Belanja di Warung Tetangga, dapat Membantu Ekonomi Kerakyatan

0
622

Keberadaan toko-toko modern semakin menjamur. Bahkan, kini tidak hanya di kota-kota besar saja, tetapi sudah mulai merambah ke permukiman terpencil. Hal ini berimbas pada banyaknya warung tradisional yang gulung tikar.

Kondisi ini membuat banyak pihak prihatin. Salah satunya dari pengurus harian Lembaga Pendidikan (LP) Maarif NU Jawa Timur, Firman Syah Ali. Menurutnya, tidak baik jika hal seperti ini dibiarkan terus terjadi. Masyarakat harus membantu ekonomi kerakyatan yang mereka bangun dengan cara membiasakan diri membeli kebutuhan sehari-hari di warung kelontong.

“Kondisi warung kelontong sekarang sudah banyak yang guling tikar. Meskipun masih ada yang bertahan, omzetnya sungguh memprihatinkan. Maka dari itu, mari kita biasakan berbelanja di warung kelontong,” katanya kepada NU Online di Surabaya, Kamis (9/1).

Toko modern didukung jaringan distribusi dan modal yang besar, sehingga harga barangnya lebih bersaing. Ditambah lagi sejumlah fasilitas toko modern yang membuat pelanggan nyaman, seperti dilengkapi dengan pendingin ruangan.

“Harus dibangun kesadaran untuk belanja di warung kelontong milik tetangga. Selain menghidupkan usaha kerakyatan, hubungan kekeluargaan dan persaudaraan juga akan terjalin. Kalau bukan kita yang berpihak kepada warung-warung kecil milik tetangga, lantas siapa lagi?” tegasnya.

Ajakan tersebut bukan hanya sekedar retorika saja. Bendahara Umum Ikatan Alumni PMII (IKA PMII) Jawa Timur itu mengaku mempraktikkan hal tersebut sudah sejak lama. Hal itu ia lakukan tak hanya di lingkungan tempat tinggal, tapi di setiap kesempatan.

“Di rumah atau kalau sedang kunjungan, saya usahakan membeli kebutuhan di warung-warung kecil,” tambahnya.

Tak hanya urusan belanja urusan sehari-hari. Untuk urusan kuliner pun, pria yang pernah aktif di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Pamekasan ini lebih memilih kuliner kelas kaki lima. Di antara warung kaki lima kesukaannya adalah Sego Sambel Mak Yeye Jagir, Rawon Kalkulator Taman Bungkul, Warung Pojok Pak Mo Sulung Sekolahan, Rawon Gajah Mada, Nasi Jagung Madura Pojok Pegirikan dan Roti Maryam di Jalan KH Mas Mansur Ampel.

“Dalam hal kuliner pun, saya jarang makan ke restoran. Saya lebih santai makan di warung-warung lesehan. Bagi saya nikmatnya lebih terasa,” jelas tokoh muda NU Jawa Timur itu. Namun Firman mengakui, bukan berarti sama sekali tidak belanja di mall, mini market dan restoran. Adakalanya di beberapa momen ia mengisi kebersamaan dengan orang-orang terdekat di restoran.

“Kalau menyambut tamu khusus, biasanya di restoran. Tapi kalau urusan ngopi-ngopi dan kuliner sehari-hari tetap di warung kelontong,” pungkasnya.(NU Online)

Tinggalkan Balasan