Bonus dan Dispensasi dari Allah

0
336

Mungkin terbilang aneh, jika ada santri atau pelajar islam yang tidak mengenal dua istilah ini. Karena istilah ini cukup bersahabat dengan dunia pesantren.Meski tidak detail sekalipun Ustadz dan ustadzah menyinggung di bangku madrasah setidaknya, dua istilah ini pernah hinggap ditelinga walau setelah itu hilang entah kemana.

Rukhsoh dan ‘azimah memang ‘sedikit banyak’ disinggung dibangku madrasah, tetapi apakah kemudian hal ini menjadi jaminan santri pada umumnya memahami hakikat, sebab, dan macam dari kedua istilah di atas. Tentu jawabannya tidak.Oleh sebab itu, perlu kiranya seorang santri yang pada saatnya nanti akan diharapkan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat memahami apa, bagaimana, kapan, dan bagi siapa rukhsah dan ‘azimah itu diberikan?!!

Jika ditinjau dari pandangan syara’/istilah rukshoh berarti perubahan hukum asal ke hukum yang lebih mudah karena ada udzur syar’i beserta sebab yang melatar belakanginya. Sementara jika hukum itu tetap pada asalnya atau berubah kepada hukum yang lebih berat maka disebut dengan ‘azimah. Seperti larangan memburu binatang bagi orang yang berihrom. Sebelum ia ihrom memburu binatang boleh-boleh saja ia lakukan tetapi, pada saat berihrom memburu binatang menjadi haram hukumnya.

Dari keterangan di atas, sekilas kita dapat menyimpulkan bahwa antara rukshoh dan azimah adalah dua hal yang berbeda. Meskipun dalam keadaan tertentu ‘azimah juga bisa didefinisikan perubahan hukum asal kepada hukum yang lain. Tetapi kesamaran ini menjadi jelas jika dilihat dari karakteristik rukhsoh dan azimah itu sendiri. Rukhsoh menghendaki terhadap keringanan, sementara ‘azimah tidak.

Setidaknya Ada lima sebab yang melatarbelakangi seseorang mendapat toleransi (rukshoh) dari syara’, diantaranya adalah; (1) safar (perjalanan).Maksudnya adalah perjalanan yang disyari’atkan. Adakalanya perjalanan itu wajib seperti, perjalanan untuk menyahuri hutang, haji, dll; atau sunnah seperti, ziarah makam Nabi, wali, dan apa saja yang tujuannya mulia. (2) sakit. Ukuran sakit yang berhak mendapatkan rukhsoh adalah ketika sakit tersebut membolehkan untuk bertayamum. (3) mukroh (orang yang dipaksa). Maksudnya adalah orang yang dipaksa untuk melakukan sebuah perkara yang menimbulkan dampak negatif kepada pelakunya. Seperti dipaksa untuk membunuh, maka dalam kondisi seperti ini orang yang dipaksa tidak dikenai hukum qishos.(4) lupa. (5) al-jahl(orang yang tidak tahu)Yang dimaksud adalah ketidaktahuan yang menyebabkan tidak adanya tanggungan.Seperti ada orang berikrar membolehkan orang lain untuk mengambil buah mangga miliknya. Selang beberapa hari kemudian,ia menarik kembali ikrarnya, sehingga salah seorang dari mereka tidak tahu kalau muqir (orang yang berikrar) telah menarik perkataannya. Maka dari itu, seandainya salah satu dari mereka mengambil buah mangga tersebut tidak dikenai tanggungan karena alasan tidak tahu. Dengan demikian jelaslah bahwa rukhsoh hanya diberikan kepada orang-orang yang menyandang sifat-sifat di atas.

Syeikh ‘izzuddin dalam kitab asybah wa al-nadzoir menegaskan bahwa rukshoh terbagi menjadi tujuh macam. Pertama, menggugurkan(isqoth). Seperti gugurnya shalat jum’at, haji, umrah, dan jihad sebab adanya udzur. Kedua, mengurangi(tanqish) seperti qhosor shalat. Ketiga, mengganti(ibdal). Seperti mengganti wudlu dan mandi dengan tayamum; atau mengganti berdiri dengan duduk dalam shalat fardhu. Keempat, mendahulukan(taqdim). Seperti menjamak taqdim; mendahulukan pembayaran, baik zakat fitrah atau yang lain sebelum sampai waktunya, dsb.  Kelima, mengakhirkan(ta’khir). Seperti menjamak ta’khir; mengakhirkan puasa ramadlan bagi orang yang sakit dan bepergian;dsb. Keenam, meringankan(tarkhis). Seperti shalatnya orang yang beristinja’ dengan batu beserta tersisanya kotoran(dzat najis); bolehnya meminum arak bagi orang yang ‘keselek’ artinya jika tidak meminum arak akan mengantarkan terhadap adanya bahaya; kebolehan mengkonsumsi benda najis sebagai obat. Ketujuh, merubah(taghyir). Seperti berubahnya tatacara shalat dikala berkecamuknya peperangan (shalat khauf).

Dalam sebagian kitab disebutkan bahwa rukhsoh adalah hukum yang dibolehkan sebab adanya udzur. Oleh karena itu, dari perbedaan udzur yang melatarbelakanginya melahirkan beberapa hukum yang berbeda pula dalam mengambil rukshah. Pertama, wajib dilakukan. Seperti memakan bangkai bagi orang yang terdesak dan jikalau tidak memakandapat mengantarkan terhadap kematian. Atau membatalkan puasa sebab sakit yang dikhawatirkanakan berdampak lebih parah jika terus berpuasa. Kedua, sunnah dilakukan. Seperti mengqhosor shalat bagi orang yang melakukan perjalananatau melihat wanita yang hendak dipinang. Ketiga,boleh dilakukan dan ditinggalkan. Seperti akad pesanan (salam)Keempat, lebih utama tidak dilakukan. Seperti membatalkan puasa sebab sakit yang ringan. Kelima, makruh dilakukan, seperti mengqhosor shalat dalam perjalanan yang kurang dari 3 marhalah.

Sebagai pemilik otoritas tertinggi dalam syari’at, Allah telah banyak memberikan dispensasi kepada hambanya. Tinggal bagaimana kemudian hambanyabertindak cerdas menyikapi toleransi-toleransi tersebut. Apakah ia akan memanfaatkan peluang emas tersebutatau malah membiarkannya begitu saja. Wallahua’lam, semoga bermanfaat!

Author: Hafid Wahyudi

Img       : alquranclasses

Tinggalkan Balasan