Hakikat ISIS Mengancam Eksistensi Islam

0
599

Jakarta, Cyberdakwah — Konsep khilafah adalah hirasatuddin wa siyasatuddunya atau memelihara agama dan mengatur dunia. Namun demikian, Islam tidak merinci nama dan bentuk pemerintahan tertentu, kata Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

“Islam hanya menetapkan prinsip-prinsip dasar yang harus dipedomani dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti asas keadilan, persamaan, musyawarah dan lain sebagainya,” kata Lukman Hakim Saifuddin ketika menjadi pembicara pada Rakor Fungsi Intelkam Tahun 2015 di Mabes Polri-Jakarta (16/2/2015).

Hadir dalam Rakor tersebut perwakilan dari polda se-Indonesia dan Ses-Balitbang dan Diklat Rahmat Mulyana.

Dalam Islam juga, kata Menag seperti dikutip dari laman kemenag.go.id, khilafah bukanlah sesuatu yang sakral. Yang lebih penting dari itu, adalah hakikat dan tujuannya, yakni untuk menjamin keberlangsungan agama dan kemaslahatan dunia (umatnya).

Dalam paparan makalahnya yang bertema “Faham ISIS Pandangan Islam”, Menag menyatakan, bahwa ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria) yang dideklarasikan pada awal Ramadhan tahun lalu, tidak hanya mengancam eksistensi (negara) Syiria dan Irak, namun juga masyarakat dunia lainnya, termasuk muslim sendiri.

“ISIS atau DAISY (al-Hawlah al-Islamiyyah fi al-‘Iraq wa al-Syam) menerapkan peraturan yang jauh dari Islam. Seruan mereka kepada umat Islam untuk berhijrah ke wilayah yang mereka kuasai, dan keharusan untuk berbaiat kepada sang Khalifah, secara syar’i tidak bisa dibenarkan. Karena pengangkatan seorang khilafah harus didasarkan kesepakatan (ijma’) seluruh umat,” terang Menag.

Dalam pandangan Menag, konsep kepemimpinan dalam fiqih pun sangat lentur dan fleksibel, mengikuti dinamika perkembangan masyarakat. Dahulu, lanjut Menag, seiring dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, para fuqaha memperbolehkan dan mengakui keragaman sistem pemerintahan.

“Dan kini, setelah masyarakat Muslim berada dalam wilayah yang luas, dan ini ditunjang dengan keberadaan organisasi seperti OKI (Organisasi Kerjasama Islam), maka kepemimpinan tunggal tidak diperlukan lagi. Keinginan ISIS yang bercita-cita mendirikan sebuah kepemimpinan tunggal adalah sebuah utopia,” tutur Menag.

“Cikal bakal ISIS yang telah terbentuk pada oktober 2006 (ISI: Islamic State of Iraq) dan hendak membentuk sebuah entitas politik yang dikuasainya, dengan cara apapun, termasuk kekerasan, tidak bisa dibenarkan,” tambah Menag.

Sejauh ini, kata Menag, ISIS tak segan menggunakan kekerasan terhadap siapa pun yang tidak sejalan dengan dawlah, baik muslim maupun non muslim. Yang muslim dikafirkan, dan darahnya halal untuk dialirkan (dibunuh). Kebenaran adalah milik ISIS seorang. Sedang yang non muslim yang minoritas, diperlakukan secara diskriminatif dan hampir tidak diberi ruang kebebasan untuk hidup.

“Pilihan yang ISIS berikan adalah pindah agama, membayar pajak keamanan (jizyah) atau dibunuh. Sebuah pilihan yang tidak mencerminkan ajaran Islam yang menjunjung tinggi toleransi dalam kehidupan beragama,” tegas Menag. (Ant/S@if)

Tinggalkan Balasan