Tiga Momentum Pesantren Sukorejo dari Masa ke Masa

0
734

Dalam usianya yang sudah menginjak satu abad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah (PPSS) Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, mengalami berbagai dinamika perubahan. “Ada tiga peristiwa besar dalam momentum satu abad pesantren ini,” kata pengasuh pesantren tersebut KH R Azaim Ibrohimy.
Kiai Azaim, sapaan akrabnya, menyampaikan hal itu dalam Slaturahim Nasional yang digelar Persaudaraan Profesional Muslim Aswaja (PPM Aswaja) di pesantren setempat, Sabtu (22/3). Menurutnya, ketiga momentum itu, antara lain, pertama adalah perubahan hutan rimba menjadi pesantren.

Dalam pandangan alumnus Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo ini, berdirinya PPSA adalah diawali sinergi antara KH Ibrohim dari Jawa dan KH Syamsul Arifin dari Madura yang datang dari Madura. “Keduanya membangun Asembagus yang awalnya hutan belantara menjadi kawasan pesantren,” katanya.

Bagi Kiai Azaim, makna filosofi dari perubahan ini adalah bahwa kedua kiai ini ternyata bisa mengubah belantara dengan hukum rimbanya menjadi kawasan beradab dan berpendidikan.

“Pesan moral dari perubahan ini adalah mengantarkan kawasan ini dari awalnya berperilaku kebinatangan menjadi manusia seutuhnya,” ungkapnya. Demikian juga dengan menjadi pesantren, manusia yang awalnya sarat dengan sifat kebinatangan menjadi memiliki akhlakul karimah.

Pesan kedua dari seratus tahun kelahiran PPSS adalah putra sulung pendiri pesantren yakni KH As’ad Syamsul Arifin yang juga santri KH Muhammad Cholil Bangkalan memberikan isyarah kepada Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari untuk mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU).

Bagi alumnus Makkah ini, peristiwa kedua juga membawa pesan bahwa ada pembagian tugas yang jelas antara kiai saat itu. “Kiai As’ad Syamsul Arifin lebih memilih mengembangkan NU dan menyerahkan pengelolaan pesantren kepada KH Abdurrahman,” terangnya.

Demikian pula dari pendirian NU itu ada peristiwa monumental yakni terselenggaranya Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU tahun 1983 yang dilanjutkan Muktamar ke 27 tahun 1984 di PPSS.

“Saat itulah Kiai As’ad harus meyakinkan para ulama tetang penerimaan NU terhadap Pancasila sebagai azas tunggal,” kata suami Ny Hj Nor Sari As’adiyyah ini.

Sedangkan peristiwa monumental ketiga adalah terselenggaranya silaturahim nasional ketiga admin web dan IT developer Aswaja.

“Kami dari pesantren sangat mengapresiasi kegiatan ini sebagai tali yang mengikat dalam rangka peringatan satu abad pesantren,” kata Kiai Azaim, sapaan akrabnya. Pada acara yang dihadiri utusan dari berbagai kota di Jawa dan Kalimantan serta Nusa Tenggara Barat ini pengasuh mengingatkan tiga peristiwa besar dalam mata rangkai satu abad pesantren.

Karena itu Kiai Azaim sangat berharap para pekerja IT yang memiliki latarbelakang NU untuk mendesain ulang dakwah, khususnya di dunia maya. Bagi pengasuh generasi keempat di PPSS ini. “Jadikan internet untuk media dakwah bagi keutuhan bangsa, negara, agama serta NU,” ungkapnya.

Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah ini akan menyelenggarakan serangkaian acara pada peringatan usianya yang keseratus, di antaranya adalah konferensi internasional, 28-30 Maret 2014, yang akan dihadiri para ulama dari mancanegara. (Sumber)

Tinggalkan Balasan