Kepentingan pribadi dan kepentingan bersama merupakan dua hal yang sering kali menjadi faktor kerusakan tatanan suatu komunitas kehidupan. Ketika kepentingan pribadi yang didahulukan di saat kepentingan bersama yang seharusnya diwujudkan terlebih dahulu, saat itulah kehancuran menimpa tatanan suatu komunitas kehidupan.
Siapa saja pasti memiliki kepentingan pribadi. Hal seperti ini wajar terjadi di saat orang-orang berkecimpung di tengah-tengah suatu komunitas. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika kepentingan pribadi tersebut hendak diwujudkan di tengah-tengah kepentingan bersama. Banyak sekali bukti tentang kasus kepentingan pribadi yang merusak tatanan suatu komunitas kehidupan. Tentu, kasus ini dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Kepentingan pribadi adalah kepentingan yang obyek keutungannya untuk satu pihak, semisal ketenaran status pribadi di tengah-tengah publik, meraih meteri yang dimanfaatkan untuk diri sendiri. Contoh konkritnya, memperjuangkan jabatan atau kedudukan untuk dirinya sendiri bukan untuk memperjuangkan kepentingan bersama dan bertujuan untuk meraih kesejahteraan hidup berupa kekayaan yang dinikmati sendiri. Inilah bukti berupa kepentingan pribadi yang rawan terjadi di dunia perpolitikan.
Saat ini merupakan momen yang sebentar lagi akan digelar pemilihan presiden. Pemilihan presiden adalah kepentingan bersama. Karena presiden-lah yang akan menjadi pemimpin untuk merangkul semua rakyatnya. Nah, ketika ada yang memiliki kepentingan pribadi atau kepentingan golongan, dan kepentingan bersama yang seharusnya didahulukan, ternyata disingkirkan karena bersemangat bagaimana kepentingan pribadi itu bisa diwujudkan, maka ketika itulah tatanan komunitas yang bernama Indonesia ini akan hancur.
Namun, relatif sulit membedakan kepentingan pribadi atau golongan dengan kepentingan bersama atau rakyat. Bagaimana tidak sulit, jika ketika para tokoh politik saling berupaya memperjuangkan kesejahteraan atas nama rakyat? Visi, misi, dan orasinya, semuanya berlabel kesejahteraan rakyat. Inilah yang membuat kita dilemma untuk menentukan pilihan kepada siapa yang berhak dan layak. Mungkin hal ini salah satu alasan yang tepat kenapa sebagian masyarakat golput.
Melihat dan membaca berita-berita tentang para tokoh politik bagaimana mereka berupaya akan memenangkan calon presiden, baik dirinya sendiri atau tokoh yang diusung, tampak dan terkesan saling sikut. Ngeri sekali. Cara-cara upaya yang mereka lakukan, semuanya menonjolkan bagaimana dirinya yang dipilih oleh rakyat, seolah dirinya yang paling layak dan yang lain “gak banget”.
Jika memang kepentingan rakyat yang diperjuangkan, kenapa tidak saling mendukung kepada yang memang berhak dan layak untuk menjadi pemimpin, bukan malah sibuk mendukung diri sendiri dengan merasa “gue yang layak, bro”.
Sepertinya rakyat di Negara ini tidak memiliki kehormatan, sehingga untuk menjadi orang yang dihormat harus menyikut yang lain. Sepertinya Negara ini miskin, sehingga untuk mencari sesuap nasi harus memakan daging saudarnya sendiri. Sepertinya Negara ini dihuni oleh makhluk yang tidak memiliki hati, sehingga untuk memperjuangkan keadilan harus dengan “anarki”.