Beberapa Budaya Indonesia yang tidak Sepaham dengan Islam

0
799

Peristiwa

Indonesia kaya akan khazanah budaya dan tradisi yang turun menurun selalu diwariskan oleh nenek moyang dahulu, perkembangan zaman dan majunya teknologi ternyata tidak membuat beberapa tradisi yang dilakoni oleh sebagian masyarakat di daerah ditinggalkan begitu saja.

Contoh saja seperti tradisi lempar nasi atau lebih dikenal dengan sebutan nyadran sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Desa Plnglor, kecamatan kedunggalar, dalam ritual itu warga saling lempar nasi yang terbungkus pisang dan daun jati.

Menariknya meski kerap terjadi kontak fisik tidak menyulut emosi dan rasa permusuhan. Sebaliknya mereka malah tampak kompak. Biasanya orang yang ingin menyaksikan nyadran menyebutnya perang nasi.

Ritual adat perang nasi ini merupakan bentuk rasa syukur warga yang mayoritas petani atas hasil panen selama setahun. Kegiatan ini diadakan ketika panen kedua. Beberapa tahun terakhir nyadran sering diadakan setelah lebaran.

Nasi yang dijadikan lemparan berasal dari seluruh warga. Mereka wajib membawa beberapa bungkus, kemudian dikumpulkan di salah satu tempat lampang dilokasi nyadaran mengelilingi sendang tambak selo yang dipercaya sebagai persemayaman leluhur desa.

Selain membawa nasi yang dibungkus daun pisang dan jati, beberapa warga juga mengusung sesajian dan dupa. Sesaji yang berupa Bunga beraneka ragam dikumpulkan di bawah pohon trembesi yang sudah berumur ratusan tahun. Sedangkan dupanya dibakar dekat tumpukan sesaji yang dikumpulkan warga.

Ritual nyadaran dipercaya membawa berkah bagi warga. Apa yang diinginkan biasa terkabul. Ada yang meminta jabatan tinggi, laris dalam berdagang dan yang utama keselamatan dalam berbagai hal. Kegiatan ini sudah menjadi ritual turun-temurun bagi warga desa pelanglor kedunggalar (Jawapos 15/09/2012)

Tradisi unik lain bisa kita jumpai juga di desa adat kapal, Badung Bali. Yakni perang tipat dan bantal. Dua-duanya adalah makanan berbahan beras dan ketan yang dibungkus janur. Tipat berbentuk segi empat, dibuat dari beras dan dan dibungkus janur, sedang bantal berbentuk lonjong dan dibuat dari ketan.

Tradisi itu merupakan ungkapan rasa syukur atas melimpahnya hasil bumi. Atraksi perang-perangan tersebut berlangsung selama 20 menit dan diakhiri dengan salaman dan pelukan. (jawa pos 10/10/2012).

Melihat beberapa fenomena peristiwa dan kejadian di atas sudah menjadi bukti nyata bahwa tradisi yang dilakoni oleh sebagian masyarakat yang berada wilayah daerah menjadi ciri khas yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.

Dalam perspektif sosiologis hal ini menjadi khazanah budaya bangsa Indonesia, bahwa Indonesia memiliki ragam kebudayaan dan tradisi yang unik.

Tradisi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat atau budayawan yang ingin meniliti akan makna dan maksud dari peristiwa yang terjadi di sebagain masyarakat yang tinggal di daerah.

Tetapi tidak menutup kemungkinan adanya beberapa tradisi tersebut bisa menimbulkan kontradiksi dan konflik ideologismissal dalam kacamata teologis.

Agama dan konflik sosial

Seperti penelitian yang dilakukan oleh CliffordGeertz Antagonisme antara beberapa kelompok keagamaan cukup mudah didokumentasi. Geertz Ketegangan jelas terjadi antara kaum santri dan dua kelompok lainnya yakni priyayi dan abangan.

Ketegangan antara priyayi dan abangan diekspresikan secara lebih halus dibandingkan dengan ketegangan antara kedua kelompok yakni santri yang lebih eksplisit pengungkapannya.

Biasanya kebencian diarahkan pada aspek moralitas, sedangkan dalam serangan priyayi kritik terhadap toleransi santri sering dicampur adukkan dengan perbedaan teoritis mengenai pola kepercayaan.

Dari pihak kaum abangan memberikan serangan yang tak kalah tajam, mereka menuduh kaum abangan sebagai penyembah berhala dan dan menuduh priyayi tidak dapat membedakan dirinya dengan Tuhan (kesombongan yang besar dosanya) dan mereka cenderung mencap setiap orang diluar kelompoknya sebagai komunis.

