Oleh: KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy
Sebagaimana telah diungkapkan di pembahasan sebelumnya (Baca: http://cyberdakwah.com/2013/11/hikmah-ilahi-tentang-penciptaan-manusia-serba-terbatas/), bahwa Allah menciptakan setiap sesuatu dengan memiliki keterbatasan. Begitu juga, Allah memberi keterbatasan pada harta, tahta, dan cinta yang ada di kehidupan manusia.
Orang yang memiliki harta dengan keterbatasan yang minim, berarti itu sudah diukur dengan kondisi orang tersebut. Andai kata orang itu memiliki harta yang melimpah, maka dia tidak akan mampu menjaga hartanya. Semisal dia tidak tenang dengan hartanya karena dihantui rasa takut dicuri atau dirampok. Atau justeru dengan harta yang melimpah akan membuat dirinya terjerumus pada lembah kemungkaran. Semisal karena dia memiliki banyak harta, dia sangat gampang berfoya-foya, sehingga lupa pada Allah. Jadi, jangan merasa selalu kurang dengan harta yang minim. Mungkin Allah menjaga kita dari hal-hal yang mungkar dengan cara membuat kita miskin.
Begitu juga keterbatasan tahta atau kedudukan. Allah memberi kedudukan yang rendah, misalnya hanya menjadi kepala desa, kepala kamar, kepala sekolah, jangan sampai tidak bersyukur karena merasa kedudukan semua itu kecil atau rendah. Allah memberikan semua itu memang sudah disesuaikan dengan kadar kita sebagai manusia. Siapa saja sudah tahu dan mungkin sudah merasakan, ketika ada sesuatu yang melebihi dari kadarnya, berakibat fatal. Contoh kecil, jika pelastik wadah minyak goreng yang kapasitasnya sebatas 1 kg. diisi dengan minyak goreng yang beratnya 2 kg. kira-kira apa yang akan terjadi?
Begitu juga dalam kehidupan manusia, jika kapasitas dirinya sudah ditentukan di posisi kedudukan kepala desa, jangan memaksa untuk menjadi bupati. Sepertinya hal ini banyak terjadi dan tidak disadari. Sudah merasa dan dinilai oleh orang-orang dirinya tidak pantas menjadi bupati, malah tetap ngotot mengejar kedudukan itu. Sehingga yang terjadi ketika tidak terpilih, dia stress dan bahkan gila.
Tapi bagaimana dengan orang yang sebenarnya kapasitasnya tidak pantas menjadi bupati, ternyata dia terpilih karena memang diusahakan dengan segala cara, apakah itu ketentuan Allah yang tidak perlu memandang kapasitas orang tersebut? Jawabannya, kita harus ingat, bahwa apa yang terjadi di dunia ini, memang keberadaannya dikehendaki Allah, namun belum tentu status keberadaannya diridoi. Bisa saja apa yang terjadi itu merupakan istidraj dari Allah.
Jadi, kita harus tetap bersyukur dalam keterbatasan kedudukan kita di dunia ini, khususnya di masyarakat. Jangan merasa kecil hati atau malah merasa hina ketika memiliki ilmu yang banyak, ternyata di masyarakat tidak memiliki posisi yang strategis atau tidak memiliki status sosial yang tinggi, atau bahkan tidak menjadi apa-apa. Mungkin dengan kita tidak memiliki kedudukan apa-apa di masyarakat, ilmu kita bisa terjaga dan nama baik kita tidak tercermar. Artinya, mungkin jika kita memiliki kedudukan di masyarakat, kita tidak memiliki kemampuan untuk menjaganya dengan baik atau menjalaninya tidak amanah, sehingga ilmu kita di masyarakat menjadi sampah. Na’udzubillah.
Dalam cinta juga pasti ada keterbatasan. Maksud cinta di sini bukan cinta secara umum, melainkan cinta khusus antar lawan jenis. Cinta secara umum memang diwajibkan tidak ada batasannya. Namun cinta dalam arti lawan jenis wajib ada batasannya. Keterbatasan dalam cinta merupakan anugerah. Keterbatasan ini mencakup dua hal, yaitu keterbatasan dalam hal kadarnya dan keterbatasan pada orang yang dicintainya.
Keterbatasan dalam hal kadarnya adalah kedalaman rasa cinta pada seseorang. Orang yang terlalu dalam mencintai seseorang dapat mengantarkan dirinya pada ketidakberdayaan, atau menjatuhkan dirinya pada lembah keterpurukan. Ketika orang tersebut tidak bisa mengendalikan perasaannya karena rasa cinta yang amat dalam, dia akan sangat kecewa atau malah putus asa ketika orang yang dicintai tidak dapat dimiliki. Oleh sebab itu, ketika mencintai seseorang kadarnya harus dibatasi, guna menghindar dari rasa sakit hati yang dalam yang kemudian mengakibatkan putus asa.
Keterbatasan orang yang dicintai adalah suatu anugerah yang sangat besar. Sebab dengan mencintai orang yang terbtas -bahasa tepatnya satu orang saja-, akan membuat dia tidak akan main-main dalam menjalani cinta. Ketika dia mencintai seseorang, dalam hatinya ada niat untuk menikahi. Setelah menikah, dia menaburkan kasih sayangnya dan merindukan hanya pada isterinya. Sehingga, dalam hatinya tidak akan ada orang lain kecuali pasangan halalnya. Tentu orang yang seperti ini tidak akan melakukan perselingkuhan.
Bedahalnya dengan orang yang tidak membatasi cintanya pada satu orang, dia mencintai orang lain tanpa ada keseriusan atau niat baik (menikahi). Orang yang tidak membatasi cintanya pada satu orang, hidupnya tidak akan tenang, karena dia takut orang yang dicintai mengetahui orang lain yang juga dia cintai. Dia gelisah dan bimbang ketika memilih di antara orang-orang yang dicintai.
Sementara orang yang menyatukan cintanya hanya pada satu orang, dia tidak pernah gelisah atau bimbang. Mungkin dia gelisah karena takut orang yang dicintai hilang. Mungkin dia bimbang ketika orang yang dicintai tidak bisa dimiliki, dia bertanya-tanya, siapa kira-kira yang bisa menggantikan orang yang dicintai itu.
Tapi yang pasti, orang yang mampu membatasi cintanya, dalam hal kadarnya dan orang yang dicintainya, dia tidak akan pernah gelisah, bimbang, kecewa, bahkan putus asa tidak akan pernah dia rasakan ketika cintanya tidak bisa diwujudkan dalam kehadiran hidupnya.