Hukum Membakar Petasan di Bulan Ramadhan

1
996

Petasan dan kembang api merupakan dua jenis benda yang tidak asing lagi di masyarakat sejak jaman dahulu. Bahkan ada yang menggunakan petasan sebagai bagian dari kebudayaan etnis tertentu. Sebenarnya, seperti apakah petasan dan kembang api itu? Dan mengapa begitu populer di masyarakat, terutama menjelang Ramadhan, Idul Fitri, dan Tahun Baru. Kemudian, bagaimana Islam memandang hal ini?

Petasan atau mercon merupakan bubuk peledak yang dikemas dengan lapisan kertas dan memilki sumbu. Daya ledak petasan masuk ke dalam kategori rendah atau low explosive. Bahan peledak kimia yang digunakan petasan antara lain adalah mesiu. Bahan peledak ini cukup dikenal di masyarakat. Selain digunakan sebagai bahan pembuatan petasan, mesiu juga digunakan dalam pembuatan peluru ataupun bom ikan.

Kecepatan detonasi ledakan petasan adalah antara 400 dan 800 meter per detik. Kembang api adalah bahan peledak berdaya ledak rendah piroteknik yang digunakan umumnya untuk estetika dan hiburan. Bahan yang dugunakan untuk membuat kembang api adalah dari berbagai bahan kimia. Warna-warna yang dihasilkan merupakan kombinasi yang rumit dari berbagai bahan kimia. Unsur yang sering digunakan untuk pembuatan kembang api antara lain adalah magnesium, natrium, fransium, litium, boron, kalium, kalsium dan berbagai oksidator.

Tradisi penggunaan petasan dan kembang api berawal dari negara Cina sejak abad ke-11, yaitu pada masa pemerintahan Dinasti Sung (926M – 1279M). Bahan dasar petasan dan kembang api, yaitu mesiu, banyak digunakan dalam peperangan melawan expansi Mongolia pada tahun 1279M. Selain itu, mesiu juga digunakan untuk memeriahkan perayaan pernikahan dan kegiatan spiritualitas; mengusir roh-roh jahat yang bisa mengganggu perayaan atau pesta. Sedangkan di Indonesia, petasan dan kembang api ini pertama kali dikenalkan oleh bangsa Tiong Hoa yang berada di Batavia (sekarang menjadi kota Jakarta) pada tahun 1740 melalui perayaan Peh Cun dan perayaan tradisi Cina lainnya.Tradisi ini kemudian diikuti oleh masyarakat Betawi dalam merayakan pesta pernikahan atau khitanan.

Menurut Sejarawan Betawi, Alwi Shahab, bahwa pada jaman dahulu, jarak antara rumah satu dengan yang lainnya sangat berjauhan, sehingga diperlukan bunyi petasan untuk memberitahu bahwa ada perayaan pesta di suatu tempat. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, penggunaan petasan ataupun kembang api juga mengalami perubahan fungsi. Bagi etnis Tiong Hoa adalah untuk mengusir roh-roh jahat dan bagi masyarakat betawi lebih digunakan sebagai sarana komunikasi, sedangkan bagi sebagian orang digunakan untuk hiburan semata.

Menjelang bulan Ramadhan, cukup banyak orang yang menggunakan petasan untuk meramaikan suasana. Biasanya dinyalakan pada saat menjelang sahur dan setelah berbuka puasa. Bagi sebagian besar orang, hal ini cukup mengganggu karena menimbulkan kebisingan. Selain itu, penggunaan petasan atau kembang api dinilai juga membahayakan jiwa orang lain. Petasan dan sejenisnya merupakan barang gelap yang berarti barang yang dilarang.

Pada jaman Belanda, telah dikeluarkan undang-undang mengenai penggunaan bunga api yang tercantum dalam Lembar Negara No. 41 Tahun 1940 mengenai pelaksanaan Undang-Undang Bunga Api, dimana antara lain adanya ancaman pidana kurungan selama tiga bulan atau denda sebesar Rp 7.500,- apabila melanggar ketentuan membuat, menjual, menyimpan, mengangkut bunga api dan petasan yang tidak sesuai standar pembuatan. Kemudian pemerintah memperbaharui undang-undang tersebut menjadi Undang – Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman mencapai 18 tahun penjara.

Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini, tentu mengacu pada apa yang terdapat pada Al Qur’an dan Hadist. Islam sangat mencintai kedamaian dan ketenangan bagi umatnya. Tidak ada toleransi bagi segala bentuk pengrusakan dan kejahatan karena jelas akan merugikan kaum itu sendiri. Muslim yang baik, adalah yang mampu menjaga tangan dan lisannya agar tidak menyakiti orang lain. Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah orang yang tidak menyakiti walaupun itu hanya menyakiti seekor semut.” (Syarh Al Bukhari, 1/38).

Penggunaan petasan dan sejenisnya, jelas akan mengganggu orang lain karena suara-suara bising yang ditimbulkan. Belum lagi, bahaya yang mengancam jiwa, tidak hanya pengguna saja tetapi orang-orang disekitarnya. Hal ini juga ditegaskan dalam hadist Rasulullah saw : “Janganlah membuat bahaya (terhadap orang yang tidak membuat bahaya terhadapmu).  Janganlah pula membuat bahaya (dalam rangka membalas dendam)” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).

Selain merusak dan berbahaya, Islam memandang bahwa petasan dan sejenisnya juga merupakan hal yang tidak berguna dan pemborosan. Mungkin kita pernah mendengar istilah Petasan = Bakar Uang. Istilah ini memiliki pengertian bahwa membeli petasan merupakan pengeluaran yang sia-sia atau tidak bermanfaat sama sekali, dan hanya menghambur-hamburkan uang semata. Allah SWT menegaskan dalam fimanNya:  “Dan janganlah kamu hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros – pemboros itu adalah saudara – saudara syaitan”. (QS. Al-Isro’: 26-27).

Bulan Ramadhan merupakan bulan suci bagi umat Muslim di seluruh dunia. Selayaknya diisi dengan kegiatan yang bermanfaat dan menimbulkan barokah bagi sesama.  Allah SWT menjanjikan pahala yang berlipat dan pengampunan atas dosa-dosa bagi hamba-hambaNya. Karena itu, setiap muslim ingin melaksanakan ibadah dengan khusyuk pada bulan yang barokah ini. Sangatlah tidak etis disaat orang-orang sedang beribadah, ada sebagian orang menggunakan petasan dan kembang api yang dapat menimbulkan kebisingan yang jelas dapat mengganggu ibadah mereka. Belum lagi semakin banyaknya penjual petasan dan kembang api di masyarakat. Padahal jika kita pikirkan kembali , setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli petasan bisa digunakan untuk sedekah kepada kaum fakir dan yatim piatu. Apakah kita tega melihat masih banyak orang-orang yang tidak mampu di sekitar kita, sementara kita sendiri berpesta pora dengan petasan dan kembang api.

Melihat penjelasan serta dalil-dalil tersebut di atas, maka jelaslah bahwa Islam melarang umatnya untuk menggunakan petasan dan sejenisnya yang dapat merusak, mengganggu dan membahayakan orang lain. Islam juga melarang penjualan barang yang dapat berdampak buruk bagi orang banyak. Dalam hal ini adalah petasan dan kembang api. Sebagai seorang Muslim yang baik, sudah seharusnya kita taat dan patuh terhadap apa yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadist. Semoga Allah SWT memberikan hidayah pada kita semua. Amin.

Oleh: Oky Sovie Saputra, Kelurahan Pondok Betung, Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan, Img: tribunnews.

Tinggalkan Balasan