Kiai Muda yang Disegani

0
1418

Foto Kiai Fawaid Muda

Profil Almaghfurlah KHR. Ahmad Fawaid As’ad

Jam sembilan malam, kami baru menginjakkan kaki di kota Situbondo, perjalanan beratus-ratus kilo meter yang tentunya ditempuh berjam-jam duduk di bus memang bukan perjalan yang mudah. Kelelahan seakan sirna ketika kami memandang pohon kurma yang menjulang gagah, hati terus bertasbih dan bersyukur kepada Allah bisa menikmati dan bertafakur di bawah pohon istimewa yang ditanam KHR. As’ad Syamsul Arifin. Pohon kurma yang ternyata mengeluarkan buah itu adalah satu dari karomah Kiai sepuh yang menjadi panutan warga nahdiyin nusantara.

Kami bermalam di rumah KH. Dhofir Jazuli BA guru sepuh Pesantren Sukorejo dan kakek kami sendiri, dari kediaman almaghfurlah kami bisa sedikit mengupas sosok KHR. Ahmad Fawaid As’ad Allahumma yarham yang luarbiasa. Tentunya, menulis tentang beliau adalah seumpama menimba air di samudera yang luas dan dalam, di semua sisi kehidupan istimewa beliau terlalu dalam dan luas untuk bisa kami simpulkan dalam sebuah tulisan singkat. Namun, paling tidak kami sebagai salah satu santrinya dengan penuh keharuan dan rasa rindu mengenang beliau dengan indah.

Manajemen Modern Pesantren
Setelah Kiai As’ad Syamsul Arifin wafat, mulai 1990 pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo diasuh oleh KHR. Ahmad Fawaid pada usia yang masih 22 tahun. Banyak pihak mengira, sepeninggalan Kiai As’ad, Pesantren Sukorejo, sebutan populernya, akan sulit menyerap santri baru. Namun, kekhawatiran itu ternyata tidak terbukti.

Di bawah kepemimpinan Kiai muda ini, Pesantren Sukorejo terus meroket dengan jumlah santri terus berdatangan. Bila pada zaman Kiai As’ad jumlah santri Salafiyah 5.000-an santri, pada kepemimpinan Kiai Fawaid menembus angka 15.000-an santri yang mukim.

Kiai Fawaid berhasil mengkombinasikan antara pola dan tradisi pesantren salaf dengan manajemen modern sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga banyak orang tua yang menitipkan putra-putrinya di pesantren ini. Di antara kebijakan yang diterapkan adalah, mengaplikasikan manajemen terbuka. Hal ini terlihat dari penunjukan sejumlah santri yang berprestasi untuk memegang posisi penting di kepengurusan pesantren dan lembaga pendidikan yang ada.

Hasilnya, dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan Pesantren Salafiyah terus berkembang. Seperti, Ma’had Aly li Ulumi Islamiyah Qismul Fiqh atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ma’had Aly, sebuah lembaga pasca pesantren yang menitikberatkan pada kajian ilmu-ilmu fiqih. Begitu pula, bangunan fisik pesantren juga mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Begitu juga sistem pendidikan berbasis kompetensi juga mulai diterapkan di pesantren ini.

Pendidikan tinggi yang ada di pesantren ini menyerap sekitar 2.500 mahasiswa. Ada tiga fakultas di bawah naungan Institut Agama Islam Ibrahimy (IAII), yakni Fakultas Tarbiyah, Syariah, dan Dakwah. Di samping itu ada dua akademi dan satu sekolah tinggi, yaitu Akademi Perikanan (Aperik), Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (Amik), dan Sekolah Tinggi Ilmu Perawat (Stiper). Juga ada Program Pascasarjana dengan Konsentrasi Manajemen Pendidikan Islam (MPdI) dan Konsentrasi Metodologi Istimbat Hukum Islam (MHI).

Namun, jenjang pendidikan formal yang ada di Pesantren Sukorejo tidak semerta-merta menjadi tolok ukur, bahkan pendidikan non formal diniyah menjadi borometer utama pesantren yang telah mengeluarkan ribuan alumni yang tersebar di penjuru nusantara ini. Bisa dilihat dengan wajibnya jenjang madrasiyah di Pesantren Sukorejo, bagi seluruh pelajar baik yang masih siswa ataupun mahasiswa.
“Tiga syarat di Pesantren Sukorejo asuhan Kiai Fawaid adalah, fasih membaca Alqur’an, bisa membaca kitab kuning, dan berakhlakul karimah” sebut Lora Fadloil yang kami wawancarai di kantor pusat pesantren. Hal serupa disampaikan oleh KHR. Azaim Ibrahimy pengganti Kiai Fawaid yang menyambut kami dengan muhadatsah arabiyah (dialog bahasa Arab) ketika menerima para wali murid ajaran baru, beliau yang baru saja datang dari Mekah (Rushaifah Abuya Sayid Ahmad bin Muhammad Al Maliki) itu menekankan bahwa, pentingnya ilmu agama, karena ia adalah ilmu yang abadi dan yang akan dibawa ke sisi Allah dan yang harus diutamakan di pesantren, khususnya Pesantren Sukorejo.

