Perlu Komitmen Kuat Kembangkan Wisata Halal

0
363

Bandung — Masih banyak pekerjaan rumah untuk mengembangkan wisata halal. Karena itu seluruh pemangku kepentingan dunia pariwisata Indonesia seharusnya bersikap agresif dalam melakukan percepatan pengembangan wisata halal.

Menurut pengamat ekonomi dan marketing Universitas Padjadjaran Bandung, Popy Rufaidah, Ph.D, agresivitas tersebut diperlukan untuk merespons positif keinginan target pasar wisatawan pencari wisata halal yang secara ekonomis memang menggiurkan.

Soal keharusan untuk agresif itu, dia sendiri sudah pernah menyampaikan dalam kongres tahunan Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (AFEBI) yang dihadiri para dekan, ketua program studi, serta para pengajar fakultas ekonomi PTN dan PTS se-Indonesia pertengahan bulan ini di Pontianak.

“Dengan demikian, kita berharap ada efek multiplier untuk menyadarkan bahwa potensi bedsar tersebut hanya bisa kita rebut tanpa berleha-leha,” kata Sekjen AFEBI yang juga anggota Badan Promosi Pariwisata Daerah Jawa Barat ini dalam siaran persnya, Ahad (29/11).

Dia menjelaskan berdasarkan riset Amadeus, wisatawan muslim dari Timur Tengah, seperti Saudi Arabia, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Oman tersebut diprediksi akan membelanjakan uang senilai 60 miliar dolar AS tahun ini. Jumlah itu akan meningkat menjadi 216 miliar dolar AS sampai 2030 mendatang.

Sementara, para wisatawan pencari produk halal tersebut adalah pengguna aplikasi aktif seperti Halal Gems, yang menawarkan daftar halal restoran di berbagai tempat. Pengembang dan editor aplikasi tersebut, Zohra Khaku, menarik keuntungan dengan mengutip tariff tertentu secara tahunan kepada restoran-restoran tersebut.

Karena itulah saya katakan perlunya agresivitas untuk mengambil peluang-peluang tersebut, yang saat ini masih terbuka lebar,” kata Popy.

Caranya, menurut Popy, antara lain agar semua pihak berpartisipasi aktif mendukung branding wonderful Indonesia dengan wisata halal. Selain itu, segera melakukan pengusulan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang penetapan standard mutu layanan halal. Perlu pula menyegerakan adanya sejumlah panduan ringkas penarik wisatawan mancanegara untuk mengunjungi destinasi halal di Indonesia.

Peluang lainnya, menurut Popy, adalah pengembangan sejumlah aplikasi yang masih sangat kurang di Indonesia, yang menampilkan daftar pusat perbelanjaan dengan fasilitas mushola berstandar internasional, daftar mesjid bersejarah dengan informasi dalam tiga bahasa ( Indonesia, Inggris dan Arab), daftar hotel yang menyediakan kolam renang tertutup bagi wanita, daftar makanan dan minuman halal berbasis kearifan lokal berciri kota atau daerah tersebut.

Semua hal tersebut bisa dibagi secara alamiah oleh berbagai pemangku kepentingan dunia pariwisata Indonesia. “Hanya bila kita agresif, maka pencapaian 20 juta wisatawan mancanegara ke Indonesia di 2019 bukan hanya tercapai, bahkan mungkin terlampaui,” tandasnya. (s@if/rol)

Tinggalkan Balasan