Ketika Kebaikan Diabaikan
Air susu dibalas air tuba. Saya yakin, Anda kenal dengan peribahasa ini. Peribahasa umum yang kurang lebih memiliki makna, “kebaikan dibalas dengan kejahatan” yang sejatinya memang kerap terjadi, bukan isu tetapi realita. Entah apa sebabnya hal itu bisa terjadi. Bukankah seharusnya kebaikan dibalas dengan kebaikan?
Kebanyakan orang tentunya kecewa jika ia telah melakukan kebaikan pada orang lain, tapi malah diabaikan bahkan dibalas dengan hal yang sebaliknya. Menyapa dengan baik, tapi dibalas dengan tatapan sinis. Mengunjungi kerabat untuk mempererat silaturahim, malah disembur dengan kata-kata yang pedas. Membantu teman memecahkan masalah, tapi ternyata ia musuh dalam selimut. Meminjamkan uang pada orang yang terdesak, malah ujung-ujungnya dipersempit. Setia kawan, tapi malah diabaikan dan dikhianati. Dan masih banyak lagi bentuk kebaikan yang ujung-ujungnya ternyata dibalas dengan hal sebaliknya.
Bagaimana reaksi Anda terhadap hal demikian? Berlapang dada atau malah turut membalas dengan kejahatan pula? Hm… Jika Anda malah melakukan hal yang kedua, berarti tak ada bedanya Anda dengan orang itu. Ya, sama-sama melakukan pembalasan berupa kejahatan, meski Anda berbuat jahat karena membalas kejahatan pula.
Atau, dalam hal yang sedikit berbeda. Ketika Anda melakukan kebaikan, tapi tidak dipedulikan oleh orang lain? Misalnya, kejujuran Anda dalam mengembalikan uang kembalian yang berlebih. Namun, orang tersebut tak begitu menyadari. Atau, ketika Anda membuang duri atau sampah yang berserak di jalan, tapi selepas itu kembali bermunculan duri dan sampah yang lain. Ketika Anda berinisiatif membersihkan toilet umum, orang-orang hanya lalu-lalang tanpa mempedulikan Anda. Dan masih banyak lagi bentuk kebaikan yang pada akhirnya diabaikan dan tak dipedulikan.
Nah, bagaimana perasaan Anda terhadap hal demikian? Tetap berbesar hati atau malah makan hati dan menerbitkan rasa marah dan benci?
Sobat, bagaimana pun tanggapan orang lain terhadap kebaikan yang kita lakukan, diabaikan, tidak dipedulikan, malah dibalas dengan kejahatan, tetaplah berbuat kebaikan. Ya, selalulah menebar kebaikan. Sulit membangunnya? Itu gampang, mari kita lanjut pada pembahasan berikutnya.
Cara Ampuh: Luruskan Niat
Katakanlah, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An‘am [6] : 162)
Sobat, tentunya kita memiliki alasan tersendiri melakukan suatu perbuatan. Begitu pula dalam mengerjakan kebaikan. Ada beragam alasan yang menjadi pondasi kenapa kita melakukannya. Di antara semuanya, ada satu yang paling hebat dan dahsyat. Ya, meniatkannya karena Allah. Atau yang disebut dengan ikhlas.
Saya yakin, Anda tentunya sering mendengar kata dahsyat ini. Ikhlas. Satu kata bermakna dalam, yang membuktikan kesungguhan cinta seorang hamba pada Rabb-nya, bahwa ia melakukan suatu perbuatan semata-mata karena Allah. Bukan karena yang lain.
Seorang yang ikhlas, melandaskan niat dan tujuannya karena Allah akan mengabaikan alasan dan tujuan lain di luar itu. Tidak ada yang dituju melainkan keridhaan Allah semata. Dan karena itu, apapun yang terjadi atau tanggapan orang lain terhadap kebaikan yang ia lakukan tidak akan mengoyak pendiriannya atau menorehkan luka di hatinya. Tidak ada, terserah orang lain mau menanggapi bagaimana, yang penting Allah ridha padanya.
Dan tentu saja, ketika kebaikannya diabaikan, tidak dipedulikan, bahkan dibalas dengan kejahatan, seorang yang ikhlas akan tetap melancarkan kebaikannya, tidak surut apalagi berhenti. Hatinya terjaga dari perasaan jengkel, benci, hingga dendam. Hati seorang yang ikhlas amat damai. Seperti hati Rasullullah. Meski telah diludahi, dicaci-maki, tak ada sedikit pun terlintas oleh beliau melakukan pembalasan serupa, malah ternyata beliau membalasnya dengan kebaikan.
Sangat sederhana. Kuncilah satu kata yang dahsyat ini dalam hati Anda. Ikhlas. Maka Anda akan merasakan kedamaian. Ya, kedamaian. Sebab, tidak ada perasaan tak menentramkan yang mengerubungi hati dan pikiran. Semuanya terfokus pada Allah semata.
