Puasa di Negara yang Siangnya Terlalu Lama
Sejak kecil kita semua mengerti bahwa puasa itu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan sejak beduk Shubuh dipukul hingga pukulan beduk sembahyang Maghrib. Semua kitab Fiqih yang diajarkan kepadap kita sejak kecil menjelaskan rinci syarat sah puasa, rukun puasa, hal-hal yang membatalkan puasa.
Norma yang tertera dalam kitab Fiqih itu sebenarnya merupakan simpulan dari pembacaan para ulama terhadap Al-Quran dan Hadits. Dalam konteks ketentuan puasa, ulama kita merujuk pada Surah Al-Baqarah ayat 187.
وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر
“Makanlah dan minumlah hingga jelas bagimu mana benang putih dan mana benang hitam karena fajar.”
Tentu saja ayat ini menyasar masyarakat yang mendiami letak geografis yang mirip dengan letak geografis Arab dari segi durasi siang dan durasi malam dalam sehari. Artinya, ayat ini tidak menyasar pada letak geografis yang bersifat kasus langka.
Abdul Hamid As-Syarwani dalam Hasyiyah ala Tuhfatul Muhtaj menyebutkan sebagai berikut.
ألفاظ الشارع إذا وردت منه تحمل على الغالب فيه. والأمور النادرة لا تحمل عليها
Lafal Allah sebagai pembuat syariah bila datang, ditanggungkan pada kondisi yang lazim. Sementara perkara yang langka, tidak ditanggungkan oleh lafal tersebut.
Ibnu Abidin yang bermadzhab Hanafi di dalam Raddul Muhtar, menyebutkan sebagai berikut.
لأن القصر الفاحش غير معتبر كالطول الفاحش والعبارات حيث أطلقت تحمل على الشائع الغالب دون الخفي النادر
Pendek yang kelewat batas itu tidak masuk kategori, sama seperti panjang yang kelewat batas. Sementara ibarat-ibarat itu ketika diungkapkan, ditanggungkan pada yang kenyataan umum lagi dominan, bukan pada kenyataan yang tersembunyi lagi langka.
Lalu bagaimana dengan penduduk belahan dunia di mana pembagian siang dan malam cenderung ekstrem. Artinya adakalanya siang terlalu lama atau malam terlalu lama. Katakanlah seperti negara-negara di Skandinavia yang berpuasa kurang lebih 21 jam seperti Swedia, Norwegia, Finlandia. Sedangkan di Rusia orang berpuasa 19 jam, di Amerika 16 jam atau di Inggris 17 jam 45 menit. Praktis mereka berpuasa lebih dari 15 jam.
Lalu bagaimana mereka mengatur waktu puasa? Patokan apa yang mesti digunakan? Hal ini juga berlaku untuk waktu sembahyang. Dalam kasus ini, ilhaq sebagai suatu mekanisme pengambilan keputusan hukum di dalam bahtsul masail NU menemukan kontekstualisasinya. Ilhaqul masa’il bi nazha’iriha ialah upaya mengidentifikasi suatu kasus baru yang sudah dimaklum kepada furu’ yang sudah ditetapkan para ulama.
Dengan metode ilhaq, bisa dibilang penduduk belahan dunia tertentu yang siang atau malamnya terlalu lama, tidak menggunakan peredaran terbit atau terbenamnya matahari sebagai penanda waktu puasa atau sembahyang.
Mereka bisa mengambil perhitungan waktu imsak dan berbuka puasa dari jadwal negara terdekat yang memiliki durasi siang dan malamnya cenderung berimbang atau kurang lebih berimbang.
Dengan kata lain, mereka tetap bisa berpuasa dan berbuka puasa meskipun matahari masih memancar, belum tenggelam. Dengan pilihan seperti ini, mereka tetap bisa beribadah dan beraktivitas tanpa terganggu dengan peredaran matahari.
Pilihan ini bisa menjadi alternatif di tengah perintah Al-Quran untuk puasa dan sembahyang tanpa menimbulkan kemudharatan terhadap mereka yang mengamalkannya. Allah sendiri tidak menghendaki kesulitan bagi umat-Nya sebagai mana difirmankan.
يريد الله بكم اليسر ولا يريد بكم العسر
Allah menghendaki kemudahan untukmu. Allah tidak menghendaki kesulitan bagimu.
Singkat kata, pilihan ini menujukkan kelenturan hukum Islam dengan tetap menjaga norma-norma umumnya. Sesuai dengan kaidah Fiqih sebagai berikut.
النزول الى الواقع الأدنى عند تعذر المثل الأعلى
Turun ke realitas yang lebih rendah dimungkinkan ketika udzur mewujudkan idealitas yang lebih tinggi. Wallahu a’lam.
Sumber : NU Online