Oleh: KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy
Berubah dan kehilangan dalam hal harta
Setelah seseorang mendapatkan dan memiliki harta, dia akan menjaganya dengan baik. Menjaga harta memang salah satu bentuk rasa syukur. Karena itu berarti menerima apa yang diberikan Allah. Namun, jika sampai menjaganya keterlaluan. Artinya, dia menjaga karena takut hilang yang mengakibatkan dirinya berat hati. Sehingga, dalam kesehariannya hanya memikirkan harta yang sudah hilang. Ibadahnya menjadi terbengkalai karena sibuk mengurus harta yang hilang entah ke mana. Maka, orang yang demikian termasuk orang yang tidak menyadari bahwa dalam hidup ini ada sifat berubah dan hilang.
Ada juga yang menjaga hartanya lebih sangat keterlaluan. Dia enggan mengeluarkan hartanya. Jangan kan untuk bersedekah, menunaikan zakat pun dia tidak mau. Alasannya, nominal hartanya takut berubah menjadi minim, atau merasa kehilangan jika hartanya disedekahkan atau dizakatkan. Na’udzubillah.
Apalagi, jika hartanya merupakan hasil usahanya sendiri. Dia akan merasa rugi ketika mengeluarkan sedikit hartanya, meski untuk menunaikan zakat atau bersedekah. Dia mengatakan, “Harta ini hasil dari jerih upaya saya. Jika saya mengeluarkan untuk orang lain, enak orang lain itu, dia hanya menerima enaknya saja. Sementara saya banting tulang untuk mendapatkan harta ini.”
Berubah dan kehilangan dalam hal tahta
Dalam hal tahta, sepertinya tidak hanya tahta yang sudah dimiliki saja yang menjadi problematika kehidupan. Jangan kan orang yang sudah memiliki tahta, yang belum memiliki pun merasa akan kehilangan jika tahta itu tidak dapat diraih. Sehingga, orang yang menginginkan tahta atau kedudukan, mengerahkan segala upaya dan menyusun strategi jitu untuk mendapatkan kedudukan.
Lebih-lebih yang sudah memiliki tahta atau kedudukan, dia juga menggunakan segala cara untuk mempertahankan posisinya agar tidak lengser atau jatuh. Baginya kedudukan itu merupakan sesuatu yang tidak boleh hilang dari posisinya.
Fakta tentang hal tersebut, tampak jelas dan nyata dalam dunia perpolitikan yang dewasa ini marak terjadi. Mungkin bisa dikatakan, semua peserta atau aktifis politik menggunakan cara-cara serba tipu muslihat, bagi yang belum memiliki kedudukan dan berambisi memiliki kedudukan berusaha mendapatkan kedudukan. Sementara yang sudah memiliki kedudukan mempertahankan posisinya. Semua ini sama-sama hanya karena takut kehilangan kedudukannya.
Akibat dari takut kehilangan kedudukan, mereka saling sikut, saling menyebar fitnah, merekayasa berkas atau informasi, saling menjatuhkan, saling bermusuhan, dan sebagainya. Akhirnya, yang menjadi korban dari semua kelakuan politikus tersebut, rakyat kehilangan kemakmuran, kedamaian, kenyamanan, keharmonisan, kesejateraan, ketenteraman, dan seterusnya.
Berubah dan kehilangan dalam hal cinta
Cinta yang berubah atau kehilangan cinta merupakan hal yang cukup menyiksa bagi para pecinta. Ketika orang yeng mencintai melihat ada sikap yang sepertinya berubah dari orang yang dicintai, dia merasa gelisah, karena takut sikap yang berubah itu merupakan tanda atau akan mengakibatkan cintanya hilang. Sementara dia sangat tidak siap jika cintanya hilang, apalagi tanpa ada sebab yang jelas.
Merasa takut kehilangan dalam hal cinta adalah salah satu sifat atau justru itu sebagai bukti bahwa dia benar-benar mencintai. Semakin cintanya dalam, maka semakin pula rasa takut kehilangan mencekam. Namun, hal tersebut jangan sampai membuat hati menjadi mati, sehingga dalam pandangan matanya, hanya seseorang yang dicintai saja yang ada di bumi ini, sementara yang lain dianggap tidak ada.