“(Yaitu) mereka yang beriman dan hatinya tenang karena mengingat Allah. Ketahuilah! Hanya dengan ingat akan Allah, maka hati merasa tenang.” (QS. Ar-Ra‘d [13] : 28)
Karena Ikhlas Adalah Kuncinya
“…… barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebaikan, maka baginya pahala di sisi Tuhan-nya, dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2] : 112)
Saya mempunyai sebuah kisah. Sebut saja Ana, ia berniat menghadiri suatu pengajian akbar yang diadakan di sebuah kota yang cukup jauh dari rumahnya. Di tengah perjalanan, ia diguyur hujan lebat. Ana tidak menyangka hal itu sebelumnya, sebab saat ia berangkat cuaca masih cerah. Sempat terpikir olehnya untuk berbelok arah menuju rumah karena pakaiannya kuyub, tapi mengingat tujuan awalnya ia tetap meneruskan perjalanannya. Namun, ketika ia telah sampai di pengajian tersebut, ia malah makin loyo dan tak bersemangat sama sekali. Malah bersembunyi dan menyesali kedatangannya ke pengajian itu. Kenapa bisa begitu?
Ternyata, dari awal Ana sudah salah niat. Tujuannya menghadiri pengajian adalah bertemu dengan seorang ustadz muda nan tampan yang kabarnya akan turut menghadiri pengajian itu. Pantas saja, Ana kehilangan semangat dan menyesali kedatangannya karena ternyata ustadz muda itu tidak jadi datang.
Sobat, pelajaran apa yang bisa dipetik dari kisah tersebut? Sederhana. Tanamkan niat yang murni karena Allah. Jika saja Ana melandaskan niatnya karena Allah, ia tidak akan menyesali kedatangannya ke pengajian itu. Perjalanan panjang yang ditempuh dan hujan yang mengguyur akan dihitung sebagai kebaikan.
Apabila tujuan kita adalah Allah, tidak akan ada kekecewaan atau penyesalan yang menyelinap. Tapi, jika kita memasang niatnya bukan karena Allah, ya siap-siap saja menelan kekecewaan. Selain itu, apa yang dilakukan tidak akan bernilai kebaikan.
Ya, ikhlas adalah salah satu kunci diterimanya amal. Mengerjakan sesuatu karena Allah. Tentu saja, hal yang dilakukan adalah perbuatan baik. Perbuatan buruk, meski Anda mengatakan karena Allah sekalipun, Allah tidak akan ridha. Adakah seorang koruptor mengatakan tujuan korupsinya itu karena Allah?
“Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.” (QS. Al-Qiyamah [75] : 14-15)
Ketika Hati Hanya Tertuju Pada-Nya
“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukainya.” (QS. Al-Mu’min [40] : 14)
Sobat, ketika ikhlas telah tertancap dalam hati, tidak ada lagi gelisah atau hal yang membelenggu pikiran. Namun, bagaimana menumbuhkan keikhlasan tersebut? Di antaranya, sering-seringlah membaca dan memahami al-Qur’an. Di dalamnya, ada banyak pelajaran yang dapat dipetik dan dijadikan tuntunan kehidupan. Selalulah mengingat Allah, baik di pagi hari maupun petang. Renungkanlah mengenai penciptaan diri Anda, penciptaan langit dan bumi beserta isinya, siapa lagi yang kuasa menciptakan-Nya selain Allah? Kalau begitu, mengapa kita masih mengharapkan yang lain sebagai tujuan kita, bukan Dia?
Ketika hati hanya tertuju pada-Nya, tidak akan ada lagi keluhan atas kesulitan yang melanda. Tidak ada lagi hempasan kekecewaan ketika kebaikan yang dilakukan diabaikan dan tidak dipedulikan. Tidak ada lagi amarah yang muncul ketika kebaikan dibalas dengan kejahatan. Tidak ada lagi ketakutan atau kebimbangan melakukan kebaikan yang berujung pada cemooh dan ejekan orang. Tidak ada lagi penyesalan atas upaya yang dilakukan namun berujung gagal. Tidak ada lagi dendam yang terpendam saat mengetahui ada yang melakukan pengkhianatan. Tidak ada pula buruk sangka yang memenjarai hati saat diterjang masalah berkali-kali. Tidak ada juga dengki yang menyelinap saat orang lain lebih dihargai. Dan tidak lagi kesia-siaan atas setiap perbuatan baik yang dilakukan. Karena semuanya ditujukan kepada Allah. Ya, ikhlas memancarkan kedamaian.
Sedikit pesan untuk sobat yang muslimah. Jika masih ada yang belum menutup aurat, tutuplah segera, tancapkan niat yang kuat karena Allah. Ingat segala nikmat yang Allah berikan kepada Anda. Salah satu cara mensyukurinya adalah dengan mengerjakan apa yang diperintah-Nya. Jadi, segeralah menutup aurat sesuai aturan syariat. Jangan pikirkan pandangan orang lain yang hendak menghalangi dan merubuhkan pendirian. Sekali lagi, luruskan niat karena Allah. Jangan memasang niat yang lain, apalagi untuk menarik perhatian orang, mengikuti mode, atau sekadar memperbagus penampilan.
Jika hati ikhlas, maka air tuba pun dibalas dengan air susu. Buah mengkudu yang pahit pun berasa manis layaknya madu.
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (QS. An-Nisaa’ [4] : 125)
Oleh: Resi Khastari, Mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Andalas, img: blogdetik