Kiai Sholeh Darat adalah penyambung risalah Islam. Dengan keilmuannya mendidik para santri dan mengarang banyak kitab, ajaran Rasulullah bisa tersebar di Nusantara dan membuat orang Jawa mereka mengenal agama Islam.
Karena Kiai Sholeh merupakan guru dari para gurunya ulama nusantara, maka tersebarlah ajaran Islam dan diteruskan para murid dan muridnya murid hingga kini dan di masa mendatang. Kitab-kitab karyanya juga terus dicetak dibaca dan diajarkan sehingga semakin luas sebaran ajaran Islam ke masyarakat khususnya di Jawa.
Demikian disampaikan KH Khafid Romli asal Boja Kendal, Jawa Tengah dalam mauidhoh hasanah di acara Pengajian Haul ke-116 Kiai Sholeh Darat di halaman masjid Darat Semarang, Jum’at (15/7) malam.
Kiai muda alumnus Pondok Pesantren Padaan Podorejo Ngaliyan Semarang, ini mengajak hadirin untuk melanjutkan kiprah keilmuan Kiai Sholeh Darat dengan banyak belajar agama dan mengaji kitab-kitab karya sang waliyullah yang pernah jadi mufti di Mekah itu.
“Mbah Sholeh Darat adalah penyambung risalah Islam. Karena beliaulah kita mengenal Nabi Muhammad dan ajaran Islam melalui para guru kita dan melalui kitab-kitab karya beliau,” tuturnya yang dominan memakai Bahasa Jawa dalam taushiyahnya.
Jika tiada Kiai Sholeh Darat, lanjutnya, orang Jawa (Nusantara) pada umumnya tidak mengerti makna Al-Qur’an maupun apa saja yang isi syariat Islam.
Sebab Kiai Sholeh Darat yang bernama lengkap Syaikh Muhammad Sholeh bin Umar Assamarony adalah penulis pertama Tafsir Al Qur’an berbahasa Jawa. Sehingga orang Jawa termasuk RA Kartini sang murid yang tidak mengerti arti ayat Al Qur’an bisa mengetahui isi kandungan kitab suci umat Islam tersebut.
Sebelumnya, mayoritas orang hanya bisa membaca Al-Qur’an tanpa tahu artinya. Dan kalaupun ada yang mengerti isinya, itu hanya kalangan terbatas yang menguasai bahasa Arab dan perangkat ilmu lainnya macam kiai atau santri pondok pesantren.
Seperti diketahui, Kiai Sholeh Darat adalah pengarang Tafsir Faidhur Rohman, kitab berisi penerjemahan dan penjelasan atas ayat Al Qur’an berbahasa Jawa dengan aksara Arab Pegon.
Kitab itu diyakini didorong penulisannya oleh RA Kartini yang merupakan murid beliau dan meminta agar bisa mengerti arti Al-Quran dalam aktivitas mengajinya. Diyakini pula, kitab Tafsir itu menjadi kado perkawinan dari sang guru kepada Kartini saat ia menikah dengan Bupati Rembang RM Jayadiningrat.(Ichwan/Abdullah Alawi)
Sumber : Nu Online