Haddad Alwi merupakan salah seorang yang dituduh syi’ah oleh kalangan Wahhabi, khususnya karena melantunkan lagu Ya Thaybah dengan hanya menyebut Sayyidina Ali dan kedua putranya Hasan Husain.
Tuduhan itu dibantah oleh Haddad Alwi, sebagaimana dikemukakan oleh alumni pesantren Darussalam Blokagung Ust. Nasrudin, dilansir oleh dalam situs Datdut.
Semua tuduhan sebagai syi’ah atas Haddad alwi adalah klaim tanpa tabayyun atau klarifikasi, tanpa fakta dan tidak memakai etika Islami. “Saya tidak pernah ditanya langsung atau dimintai klarifikasi oleh para penulis itu. Didunia internet, tulisan itu jutru di copy paste oleh sebagian orang di blog-blog mereka maupun di media sosial (twitter, facebook, dan lainnya)”, ujarnya, dilansir Datdut.
Terkait dengan lagu Ya Thaybah, Haddad Alwi mengatakan lagu itu bukan ciptaannya, tetapi ciptaan ulama Sunni di Timur Tengah. Ia hanya menyanyikan ulang dengan aransemen baru agar lebih sesuai dengan selera masyarakat Indonesia. Versi asli lagu tersebut sebenarnya berisi pujian kepada Abu Bakar, Umar dan Utsman, tetapi karena dirasa terlalu panjang maka hanya diambilbagian yang menyebut sahabat Ali dan kedua putranya.
Alasan pemotongan itu karena 4 sahabat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) sudah terkenal di semua kalangan Indonesia, sedangkan cucu Rasulullah Saw tersebut jarang dikenal oleh kebanyakan muslim Indonesia.
Menurutnya, jika memotong 2 bait pertama lagu itu dianggap sebuah kesalahan maka dia memohon maaf kepada masayrakat muslim Indonesia. Haddad Alwi pernah berjanji akan membawakan lagu Ya Thaybah dengan menyertakan 2 bait pertama lagu itu pada Albanum Ramadhan 1435 H, tetapi sampai saat ini belum ada.
Terhadap yang menuduh ghuluw (berlebih-lebihan) dalam memuji, Haddad Alwi mengatakan orang tersebut kurang memahami sastra Arab. Dalam sastra Arab, banyak bahasa yang harus dimaknai secara majazi atau kiasan. Frasa Minkumul Mashdarul Mawahib yang sering dituduh ghuluw memiliki makna majaz bahwa Sayyidina Ali memiliki banyak keutamaan sehingga seakan menjadi sumber keutamaan.
Ungkapan itu hampir selalua da didalam kitab-kitab Maulid seperti Maulid Syaraful Anam, Maulid ad-Diba’ie, Maulid Barzanji,Simtud Durar dan lainnya.
Sumber: MMN