Oleh: KHR. Ahmad Azaim Ibrahimy
Tidak ada manusia sesuci Malaikat. Malaikat memang diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang hanya mentaati seluruh titah-Nya, tidak pernah ada celah kesalahan, kedurhakaan, atau kemaksiatan. Di manapun ia berada bahkan di tempat-tempat maksiat pun tetap kebaikan yang dilakukannya.
Begitu juga, tidak ada manusia yang bercita-cita selaknat Setan dan Iblis. Setan dan Iblis memang dikehendaki oleh Allah menjadi makhluk yang membangkang, durhaka, atau bermaksiat kepada Allah. Di manapun ia berada bahkan di masjid pun tetap keburukan yang dilakukannya.
Sementara manusia berada di tengah-tengah. Manusia diciptakan oleh Allah dengan diberi dua pilihan, antara mengikuti Malaikat atau di jalan Setan dan Iblis dirinya akan terjerat. Allah sudah memberi jalan bagaimana mengikuti Malaikat dan juga memberi rambu-rambu agar tidak tersesat di jalan setan dan Iblis.
Pada dasarnya, manusia memiliki potensi untuk menjadi orang yang mampu mengikuti Malaikat. Dia bisa membawa dirinya di jalan kebaikan lalu mengarahkannya menuju rido-Nya. Dia juga bisa menjadikan dirinya lebih baik dan sempurna dari Malaikat, dengan mentaati seluruh perintah Allah.
Dikatakan kebaikan manusia bisa melebihi dari malaikat. Karena, jika malaikat selalu taat kepada Allah, sebab Malaikat memang diciptakan menjadi makhluk yang suci, tidak akan pernah durhaka. Sementara manusia diciptakan dengan dua pilihan, antara durhaka dan taat, Namun di dalam dirinya tersimpan potensi untuk menjadi makhluk yang baik. Ketika manusia mampu menjadikan dirinya selalu taat kepada Allah, berarti dia mampu mengalahkan Malaikat. Malaikat selalu taat wajar saja, karena ia memang dikehendaki begitu. Sedangkan manusia bisa menjadi makhluk yang taat harus menghindar dari kedurhakaan dengan usaha yang maksimal. Malaikat tidak begitu.
Artinya, perjuangan untuk menjadi mahkluk yang suci di hadapan Allah, antara manusia dan Malaikat, lebih berat manusia. Mungkin sudah dikatakan, Malaikat tidak perlu berjuang untuk menjadi makhluk yang suci. Kenapa harus masih berjuang, sementara dia memang diciptakan suci oleh Allah. Manusia tidak begitu.
Namun demikian, manusia yang memiliki dua pilihan itu, kadang lebih memilih terjerat di jalan setan dan iblis. Bukan karena dia berkehendak atau apalagi bercita-cita menjadikan dirinya sebagai pengikut setan dan Iblis. Hanya saja dia lupa bahwa ada jalan kebaikan yang harus melangkah di situ, sehingga dia membiarkan dirinya tersesat dan terus terjerat di jalan setan dan Iblis.
Ketika manusia lupa akan dirinya untuk mamilih jalan kebaikan, dia akan lebih durhaka dari setan dan Iblis. Karena dirinya yang sebenarnya memiliki potensi menjadi makhluk yang suci, ternyata kalah oleh setan dan Iblis. Padahal, andai saja dia sadar -sedikit saja- pada potensi itu, dia tidak akan terus terjerat di jalan setan dan Iblis.
Lupa merupakan salah satu sifat manusia. Karena memang, manusia dinyatakan sebagai ruang lingkup terjadinya salah dan lupa. Sifat inilah yang mengakibatnya seseorang menjadi salah dan melakukan dosa. Jadi, tidak ada manusia yang bisa terhindar dari kesalahan dan dosa.
Meski lupa menjadi sifat seorang manusia, bukan berarti sifat tersebut dijadikan pembenar untuk terus melakukan kesalahan atau dosa, atau terus membiarkan dirinya mengikuti langkah setan atau Iblis, kemudian merasa aman di saat terjerat di dalamnya. Sifat tersebut tidak lain untuk menyadari bahwa manusia kadang melakukan kesalahan dan dosa. Sehingga, ketika benar-benar bersalah dan berdosa, dia sadar bahwa perbuatannya akan diampuni ketika dia kembali ke jalan yang baik dan benar.
 Alhasil, manusia memiliki dua pilihan. Kedua pilihan itu, Allah telah memberi ketetapan dan ketentuan. Untuk menuju ke jalan ketaatan, Allah telah jelas menunjukkan arahnya. Untuk menghindar dari kedurhakaan, Allah juga jelas memberi rambu-rambunya..
Dengan demikian, manusia seharusnya sudah bisa membedakan antara jalan ketaatan dan kedurhakaan, yang tidak membuat dirinya salah memilih. Ketika telah melangkah di jalan ketaatan, tetap dipertahankan, jangan sampai tergelincir kemudian beralih ke jalan kedurhakaan. Jika memang terlanjur berada di jalan kedurhakaan, kembalilah ke jalan ketaatan. Karena sesungguhnya Allah selalu mengharapkan hamba-Nya kembali ke jalan-Nya. Buktinya, Allah menyukai hamba-hamba yang brtaubat.
Jalan ketaatan tidak pernah tertutup, selalu terbuka bagi hamba yang berkehendak. Meski dia telah lama terjerat di jalan setan atau Iblis, atau kedurhakaannya telah mengakibatny dirinya berlumuran dosa-dosa, Allah tetap menunggu kehadirannya di jalan-Nya. Buktinya, Allah melarang hamba-Nya berputus asa dari rahmat-Nya.
Harus tetap diingat, bahwa sedurhaka apapun seorang hamba, itu bukan cita-citanya. Dia hanya terlepas dari genggaman ketaatan lalu terikat oleh kedurhakaan. Andai saja dia melapas belenggu kedurhakaan itu lalu kembali ke jalan ketaatan dan mengikat erat pada perintah Allah, pasti dia bisa. Buktinya, Allah selalu memberi jalan kepada hamba yang berniat baik.
Jadi, seorang hamba harus selalu membuka hati untuk memahami petunjuk Allah dan terus berusaha menutup hati dari bisikan setan dan Iblis yang tidak henti-hentinya menggoda hamba agar mengikuti ajakannya.