Seorang gadis kecil berkerudung putih muncul dari balik pintu segera setelah kami mengetuk dan memanggil namanya, “itoh”. Itoh adalah panggilan untuk siti masitoh, gadis 12 tahun yang kini hanya tinggal bersama neneknya di sebuah rumah kecil berbilik bambu. Nenek rentanya kini tak lagi dalam kondisi yang sehat, ia menderita asma yang parah di tambah dengan penyakit-penyakit orang tua lain yang menghinggapi dirinya. Itoh sigap sekali menyiapkan air panas dalam gelas-gelas kaca dan menghidangkan nya untuk kami, padahal kami melarang nya berulang kali.
Itoh yang baru lulus Sekolah Dasar ini adalah seorang anak yang tangguh. selain sekolah, untuk menghidupi sang nenek dan dirinya itoh bekerja ke pegunungan di sekitar puncak darajat garut. Ia mengais sayuran sisa-sisa panen seperti keciwis dan kentang lalu menjualnya dengan harga murah ke pengepul disitu. untuk mencapai lokasi memulung sisa panen itoh harus menempuh perjalanan sekitar satu jam dengan berjalan kaki. selain kegunung itoh juga kadang di minta bantuan oleh warga untuk memanen buah dengan memanjat pohon atau mencuci pakaian tetangga sebelum berangkat ke sekolah.
Selama hidup itoh belum pernah melihat ayahnya, sang ayah telah pergi tanpa kabar sejak itoh di dalam kandungan. Setelah lahir itoh di asuh oleh neneknya, sedang sang ibu tinggal bersama suami dan keluarga yang baru.
Itoh pernah di tayangkan di program orang pinggiran transTV pada juni 2012 lalu, Alhamdulillah ada bantuan cukup besar yang itoh dan neneknya terima dari situ, sebagian di gunakan untuk memperbaiki gubuk reot mereka, sebagian lagi di gunakan untuk sekolah, beternak bebek, membayar hutang ke warung dan biaya pengobatan nenek di Rumah sakit Garut.
Sang ibu datang ketika bantuan datang, tapi lalu beranjak pergi lagi 4 bulan kemudian setelah dana bantuan habis. hari itu itoh menangis, dengan wajah sumringah itoh berkunjung ke rumah sang ibu, tapi naas rumah ibu sudah kosong. tetangga menceritakan bahwa ibu itoh sudah pindah entah kemana, ia tak meninggalkan alamat atau pesan untuk itoh sama sekali. Sejak kejadian pergi 8 bulan lalu itu ibu itoh tidak lagi memberikan kabar hingga sekarang. dan itoh kembali melanjutkan hidup bersama nenek tercinta di rumah bilik yang tanahnya masih numpang ke orang lain.
Sang nenek juga tak tinggal diam, saat badan nya sehat dia juga bekerja menjadi buruh memotong rumput, memelihara ternak dan memasak di rumah. Tapi saat sakit seperti sekarang itohlah yang mengambil alih semuanya. Di depan rumah nampak ada kayu-kayu besar yang tengah di pecah dengan golok, kayu2 itu di pecah agar lebih mudah di gunakan sebagai suluh untuk masak. Saya Iseng bertanya “siapa yang mencari dan memecah kayu nya toh?” spontan itoh pun menjawab “itoh atuh ka, emang mau siapa lagi?”saya terdiam, merinding mendengar jawaban nya. kehidupan berat yang di hadapi Itoh telah membentuk Itoh menjadi anak yang kuat, tangguh dan dewasa.
“itoh siap berangkat ke bandung untuk sekolah dan masuk pondok prestatif indonesia?” tanyaku sambil menatap itoh dalam-dalam. Itoh menunduk, agak lama lalu dia menjawab. “itoh siap, tapi bagaimana nasib emak disini? Keluarga emak yang lain sudah tidak peduli, kalau emak sakit juga ga pernah ada yang datang untuk menjenguk, kata emak mungkin takut kalau nanti ‘katempuhan’ biaya berobat”.
Tatapanku beralih ke nenek 70 tahun yang nampak sesak dengan asmanya, matanya basah. “Mak ikut juga ke bandung ya? tetep tinggal dengan itoh disana” pintaku lirih.. si nenek tersenyum dengan mata yang masih basah, “ Emak mah bagaimana baiknya saja, kalau harus ikut dengan itoh ke Bandung ya hayu, Emak siap. Tapi kalo sekiranya jadi penghalang untuk kemajuan itoh maka Emak mah di tinggal disini sendirian juga ga apa-apa, jangan khawatir, insya Allah bisa.” Begitu kira-kira terjemahan bebas dari apa yang di sampaikan nenek.
Tak bisa menahan tangis, air mata saya mengalir tak terbendung, saya usap bahu si nenek lalu bilang perlahan “Emak ikut ke bandung, Demi Allah saya ga akan membiarkan Emak sendiran di sini”. (Viva)