Tidak ada orang yang bercita-cita untuk menjadi penjahat atau bajingan. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang terjerumus kepada perbuatan tercela. Bisa lingkungan atau teman, atau faktor keluarga, ekonomi, kultur, dll. Hadapi dengan senyuman, siapa tahu senyuman kita bisa meluluhkan hatinya dan membukakan harapan baru. Jika Anda memang orang baik, tunjukkan kebaikan Anda dengan cara berbuat baik kepada orang yang belum baik. Jika anda bisa baik-baik dengan orang baik itu sudah biasa, akan tetapi bisa menyapa mereka yang masih dalam keburukan, tentu merupakan sesuatu yang luar biasa.
Imam Bukhari menceritakan dari Siti Aisyah RA, “suatu ketika ada seorang laki–laki minta ijin masuk kekediaman Rasulullh SAW. Ternyata orang tersebut, seorang penjahat yang amat brengsek. Setelah orang tersebut duduk, tampak raut wajah beliau sangat berseri–seri dan melayani dengan murah hati. Begitu penjahat tersebut pergi, aku mendekat kepada beliau dan berkata, wahai Rasulullah, aku melihat orang tadi itu penjahat, kenapa Engkau sambut dengan ramah dan muka berseri–seri? Beliau menjawab, “wahai Aisyah, sejak kapan kamu mau menjadikanku sebagai orang yang bengis, sesungguhnya seburuk–buruk orang kelak disisi Allah pada hari kiamat, adalah orang yang disingkiri orang lain karena kebengisannya”.
Penjahat juga manusia yang butuh dimanusia-kan. Banyak penjahat yang semakin jauh dari kebaikan, karena sikap orang baik yang tidak manusiawi kepada mereka. Keangkuhan dari mereka yang “merasa baik”, membuka jurang pemisah antara mereka yang masih dalam keburukan dengan kebaikan semakin lebar dan dalam. Sebaliknya banyak juga penjahat-penjahat kelas kakap berubah menjadi orang baik, bahkan menjadi wali-wali Allah seperti Syaikh Fudlail bin ‘Iyadl dan Kanjeng Sunan Kali Jogo karena sentuhan kemanusiaan dari mereka yang peduli.
Jika kita mau mengikuti Rasulullah SAW, maka menjadi orang baik (shalih) saja belu cukup, karena beliau itu tidak sekedar shalih, akan tetapi mushlih; menularkan kebaikan dan merubah segala sesuatu yang belum baik dan benar. Merubah mereka yang tadinya jauh dari kebaikan, menjadi dekat dan mencintai kebaikan.
Akhir-akhir ini, dengan semakin terbukanya akses umat manusia kepada informasi dan Iptek, pilihan hidup menjadi semakin banyak dan beraneka warna. Maka, apabila akses kepada kebaikan kita persempit dan perkecil, sudah pasti alternatif yang lainya yang akan menjadi pilihan. Dengan berperilaku baik secara individual, kita telah menjalankan ajaran Rasulullah SAW, akan tetapi belum mengikuti (ittiba’) Rasulullah SAW. Ittiba’ Rasulullah berarti mengikuti sepak terjang beliau sebagai pembawa dan pejuang kebenaran serta kebaikan kepada siapapun dimuka bumi ini.
Hadirnya sekelompok orang yang selalu berpenampilan beda dengan masyarakat kebanyakan, dengan pakaian ala Arab atau Timur Tengah dan dengan jenggot yang dibiarkan terus memanjang, tidak sesuai dengan cara Rasulullah SAW dalam mendekati masyarakatnya. Beliau sendiri hadir dengan pakaian dan bahasa kaumnya, sehingga memungkinkan kedua belah pihak untuk saling berinteraksi secara normal dan termanusiakan tanpa adanya saling curiga dan klaim kebenaran. Dengan penampilan yang sama dengan kaumnya, berarti membuka pintu yang lebar kepada mereka untuk memasuki ruang kebaikan yang ditawarkannya tanpa perasaan takut akan kehilangan identitasnya. Sedangkan berpenampilan serba berbeda, yang terkesan angker, bisa jadi mebuat mereka yang belum masuk merasa tidak pantas untuk memasuki ruangan baru itu.
Author: Muzammil, Yogyakarta