Silaturahim dengan Bertemu Fisik, Bukan Lewat Medsos

0
370

Surabaya, Cyberdakwah — Setelah ditempa selama sebulan dengan puasa Ramadhan, umat Islam hendaknya bisa memanfaatkan Idul Fitri dengan silaturahim. Meminta maaf kepada sesama tentu lebih mulia daripada mengisi dengan berwisata.

ā€œMakna Idul Fitri yang paling esensi diantaranya adalah bersilaturahim kepada orang tua, saudara, kerabat, sahabat yang diiringi permintaan maaf atas segala khilaf,ā€ kata H Farmadi Hasyim. Dan seperti disyariatkan, kegiatan permohonan ampun itu dilakukan dengan bersalaman, lanjutnya.

Keterangan ini disampaikan Ustadz Farmadi saat tampil di Kajian Jelang Buka Puasa di BBS TV, Rabu (15/7/2015) petang.

Dalam pandangan Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama Jawa Timur ini, para orang tua terdahulu telah mendidik anak-anaknya untuk mengunjungi sanak saudara demi mempererat kekerabatan. ā€œTidak sedikit para orang tua yang bercapek-capek mengunjungi saudara di luar kota demi mengenalkan keluarganya serta memintakan maaf atas kesalahan yang dilakukan,ā€ ungkapnya.

Bagi Kepala Seksi Haji Kemenag Kota Surabaya ini, pelajaran itu adalah sangat mahal. ā€œAapalagi sekarang kita dihadapkan dengan sejumlah kemudahan komunikasi yang terkadang mencukupkan permintaan maaf lewat short message service dan fasilitas dari telepon seluler yang lain,ā€ terangnya.

ā€œDemikian juga umat Islam terlalu ceroboh dengan kemudahan komunikasi yang memanfaatkan media sosial atau medsos untuk meminta maaf,ā€ terangnya. Kandidat doktor di UIN Sunan Ampel Surabaya ini menyarankan agar keberadaan medsos digunakan sebagai alternatif terakhir saat silaturahim secara tatap muka tidak bisa dilakukan.

Tradisi beranjangsana adalah puncak dari pencapaian ibadah bagi mereka yang puasa. ā€œKesadaran dan menyadari dosa serta khilaf, tidak berhenti hanya kepada Allah, juga harus diimbangi dengan kesadaran serupa kepada manusia, khususnya kepada keluarga dan kerabat,ā€ katanya.

Namun demikian ia mengingatkan bahwa Ramadhan dan Syawal hanyalah stimulus. ā€œSelanjutnya, jadikan kesadaran ini menjadi bagian dari etos di 11 bulan berikutnya,ā€ terangnya. Karena kalau kemauan bersilaturahim hanya dilakukan di Syawal, maka itu artinya tidak ada pengaruh baik dari tempaan selama Ramadhan. Demikian juga intensitas bertafakkur, istighfar dan sejenisnya juga sebagai spirit mengisi bulan berikutnya usai Ramadhan.

ā€œBila itu yang dilakukan, maka titel muttaqin layak kita sandang,ā€ pungkasnya. (s@if)

Tinggalkan Balasan