Merasa takut kehilangan yang keterlaluan itu, akan berkonsekwensi buruk. Bisa-bisa dia meyakini perasaannya dan meragukan kekuasaan Allah. Dengan demikian, ketika orang yang dicintai tidak menjadi miliknya atau hilang dari kehadirannya, dia akan merasakan keterpurukan yang sangat dalam, dia putus asa dan kemudian bunuh diri.
Untuk menghindar dari rasa takut kehilangan yang keterlaluan, harus mengingat bahwa masih banyak laki-laki atau perempuan di dunia ini. Tapi ingat! Ungkapan ini tidak bermaksud menyuruh seseorang mencari untuk memiliki banyak calon atau mengoleksi lalu diseleksi, atau poligami. Maksud yang tepat di sini adalah memberi motivasi pada seseorang, agar ketika yang dicintai tidak menjadi miliknya atau hilang dari kehadirannya tidak merasa kehilangan, karena masih ada yang lain yang akan menggantinya. Merasa kehilangan memang pasti ada, namun paling tidak, ketika orang yang dicintai hilang, ungkapan tersebut memberi isyarat bahwa ada orang lain yang siap menyambut cintanya.
Namun, yang paling tepat cara untuk menghindar dari rasa takut kehilangan adalah memahami dan menyadari bahwa dalam hidup pasti ada yang berubah dan hilang, tak terkecuali dalam hal cinta. Jika ini sudah menjadi paradigma hati, saat cintanya hilang, maka tidak terjatuh pada lembah keterpurukan.
Sebenarnya, Rasulullah pun merasa sangat kehilangan cintanya, ketika beliau ditinggal pergi untuk selamanya oleh Siti Khadijah. Sampai-sampai karena beliau merasa khilangan, beliau sering menyebut nama Siti Khadijah di depan istrinya.
Berubah dan kehilangan dalam hal fisik
Fisik bagi manusia merupakan bagian penting yang harus dijaga, dirawat, dan dilindungi. Demi fisiknya, ada yang sampai menjaganya dengan perawatan yang ekstra dan rutin. Tapi ada juga yang tidak begitu memperhatikan fisiknya. Bagi orang yang seperti ini, mungkin tidak merasa ruwet atau sibuk mengurusi fisiknya. Namun, bagi orang yang memperhatikan fisiknya, apalgi fisiknya dianggap menjadi modal utama untuk bersikap PD. Lebih-lebih bagi dia yang menjadikan fisiknya sebagai modal utama untuk mengais ekonomi.
Menurut orang yang memperhatikan tubuhnya dengan berlebihan, baik karena sebagai modal untuk tampil pede (percaya diri), mengais ekonomi, bangga dengan fisiknya, atau yang lain, dia akan bingung ketika sebagian fisiknya ada yang berubah. Contoh kecil jerawat. Ketika wajahnya berjerawat dia akan kebingungan mencari obatnya. Sibuk ke sana ke sini mencari dokter spesialis kulit wajah. Itu karena dia takut kecantikannya hilang.
Memang wajar hal demikian, tapi jangan sampai keterlaluan. Sehingga melupakan hal lain yang sebenarnya itu yang harus dipikirkan dan diperhatikan. Semisal, lebih memperhatikan fisiknya dari pada sifat, sikap, ilmu, dan ibadahnya. Banyak perempuan yang lebih memikirkan kecantikannya, keindahan tubuhnya dan penampilannya dari pada memikirkan sifat, sikap, ilmu, dan ibadahnya. Buktinya, ketika wajahnya jerawatan, berminyak, terlihat hitam dan kusam, pasti sibuk mencari pembersih, pemutih dan penyegar wajah. Sementara sifat dan sikap yang buruk sering kali diabaikan, lebih-lebih keilmuan dan ibadahnya. Ini bagi perempuan yang hanya sibuk dengan kecantikan dan ke-uwah-an penampilannya.
Namun tidak semunya begitu. Ada perempuan selain memperhatikan fisiknya, dia juga lebih memperhatikan akhlak, keilmuan, dan ibadahnya. Dia memperhatikan fisiknya karena ingin menjaga pemberian dari Allah, demi mensyukurinya, serta demi membuat suaminya merasa senang ketika melihat dirinya.