Benarkah Krisis Rohingya bukan Konflik Agama?

0
877
Benarkah Krisis Rohingya bukan Konflik Agama?
Benarkah Krisis Rohingya bukan Konflik Agama?

Agama jek patokar tape manossana kodhu se e pasadar (Agama jangan dipertengkarkan tapi manusianya yang harus disadarkan). Kalimat itu yang disampaikan KHR Ahmad Azaim Ibrahimy ketika menyinggung soal tragedi kemanusiaan di Myanmar. Kiai muda karismatik itu mengingatkan agar tak semua persoalan kejahatan dikaitkan dengan agama karena kalau hal itu terus dilakukan akan berdampak pada konflik dan tragedi yang lebih besar.

Menurutnya, persoalan yang terjadi di Myanmar tidak lebih dari persoalan wilayah dan kekuasaan. Penguasa Myanmar hendak merebut dan menguasai tanah dan wilayah yang dikenal makmur. Hanya saja untuk mendapatkannya, penguasa Myanmar  yang kebetulan beragama Budha melakukannya dengan cara membantai penduduk Rohingya yang juga kebetulan beragama Islam.

“Rohingya nikah settong kennengan se tanana nika e rebbuk, kemakmurannya ingin diambil maka warganya dibantai, keteppa’an se nengenneng e kaessa’ Islam, padahal ingin menguasai. Deddhi nika urusan berres, urusan jegung, pas ngibe-ngibe agema. Tore Agama jek patokar tape manossana kodhu se e pasadar. 
(Rohingya ini adalah suatu tempat yang tanahnya ingin direbut, kemakmurannya ingin diambil maka warganya dibantai. Kebtulan yang tinggal di sana orang Islam. Jadi seperti tadi, ini urusan beras, jagung terus bawa-bawa agama. Marilah agama jangan dipertengkarkan tapi manusianya yang harus disadarkan”, ajak Kiai Azaim ketika menyampaikan ceramahnya pada pengajian Sholawat Bhenning “Silaturrahim Cinta” di dose Sopet, kecamatan Jangkar, Situbondo, Sabtu (02/09/2017).

Pada pengajian Sholawar Bhenning yang bertemakan “jek atokaran sa tatangge’en, saleng maenga’ sataretanan” (Jangan bertengkar antar tetangga, saling mengingatkan antar saudara), Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo itu menegaskan kebiadaban pemimpin dan umat Budha di Myanmar sama sekali tak mewakili perilaku umat Budha di Indonesia bahkan di dunia sekalipun. Hal itu bisa dilihat dari sikap dan perilaku umat Budha di tanah air yang lembut dan santun.

“Pemimpin, penguasa Myanmar yang non Muslim beragama Budha menjadi sosok yang ganas hingga membunuh umat Islam Rohingya. Suatu sikap yang sama sekali berbeda jauh dengan saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air yang beragama Budha, mereka santun dan ramah”, jelas Kiai Azaim dengan bahasa Madura diikuti dengan ajakan membacakan surat Al Fatihan agar persoalan yang menimpa umat Islam Rohingya dapat segera terselesaikan.

Sayangnya masih ada sekelompok orang yang menganggap tragedi kemanusiaan di Rohingnya adalah konflik agama. Bahkan dipahami sebagai ajakan perang  terhadap Umat Islam. Menurut cucu Pahlawan Nasional Kiai Asad itu, pemikiran seperti ini tidak boleh dibiarkan karena sangat berbahaya bagi kehidupan antar umat Agama di suatu negara bahkan bagi perdamaian dunia.

“Orang yang fanatik mengatakan, mereka telah mengajak perang. Kalau ini dibiarkan, bukan tidak mungkin umat beragama di dunia akan benar-benar berperang. Lalu, bayangkan kalau umat agama Budha di dunia, baik di India, China berperang dengan negara-negara Islam hingga terjadi perang besar. Maka rusaklah dunia ini akibat fitnah urusan dunia padahal bukan persoalan agama”, paparnya.

Secara rutin Kiai Azaim bersama Jam’iyah Sholawat Bhenning yang dirintisnya tampil di beberapa tempat baik di desa maupun di kota. Metode dakwah dengan memadukan seni hadrah dan drama/teater dengan tata panggung  megah dan modern membuat dakwah yang diusung lulusan  Pondok Pesantren Al Haramain Mekkah itu mudah diterima dan makin dimininati oleh semua kalangan. Bahkan tak sedikit jamaah pengajian ada yang rutin hadir hampir disetiap Jam’iah Sholawat Bhenning tampil. Mereka yang menamakan dirinya “Bhenning Mania” itu tidak hanya berasal dari kota Situbondo, bahkan ada yang datang dari Kabupaten tetangga, Bondowoso, Jember dan Banyuwangi. (Hans, Serambi Mata)

Tinggalkan Balasan