian al-Quran dilaksanakan. Kemudian setelah Isya, para santri belajar kembali selama 90 menit sebelum kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat. Kegiatan mereka begitu padat dan berlangsung secara terus-menerus selama satu minggu, kecuali pada hari Ahad pagi, karena waktunya digunakan untuk pelaksanaan majelis akbar yang diikuti oleh masyarakat luas.
Kurikulum pendidikan yang ada di pesantren salafiyah ini tidak mengikat dan bukan dalam bentuk materi pelajaran, melainkan didasarkan pada kajian kitab kuning (kutub at-turats) serta dalam berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu bahasa (nahwu-sharaf), fiqh, akhlaq, tasawuf, tafsir, hadits dan ulumul Qur’an dengan kitab seperti Shahih Muslim, Jam’ul Jawami’, Jauharul Maknun, Fathul Mu’in, Kifayatul Akhyar, Alfiyah, Tafsir Jalalain, dan lain sebagainya, semuanya disampaikan dalam metode pengajaran sorogan.
Hingga saat ini, di tengah arus perubahan masyarakat sebagai dampak modernisasi dan globalisasi, keberadaan Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyah di tengah masyarakat semakin kuat pengaruhnya. Hal ini bisa terjadi karena konsistensi yang diterapkan para pengelola pesantren untuk tetap berada pada jalur pelayanan bimbingan keagamaan bagi masyarakat tanpa berkecimpung pada hingar-bingar dunia politik yang semu.
Dengan demikian, bermodalkan kemandirian dan keikhlasan dalam menjalankan fungsi pencerahannya, Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyah bisa terus berkiprah sebagai benteng moralitas masyarakat dari pengaruh modernisasi dan globalisasi.
Bagi masyarakat Tangerang dan sekitarnya, keberadaan Pondok Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pesantren Cilongok sudah tidak asing lagi. Setiap hari Ahad pagi, ribuan orang dari berbagai wilayah Tangerang dan sekitarnya memadati komplek pesantren untuk mendengarkan siraman rohani dan pengajian kitab yang disampaikan oleh pimpinan pesantren, Abah Uci.
Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan antusiasme masyarakat semakin hari semakin besar untuk menghadiri kegiatan majelis ini, disamping pada saat pelaksanaan hari-hari besar Islam juga demikian. Kegiatan ini selain diisi dengan siraman rohani dan ceramah keagamaan juga menjadi semacam wadah silaturrahmi antar masyarakat dari berbagai kalangan di wilayah Tangerang dan sekitarnya.
Peran pesantren dalam memberikan pembinaan mental spiritual sangat terlihat dalam hal ini, dan inilah yang dipertahankan oleh kalangan pesantren salafiyah, sebagai komunitas keagamaan yang menjadi panutan masyarakat yang bersih dari unsur kepentingan politik kelompok ataupun kekuasaan. (Smber: fp Ikatan Santri Indonesia).

Tinggalkan Balasan