Ketika Quraish Shihab Berbicara tentang Peran Agama

0
272

Suatu waktu, ketika Prof Dr HM Quraish Shihab ke Abu Dhabi, beliau membicarakan tentang agama dan peranannya. Hal itu penting dibahas karena ketika dihadapkan pada kenyataan yang terjadi di dunia saat ini, semua orang mungkin sadar bahwa peranan agama kini sedang mengalami pengecilan dan berkurang,

Bahkan, ketika beberapa kali Prof Quraish Shihab kunjungan ke luar negeri oleh Mejelis Al-Hukama’, persoalan agama dan peranannya bukan hanya dibahas di kalangan umat Islam. Banyak kelompok agama di dunia juga membahas hal yang sama. Di Geneva misalnya, terdapat pertemuan dengan orang-orang Kristen Protestan di Italia dan dengan orang Kristen Katolik. Bahkan, ketika di Abu Dhabi terdapat pertemuan dengan Anglikan Ortodoks. Semua umat beragama merasa bahwa ada kekurangan dalam peranan yang seharusnya dimainkan atau dilakukan oleh agama.

Dalam forum tersebut, Prof Quraish Shihab mendapat tugas membahas peranan agama dalam memantapkan nilai-nilai akhlak dan ide kebangsaan. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai adakah peranan agama dalam memantapkan nilai-nilai akhlak? Kemudian, adakah perananan agama dalam mengukuhkan rasa nasionalisme? Di Abu Dhabi, hal ini disebut sebagai muwathanah. Saya ingin bicara soal agama dalam peranannya itu.

Dalam pandangan Prof Quraish Shihab, ketika kita ingin mendefinisikan agama, maka akan sangat sulit (untuk tidak mengatakan mustahil). Sebab, jika kita mau mendefinisikan sesuatu, maka kita harus tahu segala sesuatu yang berkaitan dengan yang didefinisikan itu, dan mengeluarkan hal-hal yang tidak berkaitan dengan yang kita definisikan.

Hal ini sama dengan orang yang mencoba mendefinisikan tentang manusia. Semua definisi tentang manusia itu kurang. Makhluk sosial misalnya, apa manusia hanya makhluk sosial? Tidak. Apa hanya binatang cerdas yang menyusui? Apa hanya itu? Tidak juga. Sebab, terlalu banyak aspek kemanusiaan yang menjadikannya tidak bisa didefinisikan dalam definisi yang menyeluruh.

Sedangkan agama, apa itu definisi agama? Kok ada banyak definisi yang berbeda-beda tentang agama? Oleh karena itulah kemudian Prof Quraish Shihab dalam forum tersebut mengatakan bahwa tidak usah kita mencari definisi ilmiah tentang agama. Mari kita kembali ke bahasa, boleh jadi bisa menggambarkan apa itu agama.

Kalau dalam bahasa Indonesaia, kita mendefinisikan sebagai sebuah istilah yang berasal dari dua kata, yaitu “a” yang berarti “tidak”, dan kata “gama” yang berarti “kacau”. Dari definisi secara bahasa inilah bahwa setiap kekacauan adalah tidak direstui oleh agama. Itupun kalau kita artikan agama seperti itu. Ada lagi yang berkata bahwa agama itu pada mulanya terambil dari bahasa Indo-Jerman. Dan dari sanalah kemudian lahir kata geingamgo, yang berarti “jalan”. Berdasarkan arti ini, maka agama dapat didefinisikan sebagai jalan yang mengantar Anda menuju kebahagiaan. Itu dari segi bahasa. Dalam salah satu bukunya, Ustadz Ali Yafie pernah mengatakan bahwa agama itu terambil dari bahasa Arab, yakni dari dialek Hadramaut. Agama, artinya dia menetap dan konsisten. Wallahu a’lam.

Sementara itu, dari kata penyebutan, di Indonesia dikatakan “agama”, di Malaysia adalah “ugama”, ada lagi “Igama”, di Bali, tiga-tiganya dipakai, tetapi punya aspek yang berbeda-beda. Sebagian pakar muslim berbangsa Indonesia, enggan menamai ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad enggan menamainya agama, igama, ugama, tetapi mau menamainya dengan diin, seperti Diin al-Islam. Mari lihat kata diin ini untuk kita lihat agama. Dalam bahasa Arab, semua kata yang terdiri dari huruf dalyak, dan nun. Itu menggambarkan hubungan dua pihak yang salah satunya lebih rendah kedudukannya dibanding satunya lagi.

Diin berarti perhitungan sebagaiman kalimat, maaliki yaumiddin. Allah yang menghitung, makhluk yang dihitung amal-amalnya. Diin berarti pembalasan, yang membalas lebih tinggi kedudukannya daripada yang dibalas. Dayn, apa artinya? Hutang, yang memberi hutang lebih tinggi kedudukannya daripada yang diberi hutang. Kesimpulannya, diin itu adalah hubungan antara seseorang dengan pihak lain yang dia hormati yang dia anggap punya fadhl. Punya jasa terhadap dia. Dia hormati, bisa jadi juga hubungan itu karena dia takuti. Jangan sampai dia membalas orang ini, bisa jadi juga hubungan itu karena dia kagum kepadanya.

Oleh karena itulah  agama itu hubungan. Itulah sebabnya kemudian ada ungkapan, addinul mu’amalah, agama itu adalah interaksi. Semakin baik interaksi anda, semakin baik keberagamaan anda. Begitupun sebaliknya, semakin buruk interaksi anda, maka semakin buruk pula keberagamaan anda. Yang pasti, jika kita tidak punya hubungan, anda tidak beragama. Poin inilah yang ditanggapi banyak orang ketika Prof Quraish Shihab menyampaikan dalam forum.

Namun demikian, pada akhirnya kira-kira bisa diiterima, karena Prof Quraish Shihab mendasarkan diri pada tinjauan bahasa Arab. Kita tidak tahu kalau tinjauannya relgi. Tetapi yang pasti, semua orang yang beragama itu, agama apapun namanya, pasti dia mempunyai hubungan dengan siapa yang dia pecayai sebagai tuhan.

Nah, hal itu juga sebabnya tidak ada agama yang tidak mengenal salat, semua agama pasti melaksanakan shalat, karena shalat adalah hubungan dengan tuhan. Pernah pada masa Nabi, ada orang-orang musyrik yang berkata, “oke deh kita mau masuk islam tapi kita tawar deh…”, “…enggak usah ada puasa.” Nabi diam, “tidak usah ada zakat”, nabi juga diam. “Tidak usah ada shalat,” kemudian Nabi berkata, “tidak ada baiknya satu agama kalau tidak ada shalatnya. Shalat itu mutlak.”

Itu juga sebabnya seorang filosofis dan ahli ilmu jiwa dari Amerika, William james, pernah mengatakan, “Kita tidak bisa membayangkan bahwa satu ketika manusia itu tidak shalat.” Walaupun ilmu pengetahuan datang membawa berita bahwa tidak ada gunanya shalat, tapi pasti dia shalat. Kenapa?

“Waktu Anda butuh tidak ada lagi tempat meminta, manusia tidak bisa, ke mana Anda pergi? Anda ke atas, Anda mengharap pada yang Maha. Jadi shalat itu mutlak,” tegas Prof Quraish Shihab. Jadi, agama adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan. (Laduni)

Tinggalkan Balasan