Islam disebut sebagai agama dengan penyebaran paling pesat di seluruh dunia. Lembaga survei Amerika Serikat Pew Research dua tahun lalu memprediksi, dalam 20 tahun ke depan, pemeluk Islam akan meningkat dari 1,6 miliar di tahun 2010 menjadi 2,2 miliar pada 2030.
Penyebaran Islam di seluruh dunia ini tidak terlepas dari peran para pendatang dari negara-negara Muslim. Salah satunya adalah Korea Selatan di Asia yang mengalami peningkatan jumlah pemeluk agama Islam.
Regional Interfaith Network, sebuah lembaga kerukunan umat beragama yang digagas Indonesia dan Australia, pada situsnya bulan lalu menuliskan, saat ini ada puluhan ribu warga Korea yang memeluk Islam. Sebagian mereka mengaku mengenal Islam dari para pekerja asing.
Salah satunya adalah Umar Jung, 47, yang pindah ke agama Islam lima tahun lalu karena terinspirasi oleh “ketulusan beragama” Muslim Pakistan yang bekerja di negaranya. Saat itu dia bekerja sebagai penjual makanan, tahun 2002 saat nama Islam menggema akibat serangan teroris di New York, Amerika Serikat.
“Saya kira setiap Muslim itu teroris karena pemberitaan media yang bias terhadap Islam. Tapi orang-orang Muslim yang saya temui berbeda sekali dengan apa yang diberitakan,” kata pria Muslim satu-satunya di kota Jeoungup yang berpenduduk 130.000 orang ini.
Jung akhirnya pilih memeluk agama Islam pada tahun 2008. “Muslim adalah orang-orang yang mempraktikkan titah Tuhan dalam kesehariannya,” kata dia.
Tidak Mudah
Menurut Jewel Rana, pengurus mesjid Anyang di Seoul, saat ini ada sekitar 130.000-140.000 Muslim di Korea Selatan. Sebanyak 35.000 di antaranya adalah warga Korea yang memeluk Islam pada pertengahan abad ke-20.
“Tidak mudah bagi Muslim shalat lima kali sehari di Korea. Kebanyakan pekerja pabrik harus bekerja terus menerus selama 12 jam. Padahal, Islam punya waktu yang ketat soal shalat,” kata Rana.
Selain itu, Muslim di Korsel merasa kesulitan menemukan hidangan tanpa alkohol, daging babi ataupun daging yang tidak disembelih secara syar’i. Jung contohnya, dia pilih membawa makanan sendiri ketimbang memakan makanan haram.
Jung mengaku sulit beribadah. Dia kerap meninggalkan dua waktu shalat di tempat kerja lantaran takut diejek teman-temannya. Banyak yang tidak tahu dia sudah memeluk Islam. Pada keluarganya dia juga tidak menceritakannya, khawatir dituduh macam-macam.
Kendati demikian, Jung rela menempuh perjalanan 250 kilometer setiap Sabtu untuk shalat berjamaah di Mesjid Sentral di Seoul. “Saya menemukan kebahagiaan jika bertemu sesama Muslim dan shalat bersama mereka,” kata dia.
Choi Young-kil, profesor studi Arab di Universitas Myongji, Seoul, mengatakan bahwa tuduhan pada Islam hanya karena mereka belum mempelajarinya dengan benar.
“Pemahaman media lokal soal Islam hanya mengekor pada media Barat. Cara terbaik mempelajari Islam bukan lewat media, tapi lewat orang-orang Muslim di komunitas anda,” kata Choi. (viva)