Ketua RMI PBNU, Abdul Ghaffar Rozin mengatakan, sejak awal Maret 2020, RMI PBNU terus memberikan penyadaran kepada pondok pesantren mengenai informasi yang berkembang dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Selain itu RMI PBNU mencoba memberikan beberapa opsi kepada pondok pesantren yaitu opsi awal untuk adanya pencegahan dengan mengaja hidup bersih dan sehat di pondok pesantren.
“Namun opsi tersebut tidak begitu efektif walaupun sangat penting untuk dilakukan, sehingga RMI PBNU mencoba memberikan opsi lainnya, di antaranya, karantina santri di pondok pesantren dan memulangkan santri untuk kemaslahatan yang ada di pondok pesantren,” kata Gus Rozin dalam diskusi online yang diadakan IPNU belum lama ini.
Dari kedua opsi tersebut, kata Guz Rozin, kebanyakan pondok pesantren mengambil kebijakan memulangkan santrinya. Opsi dipilih karena memang banyak pondok pesantren yang berdekatan dengan lingkungan masyarakat. Sehingga, untuk mencegah terjadinya penyebaran virus ini santri dipulangkan ke rumahnya masing-masing.
“Dampak yang terjadi ialah pengajian yang awalnya berjalan efektif di pondok pesantren dengan terpaksa harus dilakukan dengan daring (dalam jaringan) melalui media online yang ada. Secara efektivitas pengajian online ini terkadang hanya diikuti beberapa menit saja oleh mereka yang mengikuti sehingga tidak sampai selesai,” papar Gus Rozin.
Selain dari itu secara kualitatif pengajian online ini banyak yang beranggapan ketidakadaan berkah, atau tidak berbanding dengan pengajian secara muwajjahah (langsung) bertatap muka.
Dalam menyikapi hal tersebut, kata Gus Rozin, pihaknya mengubah perspektif seperti bahwa pengajian online dalam situasi darurat saat ini sama afdalnya dengan pengajian secara langsung.
“Walaupun dengan beberapa kendala jaringan yang terbatas, bisa saja muwajjahah tersebut dilakukan dengan aplikasi yang bisa melihat kehadiranya dalam proses ngaji seperti menggunakan Zoom meeting dan aplikasi lain, kecuali Youtube dan Instagram,” kata Rozin yang juga pernah menjadi pengurus IPNU pada era Presiden Gus Dur.
Pada diskusi yang sama, Gus Nizar Maulana Malik mengungkapkan bahwa berkaitan dengan efektivitas ngaji online pada saat pandemi ini bisa menjadi alternatif bagi santri untuk mengetahui area pengetahuan dalam hal media digital.
Selain dari itu adanya kendala berbasis aplikasi, belum ada klasifikasi ruang-ruang khusus seperti, ibtida’ (pemula), mutawasit (pertengahan) dalam proses pengajian online. Nantinya pengajian itu disampaikan tidak sesuai pada tingkatan pengajian santri yang mengikutinya.
“Pada prinsipnya untuk menjadi pintar atau cerdas cukup dengan membaca, mengafal dan belajar, namun untuk mendapatkan manfaat dan barokah ilmu itu tidak cukup dengan hal tersebut. Sehingga ngaji online ini hanya dijadikan sebagai alternatif saja ketika terjadi wabah seperti ini,” tuturnya.
 Sekretaris Umum PP IPNU, Mufarrikhul Hazin menyampaikan harapan besarnya dalam kordinasi dan komunikasi dengan RMI PBNU. “Karena IPNU sendiri segmentasinya adalah santri sehingga PP IPNU mencoba terus mempertahankan khittah-nya kembali ke pesantren sebagai ruh dari Nahdlatul Ulama,” katanya. (NU Online)