Persabatan Beliau dengan Si Raja Dangdut
Salah satu sahabat terdekat beliau adalah Raja Dangdut Rhoma Irama, aktor yang melejit beberapa puluh tahun lalu itu bila ada acara di wilayah tapal kuda, Bang Haji selalu menyempatkan diri bersilaturahmi ke Kiai Fawaid di Ponpes Sukorejo.
Kedekatan Bang Haji dengan Kiai Fawaid bukan semata-mata karena suka dengan lagu-lagu ciptaan sang maestro dangdut tersebut. Lebih dari itu, Kiai Fawaid sering menjadi teman Rhoma dalam berdiskusi. Mulai masalah agama, sosial kemasyarakatan, politik, hingga musik sekalipun.

Bahkan lagu-lagu terbaru Soneta Group (group dangdut Rhoma Irama) sebelum lagu itu beredar di pasaran, lebih dahulu dihadiahkan kepada Kiai Fawaid. Biasanya, lagu itu oleh beliau diputar di stasiun radionya yang berada di Jalan Anggrek, Situbondo. Koleksi lagu Rhoma Irama yang dimiliki Kiai Fawaid sejak tahun 60-an. Mulai lagu Rhoma masih disalin dalam bentuk piringan hitam hingga kini yang berbentuk compact disc (CD). Itu mengapa, ketika Rhoma Irama akan meluncurkan website www.rajadangdut.com pada awal 2007 silam, Bang Haji memohon kepada Kiai Fawaid untuk membantu mendokumentasikan seluruh lagu yang dia ciptakan dan nyanyikan. Selain untuk kepentingan museum, lagu-lagu tersebut juga akan ditampilkan di website sang legenda musik dangdut itu.

“Lirik lagu Rhoma Irama begitu Islami, nasionalis, demokratis, dan sangat merakyat. Tema-tema lagunya sangat beragam. Ada asmara, kritik sosial, nasihat yang diselingi komedi dan kebanyakan adalah lagu-lagu dakwah,” komentar beliau pada suatu kesempatan.

Politik Li Mashlahatil Ummah
Dalam kesibukan beliau membina ribuan santri, Kiai Fawaid masih meluangkan waktu untuk kepentingan umat. Salah satunya adalah menjadi pelopor tempat aspirasi masyarakat. Salah satunya dengan terjun di dunia dunia politik.

“Kalau kita melihat sejarah pesantren, khususnya Sukorejo, maka kita harus berkontribusi langsung,” komentar Kiai Fawaid, yang disampaikan oleh Lora Fadloil, Sekretaris PP Salafiyah Syafi’iyah sekaligus kerabat beliau. Bahkan, menurut Ra Fadloil lagi, dalam berpolitik, Kiai Fawaid menerapkan transparansi dalam distribusi alur keuangan dalam partai. Tidak ada konpensasi uang yang bermain di dalamnya. “Politik tidak selalu kotor” begitu komentar Kiai Fawaid.

Konsep asasiyah li maslahatil ummah (berpolitik untuk kemashlahatan umat) memang menjadi pakem utama para Ulama dalam memperjuangkan suara rakyat dalam kancah perpolitikan nasional. Perjalanan politik ini ditegaskan oleh Ustad Ahmad Hamdi yang kami hubungi lewat via telepon, Ketua Lajnah Bahtsul Masail (LBM) Pesantren Sukorejo ini mengatakan, “Politik Kiai Fawaid adalah politik keumatan, karena sebuah perubahan sulit atau bahkan tidak mungkin dicapai kecuali punya jabatan strategis. Dan itu harus lewat politik dengan segala resiko dan konsekuwensinya.” Jabatan terakhir KH Fawaid adalah ketua DPC 2006-2011 PPP dan terpilih lagi kedua kali untuk menjabat dari tahun 2011-2016.

Yang menarik, adalah ketika ternyata Kiai Fawaid juga sangat memperhatikan kondisi Indonesia yang sudah carut marut dengan praktek korupsi. Apresiasi beliau begitu besar hingga bekerjasama dengan KPK dan lembaga hukum anti korupsi, dengan mendatangkan penegak hukum itu untuk mengadakan seminar di Pesantren Sukorejo.

Kecintaan dan Perhatian kepada Pesantren dan Umat
Kiai Fawaid dengan penuh semangat siang dan malam membagi waktu, tenaga, dan pemikiran beliau untuk pesantren dan kemaslahatan umat. Pemimpin santri berarti khodimnya pesantren, tokoh masyarakat adalah menciptakan kemaslahatan umat, mungkin itulah sedikit gambaran opini beliau.

