K E S E T I A A N

0
715

K E S E T I A A N

Jujur dalam persiapan untuk menjumpai Allah adalah kunci seluruh amal-amal shalih.

(Ibnul Qayyim rahimahullahu, Tharîq al-Hijratain, I/381)

Ilmu yang bermanfaat adalah

apa yang dengannya seorang hamba mengenal Rabb-nya, mendapatkan petunjuk kepadaNya, senang kepadaNya, malu dariNya, mendekat kepadaNya dan tunduk terhadapNya.

(Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullahu, Fadhl ‘Ilm as-Salaf ‘ala al-Khalaf)

Imam ar-Raghib al-Ishfahani rahimahullahu
menjelaskan bahwa K E S E T I A A N adalah sebuah sifat yang mesti ada bagi kemanusiaan, yang menunjukkan pada kemuliaan pribadi seseorang. Ia juga berkata, “Kesetiaan adalah kekhususan bagi manusia.

Siapa yang hilang darinya sifat tersebut maka ia telah lepas dari sifat kemanusiaannya sebagaimana halnya kejujuran.

Allah telah menjadikan (sikap komitmen terhadap) perjanjian termasuk bagian keimanan, dan menjadikannya sebagai penopang bagi urusan-urusan manusia. Manusia butuh kepada kerjasama.

Dan kerjasama itu tidak mungkin terwujud kecuali dengan menjaga kesepakatan dan kesetiaan.

Kalau bukan karena hal itu, niscaya hati-hati manusia akan lari dan rusaklah penghidupan. Karena itulah Allah memperingatkan tentang pentingnya urusan ini…”

(Adz Dzarî’ah ilâ Makârim asy Syarî’ah, hal. 292)

Diantara hadits yang sangat penting dalam perkara ini adalah

hadits yang diriwayatkan ‘Amr bin ‘Auf al-Muzani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

Bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

المسلمون على شروطهم، إلا شرطا حرم حلالا أو أحل حراما

“Kaum muslimin wajib menunaikan persyaratan yang telah disepakati. Kecuali persyaratan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

(HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)

Sabda beliau :

“Kaum muslimin wajib menunaikan persyaratan yang telah disepakati”, yaitu komitmen diatasnya dan tidak mangkir darinya.

Seorang muslim menunaikan seluruh hak dan kewajibannya, dan tidak lari darinya. Tidak mencari-cari alasan untuk menggugurkannya atau lepas darinya.

Bahkan, agama dan imannya mengajarkan dia untuk menunaikan hak-hak dan setia dengan perjanjian dan kesepakatan.

Sabda beliau tersebut merupakan

kaedah yang mengumpulkan antara muru’ah, amanah, agama dan kejujuran seseorang.

Sebagaimana dikatakan dalam pepatah Arab :

“Manusia diikat dengan ucapan lisannya, dan hewan diikat dengan tali”. Jika seorang manusia mengucapkan satu kata perjanjian, dia wajib komitmen dengannya.

Jika dia menetapkan atau menyepakati persyaratan tertentu pada saat ini, kemudian dia abaikan kemudian, maka yang seperti ini haram.

Kalau setiap manusia boleh seenaknya mengabaikan persyaratan-persyaratan yang dibuat atau disepakati antar mereka, niscaya tidak akan pernah tegak urusan-urusan kehidupan ini.

Sumber : Ummu Fahrian Ida

Tinggalkan Balasan