Meraih Taubatan Nasuha [2]

0
937

Sering kali ketika ada nasihat tentang taubat, yang disampaikan adalah tentang taubatan nasuha. Taubat nasuha adalah taubat yang tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Ketika melakukan kesalahan yang sudah dilakukan, dia akan mengingat pada taubatnya itu. Tapi bukan berarti melakukan kesalahan yang lain. Taubatan nasuha itu taubat yang memberi motivasi untuk tidak melakukan kesalahan lagi, apalagi kesalahan yang sama.

Sulit rasanya meninggalkan dosa berupa perbuatan yang menjadi kecenderungan hasrat apalagi sudah menjadi kebiasaan. Karena memang semua apa yang dilarang merupakan sesuatu yang menjadi kecenderungan hasrat atau nafsu dan semua yang diperintahkan juga sesuatu yang tidak menjadi kecenderungan hasrat atau nafsu. Semuanya bertentangan dengan kehendak hasrat atau nafsu. Sesungguhnya, di sinilah letak kemulian seorang hamba mana kala mampu menundukkan hasrat atau nafsu untuk meninggalkan sesuatu yang dilarang dan mentaati sesuatu yang diperintahkan.

Dengan demikian, wajar saja jika seorang hamba melakukan dosa yang berupa kecenderungan hasrat atau nafsunya, meski dia sudah melakukan taubat bahkan gerkali-kali, tapi tetap saja dosa yang ditaubati terulang kembali. Lalu bagaimana untuk meraih taubatan nasuha? Taubat yang menjadi motivasi diri untuk tidak mengulangi, sementara hasrat atau nafsu selalu saja dan semakin membisiki.

Dalam proses melakukan taubat, Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin menejelaskan tentang prinsip taubat.  Ada tiga prinsip dalam taubat, yaitu: Menyesali dosa yang telah dilakukan, bersegera meninggalkan dosa yang sedang dilakukan, dan berkometmen untuk tidak mengulanginya lagi.

Tiga prinsip taubat di atas merupakan tingkatan yang mengelompokkan seorang hamba. Artinya, ada hamba yang hanya mampu menyesali tapi tak bisa segera meninggalkan dan tidak bisa menghindar untuk tidak mengulagi. Ada hamba yang bisa segera meninggalkan karena dia membayangkan betapa menyesalnya jika dosa yang dilakukan terus dilanjutkan, tapi di lain waktu dia mengulangi lagi, masih belum bisa berkomitmen untuk meninggalkan seterusnya. Ada hamba yang tidak hanya menyesal dan sekedar berhenti ketika melakukan dosa saja, bahkan dia mampu meninggalkan untuk seterusnya karena memang telah berkomintmen.

Untuk yang terakhir mungkin lumayan berat dilakukan, hanya hamba-hamba yang benar-benar khasyyah billah yang mampu melakukannya. Sementara untuk hamba yang standart masih dalam taraf satu dan dua; sekarang menyesal dan bisa berhenti seketika melakukan dosa, namun di waktu yang lain masih saja sempat mengulangi.

Mungkin makna taubatan nasuha bagi hamba yang standart lebih pas dimaksudkan, selalu melakukan taubat setiap terjerumus dalam lembah kemaksiatan. Kalau dimaksudkan tidak akan mengulangi lagi, sepertinya masih cukup sulit, tapi bukan berarti tidak mungkin. Yang penting pada esensinya sama, yaitu menyadari dosa dan mengurangi kwantitasnya dengan istighfar.

Orang melakukan dosa itu bukan berarti karena ingin menentang atau membangkang aturan Allah, melainkan karena iman yang lemah. Ketika iman kuat, seorang hamba tidak akan melakukan dosa. Menjaga iman tidak hanya cukup mengetahui syari’at Allah, tapi juga harus menyadarinya.

Tinggalkan Balasan