Manusia sejak awal memang diciptakan oleh Allah untuk menghuni planet bumi ini, Allah membahasakannya sebagai Khalifah fi al-Ardh. Hal ini sudah ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya. Namun Allah tidak melepaskan begitu saja keberadaan manusia di bumi, Allah masih memberikan aturan-aturan. Berhubungan dengan ini, lalu ada manusia yang mentaati peraturan-Nya, namun lebih banyak yang tidak mentaati aturan-Nya. Dalam salah satu ayat Allah berfirman,
تِلْكَ آَيَاتُ الْكِتَابِ وَالَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يُؤْمِنُونَ
“Ini adalah ayat-ayat Al Kitab (Al Quran). Dan Kitab yang diturunkan kepadamu daripada Tuhanmu itu adalah benar: akan tetapi kebanyakan manusia tidak beriman (kepadanya).” (QS. Al-Ra’d: 01)
Lantas apakah kita harus gembira ketika melakukan ketaatan karena telah merasa menjalankan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya?. Misalnya juga karena sudah merasa telah dekat dengan apa yang akan Allah berikan pada hamba-hamba yang taat pada-Nya, kebahagian dunia dan akhirat. Untuk masalah ini, mari simak untaian hikmah dari Ibnu Athaillah berikut ini,
رُبَّمَا فَتَحَ لَكَ بَابَ الطَّاعَةِ وَمَا فَتَحَ لَكَ بَابَ الْقَبُوْلِ
“Terkadang Allah membukakan pintu ketaatan, tapi Dia tidak membukakan pintu penerimaan (Qabul)”
Ungkapan di atas ini hendak menegaskan bahwa seseorang yang telah melakukan ketaatan hendaknya tidak merasa bangga dengan apa yang dilakukan, karena belum tentu apa yang dilakukan itu diterima oleh-Nya. Mengingat terkadang Allah hanya mentakdirkan orang itu untuk bisa melakukan ketaatan, tapi Allah tidak mentakdirkan dia agar ketaatan yang dilakukan itu diterima di sisi-Nya. Kenapa demikian?, sebab dalam ketaatan itu biasa ada sesuatu yang bisa menghalangi diterimanya, ada sesuatu yang menghambat sampainya amal pada Allah, bahkan terkadang tidak akan pernah sampai.
Ketaatan tidak akan sampai pada Allah ketika keikhlasan yang menjadi syarat sampainya ketaatan itu tidak menyertai atau tidak ada. Terkadang ketika melakukan sebuah ketaatan muncul keihkhlasan, tapi setelah itu muncul rasa bangga, merasa amal itulah yang akan menyampaikannya pada Allah, serta meremehkan orang yang tidak melakukannya. Hal-hal ini lah yang akan menghalangi akan diterimanya sebuah ketaatan bahkan akan merusak ketaatan tersebut.
Sedangkan orang yang berbuat dosa, terkadang lebih beruntung hingga sampai menuju kehadirat Allah. Mengapa demikian?, karena dari dosa itu terkadang seseorang merasa bersalah pada Allah, takut pada Allah, serta meremehkan atau menghina diri sendiri. Dari sini lalu bisa muncul kesadaran untuk bertaubat dan selanjutnya dalam jalan ketaatan, tidak lagi melenceng dari aturan-aturan Allah. Dalam hal ini Ibnu Athaillah berkata,
وَرُبَّمَا قَضَى عَلَيْكَ بِالذَّنْبِ فَكَانَ سَبَبًا فِي الْوُصُوْلِ
“Barangkali Allah menentukan kamu berbuat dosa, tapi hal itu lalu menjadi sebab engkau akan sampai pada-Nya ”
Dengan demikian, ketatan itu terkadang akan menyebabkan seseorang tergelincir dari jalan Allah. Sementara dosa itu terkadang akan menjadi jalan bagi seseorang untuk sadar akan kewajibannya untuk mentaatai apa yang diperintahkan dan apa yang dilarang. Kalau melihat hal ini, beraarti kemaksiatan itu lebih baik daripada ketaatan. Ibnu Athaillah melanjutkan ungkapan di atas dengan berkata,
مَعْصِيَةُ اَوْرَثَتْ ذَلًّا وَافْتِقَارًا خَيْرٌ مِنْ طَاعَةٍ اَوْرَثَتْ عِزًّا وَاسْتِكْبَارًا
“Kemaksiatan yang akan menimbulkan rasa hina pada diri sendiri dan rasa butuh pada Allah lebih baik dari ada ketaatan yang akan menimbulkan kebanggaan dan rasa sombong”
Kesimpukan akhir dari pembahasan ini, kita harus hati-hati dengan nikmat ketaatan yang telah Allah berikan pada kita. Sebab itu bisa saja cobaan yang Allah berikan, sehingga akan menjadi boomerang kalau tidak bisa mengendalikan dan menyikapi dengan tepat. Maka dari itu, hilangkan rasa bangga diri karena telah merasa taat dan juga hilangkan sifat meremehkan orang lain yang tidak melakukan ketaatan tersebut. Sedangkan bagi orang yang berbuat dosa, jadikanlah dosa itu sebagai pelajaran, sehingga akan menyadarkan diri untuk selanjutnya bertaubat secara total.
Image: fiksi.kompasiana