Al-Qur`an menduduki posisi yang pertama dalam pengambilan dalil dari suatu kasus yang terjadi, harus mendahulukan al-Qur`an dari dalil-dalil lainnya. Jika didalam al-Qur`an tidak dijumpai, maka beralih kepada sumber yang kedua yaitu al-Sunnah dan demikian seterusnya. Artinya, al-Qur`an adalah sumber penetapan hukum pertama dan utama dalam Syari`at Islam. Hal ini mengacu pada hadist dari Mu`âdz bin Jabal ra. (Wahbah Zuhaily, Ushûl al-Fiqh al-Islâmy, jld 1, hal. 402)
Berbicara mengenai al-Qur`an, menurut Qôdli Abu al-Ma`âly `Azîzy bin Abdul Mâlik, al-Qur`an memiliki 55 nama, seperti al-Kitâb, al-Furqôn, dan al-Dzikr. (Badruddin Abi Abdillah Muhammad bin Bahâdur al-Zarkasyi, al-Burhân Fî `Ulûm al-Qur`an, hal. 157)
Dari segi turunnya al-Qur`an adalah qoth`iy (قطعي الثبوت), artinya tidak ada keraguan dan kesangsian tentang keontetikan al-Qur`an yang merupakan firman Allah swt. Karena penukilan al-Qur`an hingga sampai kepada manusia bersifat mutawatir yang memiliki faedah kebenaran al-Qur`an. Tentang al-Qur`an yang dinukil secara ahâd, termasuk di dalamnya Qiro`ah yang Syâd, Ulama` sepakat bahwa bukanlah termasuk al-Qur`an. Namun dari segi bisa atau tidaknya dijadikan hujjah, terjadi perselisihan pendapat dikalangan para ulama`. (Wahbah Zuhaily, Ushûl al-Fiqh al-Islâmy, jld 1, hal. 410)
Namun dari segi penyampaian hukum yang ada dalam al-Qur`an, Allah menggunakan dua model, yang pertama qoth`iy (قطعي الدلالة) dan yang kedua zhonniy (ظني الدلالة). Qoth`iy adalah lafadz yang memiliki satu makna dan makna tersebut sudah tertentu serta tidak mungkin berubah. Misalnya ayat tentang waris, had, kafarat dan sebagainya. Sedangkan zhonniy adalah lafadz yang memiliki lebih dari satu makna sehingga dimungkinkan (ada peluang) untuk dirubah maknanya.
Misalnya lafad musytarak dari firman Allah swt. surat al-Baqoroh (2) ayat 228.
وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ [البقرة(2):22
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'”. (Al-Qur`an dan Terjemahannya, hal. 55).
Pada lafadz qurû` disini memiliki dua makna, bisa diartikan haid dan bisa juga diartikan suci. Misalnya juga prinsip-prinsip dasar tentang transaksi-transaksi (perdata), Allah swt. berfirman;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ [النساء(4):29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama suka di antara kamu”. (Al-Qur`an dan Terjemahannya, hal. 122)
Ayat ini berisi penjelasan tentang prinsip dasar dari melakukan transaksi jual beli, yaitu bagaimana akad tersebut tidak ada yang saling dirugikan dan saling suka sama suka, terserah bagaimana caranya. Wallahu a’lam
Penulis: Imam Syafi`i
Sumber gambar: dibalikislam.com