Oleh: Imam Syafi’i, M.H*
Terkait masalah ibadah, dalam Madzhab Syafi’iyah terdapat istilah Muqoronah Hakikiyah Dan Muqoronah Urfiyah. Pertama, Muqoronah Hakikiyah adalah niat seseorang yang dibarengkan dengan setiap awal pekerjaan ibadah secara menyeluruh. Dalam shalat misalnya, niat dibersamakan dengan takbir –sebagai awal dari ibadah shalat- dengan semua bagian-bagian takbir, dari awal bacaan takbir sampai akhir bacaan takbir (dari Alif-nya lafad Allahu sampai Ra’-nya lafad Akbar). Dalam wudhu’ misalnya, niat dibarengkan dengan basuhan wajah –sebagai awal pekerjaan dari wudhu’- dengan semua bagian basuhan-basuhan wajah. Kedua, Muqoronah Urfiyah adalah membersamakan niat dengan sebagian dari awal pekerjaan setiap ibadah. Misalnya dalam shalat, niat dibersamakan dengan takbir, walaupun hanya satu huruf. Dalam wudhu’ niat dibarengkan dengan basuhan wajah, sekalipun sebagian dari wajah. (Sayyid Abi Bakar, Ianah al-Thalibin, jld. 1, hal. 131, Ibrahim al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajury, jld. 1, hal. 148)
Niat adalah bermaksud melakukan suatu pekerjaan yang dibarengkan dengan perbuatan tersebut. Artinya niat ada ketika awal suatu perbuatan juga dilakukan. Dalam pembahasan diatas, Ulama madzhab Syafi’iyah memunculkan istilah niat Muqoronah Hakikiyah yang dipelopori oleh Ulama مُتَقَدِّمُونْ (golongan masa terdahulu), dan niat Muqoronah Urfiyah yang dikemukakan oleh Ulama مُتَأَخِّرُونْ (golongan masa kini).
Dari hal ini, menurut Ulama mutaqoddimun, niat yang sah adalah niat Muqoronah Hakikiyah, artinya, niat harus bersamaan dengan takbir yang merupakan awal pekerjaan shalat, dari pertama kali bacaan takbir sampai selesai takbir. Sementara menurut ulama muta`akhkhirun, niat Muqoronah Urfiyah sudah dianggap cukup. Menurutnya Niat tidak harus bersamaan dan tetap ada sejak awal takbir sampai selesai, namun cukup menghadirkan niatnya diawal takbir saja, atau diakhir takbir, atau disebagian takbir walaupun satu huruf dari takbir.
Terakhir, keharusan niat ini sesungguhnya adalah untuk memberikan “memo” kepada setiap orang bahwasannya ia sedang bermunajat kepada Allah swt. Sehingga rasa khusu`, tawadhu`, ikhlas dan benar-benar berpasrah diri diharapkan muncul pada diri orang yang sedang menunaikan ibadah. Dengan teknis dan tatacara pelaksanaan niat ini secara benar, ibadah yang dilakukan menjadi sempurna.
*Alumni Ma’had Aly Salafiyah Syafi’iyah Situbondo, Pengajar di Ma’had Aly Zainul Hasan & Institut Ilmu Keislaman Zainul Hasan Genggong Probolinggo
Sumber gambar: viva.co.id