Pada tingkat ideologi perbedaan antara abangan dan priyayi agak kabur, karena kedua golongan ini memiliki relativisme umum dan karena kaum abangan tidak tertarik pada dogma dalam hal apapun. Banyak priyayi khususnya yang mempunyai pendidikan lebih baik, menganggap kepercayaan mereka terlalu berlebihan.

Tetapi priyayi jarang mengungkapkan rasa tak suka mereka secara langsung dan ekslpisit terhadap kepercayaan dan praktek abangan yang mayoritas berpofesi petani tersebut.

Perspektif teologis Islamis              

Kepercayaan dan tradisi yang dijalankan oleh sebagian masyarakat di daerah seperti di atas dalam perspektif pemikiran mereka dikateogrikan untuk ngalap berkah dan keselamatan.

Kata berkah bila dimaknai dalam Islam akan berbeda kata berkah adalah an-nama’ waz ziyadah yakni tumbuh dan bertambah sehingga keberkahan itu melahirkan sebuah konsep yakni:

Pertamaberkah dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh. Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting, apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas

Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang halal dan thayyib, bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan dalam firman surat Al A’raf: 96 adalah rizki yang diantara rizki itu adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah.

Disamping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan nilai-nilai kebaikan

Ketigaberkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh,

Indonesia adalah bumi yang sangat kaya raya, namun pada sisi lain rakyat berada dalam kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan, keterpurukan, dan kondisi lainnya yang memprihatinkan.

Paling tidak ada dua alasan utama yang menyebabkan keberkahan hidup itu hilang atau telah diangkat oleh Allah, yaitu: pertama, jika umat Islam telah menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya, tanpa mempedulikan apakah cara yang ditempuhnya benar ataukah salah dalam pandangan Islam.

Misalnya, banyak orang berlomba mencari jabatan tanpa mengindahkan apakah jalan yang ditempuhnya sesuai prosedur ataukah tidak. Ujung-ujungnya jabatan itu diraihnya dengan segala cara dan digunakan untuk memperkaya diri sendiri serta dipertahankan secara membabi buta.

Rasa kebersamaan yang ditumbuhkan melalui praktik ungkapan rasa syukur dan keberkahan perlu dimaknai secara benar, keberkahan itu adalah memanfaatkan hasil yang telah diperoleh untuk aspek kemanfaatkan dan kesejahteraan bukan untuk di hambur-hamburkan demi kesenangan sesaat.

Khazanah kebudayaan yang beragam di Indonesia memang menjadi daya tarik untuk diteliti, tapi harus dimaknai secara subtantif tidak pada tataran kesenangan (hedonisme) semata. Itulah makna dan nilai dari rasa syukur dan berkah yang sebenarnya yakni mengupayakan segala hal pada aspek kemanfaatan sesuai dengan syariat yang telah Allah turunkan dalam petunjuknya yakni Al Qur’an dan Sunnah. Oleh sebab itu, mengedukasi masyarakat kebawah diperlukan kerja yang persuasif  dan terus menerus, penyadaran tersebut bisa dilakukan melalui dakwah yang makruf seperti yang diajarkan oleh Rasulullah yaitu ‘ud’u ila sabili rabbika bil hikmati wal mau’idhitil hasanati wajadilhum hia ahsan”.

Bila kita maknai akan mengandung penafsiran bahwa berdakwah harus dengan hikmah. Hikmah dimaknai sebagai sesuatu yang bijak tidak gegabah dan “kemrungsung” (bahasa jawa) harus mengatur strategi dan memahai karakter masyarakat, kemudian yang kedua adalah dengan mauidhah yakni bil-lisan (perkataan), yang jelas perkataan yang santun dan bertatakrama bukan perkataan yang menghina apalagi mengdiskritkan kelompok, jalan terakhir bila mengalami tantangan baik berupa bantahan dan sanggahan ajaklah dengan “jadil “ (berdebat) berdebat yang dikamsudkan disini adalah menyanggah dengan argument-argumen yang bisa menyadarkan mereka kepada kebenaran.

Itulah ajaran yang diajarkan oleh Allah kepada Rasulluah SAW. untuk dipraktikkan dalam berdakwah. Semoga kita bisa menjalankan apa yang telah Alllah dan Rasulnya perintahkan kepada kita, dengan selalu berjuang dan menegakkan agama Allah. Tetaplah bersyukur dan mengharap berkah serta ridho dari Allah SWT. Amin

Oleh: Hamam Burhanuddin, M.Pd.I, ( Balen Bojonegoro Jawa Timur 62182), Img: 3ZSLOavycyU

Tinggalkan Balasan