Adakah titik temu hikmah atas musibah haji di Mina dengan kasus Salim (Kancil) di Lumajang, Jawa Timur? Kalau kita cermati, tentu saja ada.
Pertama, kita sepakat bahwa yang sudah terjadi dalam diri makhluk dan di alam ini merupakan kejadian yang sudah menjadi garis ketetapan Tuhan (takdir). Di sisi lain, kita sbg makhluk ciptaanNya yang sempurna diberikan akal hati dan fikiran juga dituntut untuk berikhtiar melakukan perbaikan kualitas hidup dan menghindari kejadian-kejadian serupa di masa yang akan datang.
Dalam musibah di Mina, Arab Saudi, kita faham apa yang dilakukan para jamaah haji di Mekkah merupakan panggilan Allah yang diwajibkan kepadanya yang mampu. Ketaatannya merupakan ibadah kehambaan kepada sang Khaliq. Hadiah bagi mereka yang menyandang haji mabrur pun dibuka jalan sendiri (khusus) menuju syurgaNya di akherat kelak.
Tapi kita juga sadari, meninggalnya para jamaah haji yang mencapai ribuan orang di Mina dalam keadaan berdesak-desakan atau dorong-dorongan saat mau melakukan jumroh, tentu saja merupakan musibah yang memprihatinkan dari sisi kemanusiaan. Sebuah musibah yang sebenarnya dalam ukuran keselamatan dan kemanusiaan, sabab musababnya bisa dicek, dievaluasi dan kemudian dilakukan usaha perbaikan secara cermat dan menyeluruh sehingga kondisi beribadah dan berkhidmat kepada sang pencipta terasa khusuk dan lancar.
Musibah ini seperti memutar waktu kejadian ambruknya terowongan Mina tahun 1990 yang menelan ribuan korban. Sungguh telah ada pelajaran-pelajaran sebelumnya bagi mereka yang berfikir, yaitu tentang ibadah, keselamatan kemanusiaan, tata kelola haji dan kepasrahan.
Kita berharap pihak otoritas pengelolaan ibadah haji terbuka dan siap menerima masukan atau kritikan yang membangun untuk perbaikan tata kelola haji ke depan sehingga kejadian serupa tak terulang, termasuk musibah akibat jatuhnya alat berat chrane di Mekkah.
Hal-hal yang bisa menjadi pertimbangan dalam kelola haji dari kejadian-kejadian tersebut antara lain, sterilnya area ibadah haji di Mekkah dan sekitarnya dari alat-alat berat proyek, mengukur kapasitas wilayah berhaji dengan jumlah calon jamaah haji yang akan masuk, mengukur secara cermat jalur-jalur berhaji termasuk jalur lempar jumroh sehinga kejadian terburuk berdesak-desakan tidak sampai menimbulkan korban jiwa atau minimal meminimalisir jumlah korban serta tentu saja adanya kontrol dan pengawasan yang kuat dari askar dilapangan, termasuk pendisiplinan jadwal kegiatan berhaji.
Pun begitu dengan Kasus Salim (Kancil) di Lumajang. Meninggalnya menyisakan kepahitan tentang makna kemanusiaan. Rasa kemanusiaan yang terhempas di kampung Selok Awar-awar, Lumajang yang berubah menjadi penganiayan dan pembunuhan sadis.
Fakta mengakui, kasus pembunuhan tersebut terkait dengan perjuangan almarhum bersama sejumlah aktifis lainnya menolak penambangan pasir ilegal di Pantai Watu Kecak, wilayah kampungnya.
Mereka yang melakukan pembunuhan begitu terencana, mendatangi para korban, menangkap dan melakukan penawanan bak seorang aparat kepolisian yang akan menangkap penjahat atau narapidana. Dan ini sangat berlebihan, mereka melakukan itu di area terbuka, bahkan banyak saksi anak-anak yang melihatnya. Padahal sang korban adalah manusia yang tak bersalah tapi disalahkan, seorang yang dianggap hina padahal hakikatnya mengerjakan perbuatan yang mulia. Dalam proses penganiayaan itu, juga menggunakan alat-alat kasar seperti kayu dan batu. Sungguh memprihatinkan.
Sudah barang tentu, perjuangan menolak penambangan liar di desa nya bagian dari ibadah, tentang menegakkan kebenaran dan kemaslahatan serta mencintai makhluk sekitarnya. Semoga Allah menerima amal ibadah almarhum dan diberikan tempat terbaik disisiNya.
Membaca kronologis penganiayaan dan pembunuhan terhadap almarhum, mengingatkan diri akan model dan cara penganiayaan orang-orang komunis di negeri ini pada masa silam, yang tidak mengenal kata ampun menghabisi orang-orang tak bersalah dengan sadis dan tak berperikemanusiaan.
Semoga aparat dapat menuntaskan kasus ini dengan seadil-adilnya dan sebaik-baiknya. Sekiranya sang kades terbukti nyata terlibat, maka harus segera dipecat dan diberikan hukuman yang setimpal serta berharap digantikan orang yang bijak dan berakhlak. Pun begitu dengan pelaku-pelaku lainnya, harus diberikan hukuman yang adil.
Kepada aparat hukum, ini diharapkan jadi momentum penegakan hukum yang transparan dan adil bagi para aktifis lingkungan, masyarakat Lumajang dan rakyat Indonesia pada umumnya, termasuk mengevaluasi kinerja āpara anggota korps waskitaā di lingkungan masyarakat sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi.
Kedua kejadian di atas pada akhirnya diharapkan bisa memberikan hikmah akan makna ibadah, perjuangan hidup dan kemanusiaan. Meninggalnya mereka semoga menjadi renungan dan bahan perbaikan kualitas kehidupan pada masa yang akan datang serta semoga mereka yag menjadi korban meninggal dunia dlm keadaan khusnul khotimah.
Ų§Ų³ŲŖŲŗŁŲ±Ų§ŁŁŁ Ų§ŁŲ¹ŲøŪŁ
Ų§Ś¾ŲÆŁŲ§Ų§ŁŲµŲ±Ų§Ų· Ų§ŁŁ
Ų³ŲŖŁŪŁ
ŁŲ§ŁŁŁ Ų§Ų¹ŁŁ
Sumber : MoslemForAll