Telanjang, tak sehelai kainpun menutup kujur tubuh, berlumur darah, menangis menjerit-jerit laksana orang yang ketakutan serta buta isi dunia. Beruntung orang tua kita masih sudi meng-openi kita sampai menjadi besar sebagaimana yang ada saat ini. Kalau tidak, bisa jadi kita senasib dengan saudara-saudara yang teraborsi bahkan lebih mengerikan, tidak sedikit kita jumpai nasib saudara-sauadara kita yang mendekam di tong sampah gara-gara ketidak sudiaan orang tua untuk meng-openi mereka.
Ilustrasi ini sebagai gambaran bagi umat manusia ketika disapa oleh dunia. Sejak kedatangannya ke dunia mereka telanjang dan juga nanti pada saat dipanggil oleh Yang Kuasa mereka juga pulang dalam keadaan telanjang hanya terbungkus sehelai kain kafan yang tak penuh makna akan melilitnya. Peristiwa ini akan dialami oleh semua insan yang sedang menghirup angin kehidupan dunia, mereka tak pernah luput dari kejadian itu. Proses demi proses dalam menjalani kehidupannya, mereka mendapatkan Porsi warna hidup yang sangat variatif.
Ada yang kaya
Ada yang miskin
Ada yang pinter
Ada yang bodoh
Ada yang tampan
Ada yang jelek
Ada yang berkulit putih
Ada yang berkulit hitam
Fitrah kehidupan itu tidak pernah disadari oleh banyak orang yang memang keberadaannya melibatkan campur tangan Tuhan. Bagi yang tidak menyadari, mereka cendrung memilah-milih teman dalam hidup.
Yang kaya cendrung tidak bersahabat dengan yang miskin, yang pinter merasa enggan untuk berjalan selaras dengan yang bodoh dsb. Kalau kita sadari, kehidupan ini memang diciptakan dengan berpasang-pasangan dan keberadaannya saling membutuhkan. Yang kaya butuh kepada yang miskin untuk membantu mengerjakan aktivitasnya. Orang kaya tak mungkin disebut kaya kalau tidak ada orang miskin, begitu juga orang pinter tak mungkin disebut sebagai orang yang cerdas kalau tidak ada orang tolol.
Karenanya, Mari kita jangan memilah-milih teman hidup, keberadaan kita dalam mengarungi dunia sangat bergantung kepada kehidupan orang lain dan lagi kita tercipta untuk saling berhubungan dalam hal-hal yang saling menguntungkan antar sesama. Toh, pada akhirnya kita akan kembali pada tempat yang sama yaitu sisi Ilahi Rabbi.
”Jika kita melihat perbedaan antara
di mana kita berada dan
di mana kita ingin menjadikan
-perubahan secara sadar-,
maka itu berarti berbagai pikiran,
kata, dan aksi kita
sesuai dengan pandangan paling utama kita.”
(Neal donald Walsch dalam ”Conversation With God”)