Bertarunglah Seperti Sahabat Nabi!

0
522
Bertarunglah Seperti Sahabat Nabi!

Setiap malam ke-41 atau sekali dalam 41 hari, para pemuda Sukorejo berkumpul di suatu tempat yang telah ditentukan. Bahkan mereka yang tinggal berjauhan dari tanah kelahirannya tak sedikit yang menyempatkan datang untuk sekedar melepas kangen, bersilaturrahim sambil bernostalgia dengan sahabat lama selain tujuan mengaji dan berzdikir bersama KHR Ahmad Azaim Ibrahimy yang istiqomah berada di tengah-tengah mereka.

Malam itu, Sabtu, 21 Juli 2018 acara yang digagas Majelis Dzikir Basmalah (MDB) Sukorejo itu menjadi begitu istimewa karena di tempatkan di Mushalla yang ada di ketinggian bernama Musholla Jabal Rahmah. Di Musholla yang dibangun oleh Ny. Dr. Umi Khairiyah, Istri Pahlawan Nasional, KHR Asad Syamsul Arifin itu, serangkaian acara dimulai sekitar pukul 23.30 wib, yang diawali dengan tausiyah oleh Kiai Azaim, Dialog, Dzikir Basmalah dan diakhiri dengan kulluhumatau makan bersama. Sebelumnya, mulai setelah Isya’ sebagian jamaah sudah berasa di lokasi untuk bersama-sama memasak aneka menu makanan sederhana, seperti nasi jagung, ikan tongkol, teri dan sambel terong khas santri.

Sesi tausiyah, dialog dan Dzikir Basmalah bersama Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah, Kiai Azaim adalah saat yang ditunggu-ditunggu oleh anggota MDB selain momen makan bersama beralaskan daun pisang seadanya di akhir acara. Mereka membaur tanpa sekat, batas maupun berbedaan, bahkan Kiai Azaim turut menikmati masakan sederhana di tengah-tengah para santrinya.

Di dalam tausiyahnya, Kiai Azaim banyak mengingatkan tentang hakikat hidup, sejatinya ibadah hingga bagaimana seharusnya manusia berikteraksi dengan lingkungan sosialnya.

“Berbahagialah manusia yang ketika di dunia sudah belajar hakikat dan karakter ahli surga”, pesannya.

Karakter ahli surga telah dicontohkan oleh Nabi dan para sahabatnya. Cucu Pahlawan Nasional Kiai Asad itu lalu berkisah tentang kecerdasan para Sahabat Nabi yang sama sekali tidak disertai rasa benci, emosia dan syahwat dalam dirinya. Sikap itu ditunjukkan hingga saat berperang di dalam menaklukkan musuh-musuhnya sekalipun.

“Bertarung, fighting dengan segala kemampuannya tapi tanpa disertsi emosi, nafsu, tidak karena kebencian dan dendam pribadi tapi karena tugas suci. Itulah karakter, gaya berperang dan jihad para sahabat Nabi. Sikap seperti itu ditunjukkan oleh Sayyida Ali ketika diludahi oleh musuhnya pada saat ia telah siap dengan pedang terhunus, tapi Sahabat Ali urung membunuh musuhnya. Ketika ditanya kenapa ia tidak jadi membunuh, Ali menjawab, saya tidak mau membunuhnya karena saya emosi lantaran ia meludahiku”, kisah Kiai Azaim.

Lalu, murid As-Sayyid Ahmad bin Muhammad Alwi Al Maliki itu mengajak jamaah yang hadir untuk mempelajari dan menerapkannya dalam setiap sendi kehidupan manusia. Karena dalam pandangannya manusia memiliki potensi menyamai Malaikat bahkan bisa melebihi mereka. Sebaliknya, manusia juga bisa bisa berada di tingkatan yang sangat rendah, melebihi rendahnya binatang.

Menurut Kiai Azaim, Organ tubuh Malaikat diciptakan sama sebagaimana organ manusia yang membutuhkan asupan gizi, vitamin, protein dan lainnya melalui makanan dan minuman. Bedanya, asupan makanan dan minuman bagi para Malaikat adalah dzikir.

“Manusia dicipta dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ada manusia yang suatu waktu naik derajatnya seperti malaikat tetapi pada waktu ia akan turun derajatnya seperti binatang bahkan lebih rendah darinya. Ketika derajatnya turun, maka untuk kembali ke kondisi semula seperti manusia awal mula manusia diciptakan adalah dengan taubat. Sehingga bisa kembali kepada masa dimana manusia masih menjadi tulang sulbinya Nabi Adam”, kupasan Kiai Azaim makin dalam dan menyentuh, sehingga suasana malam itu makin hening dalam kekhidmatan.

Malam makin larut, jarum jam sudah melawati 24.00 wib. Disertai hembusan angin malam yang kian menusuk pori-pori. Pesan-pesan Kiai Azaim memecah kesadaran para hadirin yang hadir malam itu, sehingga ketika dibuka sesi dialog, para jamaah begitu antusias menyampaikan pertanyaan-pertanyaannya, mulai dari soal ibadah, sikap dan perilaku sebagai seorang hamba hingga curahan isi hati tentang kegundahan hatinya sebagai manusia biasa.

“Kematangan dan kecerdasan spritual seseorang tumbuh seiring pertumbuhan akalnya dan kedewasaannya.

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Ketika ada musibah datang, ia mengucapkan alhamdulillah karena ia diuji oleh Allah. Dan musibah itu bisa jadi sebagai penghapus dosa atau menjadi jalan akan dinaikkan derajadnya oleh sebab ujian itu”, tambahnya.

Sebelum dialog dimulai, pria yang pernah belajar di Mekah selama kurang lebih sepuluh tahun lamanya itu juga mengungkap tentang kesunnahan dan pentingnya senantiasa memegang tasbih selain membaca tasbih (subhanallah), minum kopi pahit asli Arab dan menziarahi para ulama baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Dengan disertai dalil dan argumen kuat, Kiai Azaim mengupas satu persatu manfaat dan hikmah ketiga amaliah tersebut.

Pukul 02.30 Musholla Jabal Rahmah mulai sepi, satu persatu jamaah MDB kembali ke tempat tinggalnya masing-masing dengan membawa bekal ilmu dan hikmah yang baru saja didapat dari acara dzikir rutin malam itu. Hanya beberapa orang pengurus MDB yang tersisa terlihat mengemasi sisa-sisa peralatan makan, perlengkapan, akomodasi dan peralatan lainnya. Semoga masih ada umur panjang dan kesehatan untuk bersama-sama lagi memetik pelajaran dalam kebersamaan 41 hari yang akan datang. Aamiin… (Hans, serambimata.com)

Tinggalkan Balasan