Jakarta, CyberDakwah.COM ~ Invasi Amerika Serikat pada Oktober 2001 menjadi lonceng kematian rezim Taliban di Afghanistan, secara de facto mendorong Taliban kembali ke habitat asalnya sebagai kelompok pemberontak yang bergerilya dan bersembunyi di pegunungan meski tetap mengklaim Emirat Islam Afghanistan masih eksis.Jauh setelah negara Emirat Islam yang didirikan militan Taliban di Afghanistan itu runtuh, kini muncul sebuah kelompok militan di Suriah yang menamakan dirinya ISIS (Islamic State of Iraq and Sham) yang kemudian mengklaim telah mendirikan “negara Khilafah” pada pertengahan tahun 2014.
Baik Taliban (ketika berkuasa) maupun ISIS keduanya sama-sama mempraktekkan hukuman ala abad pertengahan di wilayahnya, seperti amputasi, rajam dan hukuman brutal lainnya di tempat terbuka. Taliban dan ISIS juga sama dalam memperlakukan kaum perempuan, keduanya sama-sama mengklaim sebagai sebagai negara Islam. Hanya saja negara Taliban berbentuk Emirat (Imarah) sementara ISIS berbentuk Khilafah.Lantas apa sebenarnya perbedaan antara Emirat dan Khilafah?Dalam diskursus Fiqh Siyasah, Emirat atau Imarah adalah suatu negara kecil yang berdaulat untuk melaksanakan pemerintahan, seorang pemimpin Emirat disebut Amir.
Dalam konteks Emirat Islam yang didirikan Taliban adalah pemerintahan yang menerapkan hukum syariat hanya di tanah Afghanistan.Sedangkan Khilafah adalah pemerintahan Islam yang tidak dibatasi oleh teritorial, pemimpin Khilafah disebut Khalifah. Dalam bahasa Ibnu Khaldun, kekhalifahan adalah kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum syariat Islam.Mullah Omar didaulat Taliban sebagai Amir negara Emirat Islam Afghanistan ketika berdiri tahun 1996. Mullah Omar belakangan terkuak telah meninggal pada tahun 2015, ia sejatinya telah meninggal dua tahun sebelumnya karena menderita sakit hepatitis. Taliban kemudian menunjuk Mullah Akhtar Mansur sebagai penerusnya.Sementara itu, ISIS yang mendirikan negara Khilafah mengangkat Abu Bakar Al Baghdadi sebagai khalifah. Seperti Mullah Omar, Abu Bakar Al Baghdadi juga menggelari dirinya Amirul Mukminin (leader of faithful). Dalam bahasa Arab, Amir artinya adalah seorang yang memerintah.Meski sama-sama menolak produk demokrasi seperti Pemilu, ISIS dan Taliban memiliki paradigma yang berbeda tentang negara Islam, dalam hal ini Taliban masih menghargai batas-batas negara lain, dan hanya bercita-cita menegakkan syariat di Afghanistan saja. itulah mengapa Taliban menggunakan konsep negara Emirat.
Sementara ISIS jauh lebih utopis, mengusung konsep negara Khilafah, ISIS tidak mengakui batas-batas negara yang ada, tujuan penegakan syariat tidak boleh dibatasi teritorial.Ketika terjadi pertikaian antara militan Al Qaidah dan ISIS di Suriah yang berujung konflik senjata, Taliban saat itu terlihat berusaha menahan diri dan menyerukan persatuan kepada pihak-pihak yang bertikai.Timbul masalah ketika pada Januari 2015, sesuai dengan konsep negara Khilafah-nya, ISIS mulai melebarkan pengaruhnya dan merekrut pengikut di Afghanistan, ISIS menjajaki Taliban mau bergabung bersamanya dan meninggalkan sekutu lamanya yakni Al Qaidah.Merespon ancaman ekspansi ISIS, Taliban mengultimatum ISIS untuk tidak masuk ke Afghanistan, tapi rupanya pengaruh ISIS cukup cepat menyebar menjangkiti anggota Taliban yang selama ini tidak puas dengan gerakan Taliban yang dipandang jalan di tempat.Munculnya paham ISIS di Afghanistan juga membuat cemas pemerintah setempat, kini mereka menghadapi tantangan lebih berat menciptakan kedamaian di negeri Afghanistan.Konflik dua kelompok teroris ini pun akhirnya meletus, saat pengikut ISIS mulai berusaha merebut desa-desa yang dikendalikan Taliban.
Kemudian ISIS mengukuhkan telah berdiri di Afghanistan sebuah propinsi di bawah kekhalifahannya dengan nama “wilayah Khurasan” dan mengangkat seorang seorang bernama Hafidz Said Khan sebagai Wali (gubernur) Khurasan.Tak hanya menegaskan permusuhannya dengan Taliban, ISIS juga menegaskan perbedaan dirinya dengan Taliban. Hal ini terungkap pada isi tulisan majalah Dabiq edisi 13, media propaganda online milik ISIS yang diterjemahkan dalam multi-bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Di majalah tersebut ISIS mengulas kelompok Taliban sebanyak 6 halaman dikemas dalam bentuk wawancara bersama seorang pentolan ISIS yang ditunjuk menjadi wali (gubernur) di Afghanistan, Hafidz Said Khan. “Interview with; the wali of khurasan”, begitu judul tulisan itu.ISIS menilai Taliban adalah kelompok nasionalis, bukan organisasi Islam yang berjuang menegakkan hukum Tuhan tapi mereka berjuang demi kepentingannya sendiri (Afghanistan). Taliban dituding memberlakukan hukum adat istiadat suku-suku dan memutuskan urusan sesuai dengan keinginan tradisi rakyat, adat istiadat, bukan hukum syariat.
Masih dalam majalah Dabiq, ISIS merendahkan Taliban karena mulai memilih jalur negoisasi dengan musuh, membuka kantor perwakilan di negara Qatar, negara yang dilabeli Thagut (tiran) oleh ISIS, perjuangan angkat senjata Taliban dinilai telah mengendur. Tak hanya itu, Taliban dituding membiarkan perdagangan opium dan mengambil keuntungan darinya di Afghanistan.Untuk menunjukkan pengaruhnya di Afghanistan, ISIS mempublikasikan aktifitas pengikutnya yang mulai melakukan perusakan terhadap makam-makam atas nama memberangus kesyirikan. Suatu hal yang tak pernah dilakukan Taliban.ISIS di Afghanistan mulai merilis video-video propaganda berkualitas tinggi ala Hollywood, menggambarkan aktifitas perekrutan anggota yang kebanyakan remaja tanggung dan aksi eksekusi brutal pada siapapun yang dianggap menghalanginya.
Geliat kemunculan ISIS di Afghanistan adalah problem baru di saat pekerjaan pemerintah menjinakkan Taliban belum membuahkan hasil yang signifikan. Ideologi ISIS jelas jauh lebih berbahaya dibanding Taliban. Ada gejala ISIS ingin memicu kembali perang saudara di Afghanistan seperti di Suriah saat ini.Kelompok seperti ISIS tidak bisa berkembang biak di negeri yang damai. ISIS hanya bisa merajalela di daerah konflik. Seperti yang sudah terjadi di Suriah, Irak, Libya dan Yaman. Itulah mengapa di saat Taliban mulai ada tanda-tanda menerima perundingan damai dengan pemerintah, ISIS justru berhasrat memicu kekacauan di Afghanistan. (Oleh: Iqbal Kholidi adalah pemerhati Timur Tengah, bisa ditemu di @iqbal__kholidi)