Dalam kilas sejarah beberapa ratus tahun silam, Nabi Ibrahim as, yang di uji oleh Allah untuk menyembelih putranya nabi Ismail as, adalah pelajaran berhaga untuk seluruh alam.
Cinta pada putra yang sekian lama di inginkannya harus rela di sembelih dengan tangannya sendiri demi sang kholiq, Allah SWT. Tidak ada ujian terberat yang di hadapi manusia di seluruh muka bumi kecuali menyembelih putra kesayangannya.
Dalam konteks ini, tidak ada pelanggaran HAM, sadis dan lain sebagainya. Yang ada dalam benak dan hati seorang mukmin yang baik adalah Allah SWT yang telah membuat dirinya ada. Pelajaran lain dalam fakta sejarah yang sampai kini adalah adanya Qurban sunnah bagi orang mukmin yang mampu.
Dalam kesederhanaan, nilai (ajaran) kurban ini tergambar di dalam penyembelihan hewan kurban itu sendiri;
1) niatnya karena Allah ,
2) yang sampai kepada Allah bukan darah atau daging kurban tetapi keimanan dan ketakwaan orang berkurban,
3) daging kurban itu sendiri didistribusikan secara adil dan merata terutama kepada mereka yang benar-benar membutuhkan sebagai kepedulian kepada lingkungan dan upaya meningkatkan kebersamaan solidaritas sosial,
4) pendistribusian secara adil dan merata, dilakukan sebagai pengamalan perintah syukur atas nikmat dan karunia yang diberikan oleh Allah.
5) dan pahala pertama, untuk orang yang berkurban itu sendiri dan kedua, untuk semua pihak yang mendukung dan menciptakan suasana yang kondusif hingga terselenggaranya aktivitas pengorbanan karena Allah.