 

“Sulit saya menggambarkan betapa besar perjuangan beliau kepada pesantren dan kemaslahatan umat” tambah Ra Fadloil lagi penuh keharuan. Bahkan menurut orang terdekat yang mendampingi Kiai Fawaid ketika sakit di Surabaya ini, Kiai Fawaid sering berpesan, “Engko’ matoro’ah ponduk,” (Saya nitip pondok), pesan itu sering disampaikan, bahkan ketika mendekati wafat beliau.
Kiai Fawaid juga dikenal sangat memerhatikan persoalan umat, itu mengapa ndalem beliau sangat terbuka bagi siapapun. “Seminggu sebelum beliau wafat, dalam keadaan sakit keras beliau masih mau menghadiri acara maulidur rasul di Surabaya. Ini tak lain adalah saking perhatiannya beliau kepada umat” tutur Ra Fadloil membenarkan.

Nasihat Kepada Santri dan Alumni
Tentunya, orang soleh ibarat sebuah muara sungai yang mengalirkan petuah-petuah atau hikmah yang menjadi tanda dari kebeningan hatinya. Pun, Kiai Fawaid yang menjadi panutan umat seumpama aliran air yang bening tanda dari kebersihan hati beliau, dalam memberikan petunjuk kepada para santri dan masyarakat. Sebuah indikasi nyata bahwa, beliau adalah laksana lentera yang menerangkan hati.

“Nasihat yang beliau sering sampaikan kepada kami adalah, berusaha amanah, alumni dan santri harus berdakwah, dan juga menjaga akhlak kepada guru, ‘Be’en bisa macah ketab jiyah, margenah guru be’nah neng langgereh,’ (Kamu bisa ngaji dan membaca kitab itu berkat gurumu yang mengajar dulu di langgar) itulah substansi pentingnya penghormatan kepada seorang guru yang disampaikan beliau.” Ujar sosok low profil ini menambahkan.

Mentari Timur itu Meninggalkan Kita
Banyak tokoh yang mengatakan 2012 adalah masa berkabungnya Indonesia, khususnya warga nahdiyin Jawa Timur. Entah sudah ratusan ribu air mata tertumpah mengiringi kepergian para Ulama yang menjadi panutan. KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Ahmad Shofyan Situbondo, dan KHR. Fawaid As’ad serta beberapa Ulama lain. Para lentera hati dipanggil oleh Allah. Tentunya, sunnatullah itu menggetarkan hati dalam kesedihan bagi seluruh warga nahdiyin.
Kami yang hadir ke Pesantren Sukorejo hanya bisa terpaku berbaur dengan lautan manusia yang menangis mengiringi pemakaman Kiai Fawaid. Ratusan mobil pentakziyah dari berbagai penjuru daerah berebutan masuk Situbondo yang berdatangan mungkin tanda bahwa, beliau adalah orang yang sangat dicintai umat.

Jalur utama Probolinggo akses masuk ke Situbondo sampai macet total, banyak dari ribuan penta’ziyah yang tidak bisa mengikuti prosesi pemakaman beliau.
KHR. Ahmad Fawaid As’ad, wafat pada hari Jumat, 9 Maret 2012, pukul 12.15 WIB, di Graha Amerta RSU Dr. Soetomo Surabaya. Kiai Fawaid meninggal dunia setelah dirawat karena penyakit jantung dan gula dalam usia 43 tahun. Beliau dimakamkan ba’da Isya di komplek pemakaman Pesantren di sebelah barat masjid Pesantren Sukorejo.

Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj berkomentar, ”Atas nama NU dan pribadi saya turut berduka. Beliau masih muda, tapi disegani di kalangan Kiai di Jawa Timur, dan Pulau Jawa pada umumnya,” ungkap Kiai Said. Warga NU juga disarankan melaksanakan salat gaib bagi yang berhalangan melakukannya secara langsung.
Hal senada disampaikan oleh ketua PWNU Jatim KH. Mutawakil Allallah, beliau mengintruksikan kepada seluruh masjid dan musalla warga NU Jatim menggelar salat Ghoib berjamah dan mengadakan tahlil. Menurut beliau, Kiai Fawaid saat ini menjabat sebagai A’wan Syuriah PWNU Jatim dan juga ketua PCNU Situbondo periode lama.
Rais Syuriyah PBNU KH. Afifuddin Muhajir menyatakan, meninggalnya Kiai Fawaid merupakan sebuah berita duka yang sangat dalam. “Kita kehilangan bukan hanya sekedar kehilangan. Ini kesedihan mendalam tak hanya bagi pesantren, tetapi juga bagi umat. Santri beliau ada di mana-mana di seluruh Indonesia.”

Karangan bunga dari Presiden, pejabat tinggi Negara dan beberapa tokoh nasional serta isak tangis puluhan ribu manusia yang masih berdatangan walau sudah beberapa hari dari wafat beliau, dari penjuru nusantara menunjukkan bahwa, beliau yang masih muda sangat disegani dan menjadi rujukan serta panutan umat yang dicintai. Semoga keluarga dan para santri Pesantren Sukorejo, serta kita semua dapat meneruskan perjuangan dan amaliyah beliau. Al Fatihah.

 

 

Oleh: H. R. Umar Faruq,

Penulis buku, Aku Ingin Menjadi Santri, Selamanya..

Kepala Sekolah Menulis Flp Lamongan

Tinggalkan Balasan