Terkait dengan penerapan dan tantangan MEA, pemerhati pendidikan dan penulis sejumlah buku pendidikan Doni Koesoema A mengatakan pondok pesantren lebih siap.
Demikian dikatakan Doni dalam wawancara dengan NU Online seusai menjadi pembicara dalam diskusi publik “Tantangan Dunia Pendidikan Menghadapi MEA” di Griya Gus Dur, Selasa (3/5).
Doni beralasan, “Karena di ponpes individu-individu dibekali oleh kekuatan spiritual yang bagus. Lalu kontak budaya dan kontak dengan masyarakat yang kuat, itu sebenarnya bisa menjadi modal.”
Dari sisi ekonomi pondok pesantren perlu mengupayakan bagaimana memberdayakan ekonomi masyarakat. Menurut Doni hal ini akan mengubah bangsa Indonesia akan lebih cepat maju.
“Saya melihat di masjid-masjid ada banyak arus uang. Tetapi kas, di beberapa majid di Tangerang (tempat tinggal Doni-Red), dipakai untuk membangun gapura. Padahal di sekitarnya banyak orang miskin. Nah, saya membayangkan seandainya di setiap masjid mereka punya perhatian terhadap pemberdayaan ekonomi orang-orang miskin masyarakat bangsa ini akan cepat maju, naik kelas,” papar Doni.
Doni menambahkan proses pendidikan di pesantren akan sangat membantu karena sejak awal, santri sudah dekat dengan masyarakat, mengenal siapa masyarakat di sekitar pesantren, tahu siapa yang miskin siapa yang bisa dibantu.
Pendidikan di pondok pesantren dalam pandangan Doni terlihat lebih ke pendidikan yang dinamis. Para santri selain tumbuh dengan kekuatan nilai-nilai tradisional, dan kitabnya yang diajarkan dengan model menghapal, kemudian terbatinkan dan diterapkan dalam praktik. Itu bisa menjadi modal yang bisa dipindahkan dalam menghadapi tantangan MEA.
“Misalkan menghadapi tantangan di luar kan kita harus tahu, apa yang ada di dalam masyarakat, apa yang dibutuhkan. Kita akan mencari cara yang lebih baik untuk mengantisipasinya,” ungkap Doni.
Hal lain yang membuat pesantren lebih siap menghadapi MEA adalah kemampuan berbahasa asing.
“Di ponpes bahasanya bagus. Itu kan menurut saya luar biasa,” pungkas Doni yang pernah meneliti pola pendidikan di beberapa pesantren termasuk Tebuireng, Jombang. (Kendi Setiawan/Fathoni)
Sumber : Nu Online