Hasil Survei Penerapan Perda Syariah di Indonesia

0
840

Munculnya perda-perda syariah merupakan kebutuhan umat muslim pada khususnya, dan non muslim pun juga mengamini adanya perda tersebut. Terbukti dari berbagai survei dan penelitian ilmiah oleh beberapa peneliti di berbagai daerah, diantaranya :

  1. Lukman bin Ma’sa, melalui penelitian berjudul Penerapan Syari’at Islam melalui Peraturan Daerah (Studi Kasus Desa Padang Kecamatan Gantarang Kabupaten Bulukumba Provinsi Sulawesi Selatan). Dalam skripsi setebal 142 halaman yang diajukan pada 11 April 2007 untuk meraih gelar sarjana strata satu pada Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, Jakarta, ini, Lukman mengemukakan dampak positif Perda Syariat di Desa Padang. Misalnya membuat lenyap penjualan miras dan mabuk-mabukan. Bahkan angka kriminalitas setempat dalam setahun terakhir turun drastis hingga 99% dari sebelum penerapan perda tersebut.
  2. Irfan Noor, peneliti pada Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan Banjarmasin, dalam hasil penelitiannya bertajuk Perda Syariat Islam: Kajian tentang Geneologi Penerapan Syariat Islam di Indonesia mengungkapkan, maraknya gerakan formalisasi syariat Islam di berbagai daerah ke dalam perda bernuansa syariat Islam menunjukkan kegagalan pelayanan negara demokrasi. Masyarakat kemudian menghendaki Syariat Islam yang mencerminkan keadilan dan ketegasan hukum.
  3. Hasil survey Roy Morgan Research pada Juni 2008 yang menunjukkan: 52% rakyat Indonesia menuntut penerapan syariah Islam. Juga senafas dengan hasil Survei WorldPublicOpinion.org bekerjasama dengan University of Maryland Amerika di empat negara Islam (Indonesia, Pakistan, Mesir, dan Maroko) pada Desember 2006 hingga Februari 2007. Khusus di Indonesia, survei menunjukkan 53% responden menyetujui pelaksanaan syariah Islam.
  4. Hasil survei Gerakan Mahasiswa Nasionalis di kampus-kampus utama di Indonesia tahun 2006 juga membuktikan, bahwa 80% mahasiswa menginginkan syariah Islam diterapkan.

Penutupan sentral bisnis pada saat shalat jum’at juga tak luput dari rancangan perda yang berbau syari’at. Dari berbagai lini bisa kita peroleh banyak manfaat dari penetapan dan penerapan perda ini, diantaranya :

  1. Ekonomi

Menurut perhitungan otak kiri, kalkulasi keuntungan akan berkurang drastis ketika waktu berbisnis dikurangi. Rumusnya waktu berbanding lurus dengan laba. Padahal, tidak semua hal bisa diukur dengan kalkulasi matematika. Menurut Ippho Santosa, keuntungan akan berkali lipat dengan bersedekah. Sedekah itu tidak hanya dalam bentuk nyata secara finansial tapi dengan memberikan waktu khusus untuk beribadah. Sedekah waktu kepada ruh dan jasmani untuk berinteraksi dengan Sang Pencipta. Allah telah melegalisasi kewajiban shalat jum’at dalam FirmanNya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُون [الجمعة/9]

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.

  1. Kebudayaan

Penetapan penutupan sentral bisnis ketika shalat jum’at akan membentuk karakter budaya yang kuat di Negara Indonesia. Hal ini sesuai dengan mayoritas muslim yang mendominasi jumlah rakyat Indonesia.  Idealnya, agama mayoritas menguasai peradaban dan kebudayaan suatu wilayah.

Maka jelas bahwa perda-perda Syari’ah yang bermunculan menunjukkan kebutuhan umat terhadap tatanan Syari’ah.

Author: Yiezz Jember

Tinggalkan Balasan