Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Terlebih dahulu saya minta maaf. Kami mau menanyakan soal keharaman babi. Sebagaimana yang kami ketahui sejak kecil dari guru-guru kami, babi adalah hewan yang diharamkan termasuk juga kulit maupun tulangnya. Tetapi saya agak kebingunan ketika tetangga baik kami yang non-Muslim menyanggah bahwa yang diharamkan dalam Al-Qur`an adalah daging babi, bukan kulitnya. Bagaimana sebenarnya penafsiran ayat 173 Surat Al-Baqarah? Mohon penjelasannya dalam soal ini. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.(Bina Setiawan/Jakarta)
Jawaban
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Umat Islam menyakini bahwa bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang ketika disembelih tidak disebut nama selain Allah adalah haram untuk dimakan. Hal ini dengan jelas termaktub dalam firman Allah swt salah satunya adalah dalam surat Al-Baqarah ayat 173 sebagaimana yang dikemukakan penanya di atas.
Artinya, “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Baqarah [2]: 173).
Lantas apa yang dimaksud frase firman Allah wa lahmal khizir (dan daging babi)? Apakah hanya sebatas daging babinya atau juga mencakup juga organ tubuh yang lain? Dalam hal ini setidaknya ada dua pandangan. Yaitu pandangan Dawud Az-Zhahiri dan pandangan jumhurul ulama.
Dawud Az-Zhahiri menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “daging babi” dalam ayat tersebut adalah daging itu sendiri, bukan selainnya sesuai dengan bunyi nash. Konsekuesninya adalah keharamannya hanya terbatas pada daging babi itu sendiri.
Sedang menurut jumhurul ulama, “daging babi” itu maksudnya adalah bukan hanya sebatas dagingnya, tetapi mencakup semua organ tubuh lainnya. Penyebutan daging babi lebih karena daging itu merupakan organ tubuh babi yang paling banyak dimanfaatkan. Jadi penggunaan kata “daging babi” untuk mengingatkan keseluruhan organ tubuhnya.
Dengan kata lain, menyebutkan sebagian organ tubuh babi tetapi maksudnya adalah keseluruhannya. Dalam bahasa Arab hal ini sudah maklum, dan dikenal dengan istilah majaz mursal. Konsekuensinya adalah keharaman babi itu bukan hanya sebatas dagingnya tetapi juga mencakup organ tubuh lainnya.
Artinya, “Ada dua pendapat dalam memahami frase ayat ‘wa lahmal khinzir’ (dan daging babi). Pertama, keharamannya hanya sebatas daging babi, bukan yang lainnya sesuai bunyi nash. Ini adalah pendapat Dawud bin Ali. Kedua, keharamannya itu umum mencakup semua organ tubuh babi. Sedangkan nash yang hanya menyebutkan sebatas dagingnya itu dimaksudkan untuk mengingatkan keseluruhan bagian organnya karena sebagian besar organ tubuh babi adalah dagingnya,” (Lihat Al-Mawardi, An-Nukat wal ‘Uyun, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, juz I, halaman 222).
Pandangan Dawud Az-Zhahiri yang menyatakan keharaman babi hanya sebatas dagingnya sebagaimana dikemukakan di atas ternyata tidak selaras dengan pandangan penerusnya yaitu Ibnu Hazm.
Menurut Ibnu Hazm, haram memakan sesuatu apapun dari babi. Bahkan memanfaatkan rambutnya saja, menurut Ibnu Hazm, tidak diperbolehkan. Konskuensinya adalah keharaman babi bukan hanya sebatas dagingnya, tetapi juga mencakup organ tubuh lainnya, berbeda dengan pandangan Dawud Azh-Zhahiri.
Artinya, “Abu Muhammad berkata, tidak halal memakan sesuatu apapun dari babi, baik daging, lemak, kulit, urat, tulang rawan, usus, otak, tulang, kepala, organ tubuh lainnya, susu, dan rambutnya, baik jantan maupun betina, kecil maupun besar. Begitu juga tidak halal mengambil manfaat rambut babi baik untuk manik-manik atau selainnya,” (Lihat Muhammad Ibnu Hazm, Al-Muhalla, Beirut, Darul Fikr, juz VII, halaman 388).
Dengan mengikuti pandangan jumhurul ulama atau mayoritas ulama, dapat disimpulkan bahwa keharaman babi bukan hanya sebatas dagingnya, tetapi mencakup semua organ tubuhnya yang lain. Mengenai pandangan Dawud Azh-Zhahiri yang menyatakan keharaman babi hanya sebatas dagingnya, justru malah tidak diamini Ibnu Hazm yang notabene adalah penerus pemikirannya.
Saran kami, hindari makanan yang mengandung unsur babi karena itu diharamkan.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb
(Mahbub Ma’afi Ramdlan)
Sumber : Nu Online