Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Jadid, KH Abdul Hamid Wahid menyampaikan dalam sambutannya, keprihatinannya terhadap kondisi yang melanda dunia saat ini.
“Kita hadir dan berkumpul dalam kondisi yang penuh keprihatinan melihat keadaan dunia yang saat ini dilanda pandemi wabah Covid-19,” terang KH Abdul Hamid Wahid saat memberi sambutan dalam acara Doa Bersama dan Tausiyah Pengasuh Memperingati Haul Masyayikh Pondok Pesantren Nurul Jadid, pada Minggu (22/03).
Sebagaimana dikutip dari laman Laduni.id, KH Abdul Hamid juga menyampaikan bahwa haul dan harlah seyogyanya digelar dengan melibatkan santri, wali santri, alumni, dan simpatisan. Kini harus digelar secara tertutup; khusus internal pesantren saja, santri dan dewan guru.
Menurut KH Abdul Hamid, hal itu merupakan ikhtiar yang bisa dilakukan sebagai manusia. Terutama bagi manusia yang diberi tanggung jawab untuk menjaga hak atas kesehatan santri yang dititipkan di Pondok Pesantren Nurul Jadid.
“Jika ada yang sakit, kita akan tangani dengan baik, sesuai prosedur yang berlaku. Apa yang disarankan oleh Pemerintah dalam bidang kesehatan sudah kita lakukan. Termasuk menjaga lingkungan agar tidak tertular dan menulari,” jelasnya.
Selain itu, melihat eskalasi dan peningkatan gejala yang terjadi di Kabupaten Probolinggo, Pondok Pesantren Nurul Jadid meniadakan kegiatan di sekolah sejak Minggu (22/03). Tetapi, kegiatan belajar-mengajar tetap berjalan. Guru memandu peserta didik dengan memberi tugas secara online. Sedangkan kegiatan secara offline, akan dipandu oleh para pengurus yang ada dalam Pesantren.
“Ini bentuk kewaspadaan kita, tapi tentu kita tetap yakin bahwa segala sesuatu dari Allah. Sehingga, kita juga meningkatkan permohonan kepada Allah, dengan kegiatan burdah keliling, dan kali ini kita berdoa bersama termasuk juga mendoakan bangsa dan negara. Semoga pandemi ini, lekas berlalu dan menemukan jalan keluar yang terbaik,” jelasnya.
Selain itu, KH Abdul Hamid juga bercerita mengenai batalnya Sayyidina Umar bin Khattab yang hendak berkunjung ke Syam dalam sejarah Islam cukup menjadi pelajaran bagi kita dalam berikhtiar mengatasi wabah.
“Sebagai, bagian dari ikhtiar kita tidak menyalahkan keyakinan bahwa ini Allah yang mengatur segalanya. Tapi ketakutan terhadap Allah tidak harus dibenturkan dengan menanyakan; lebih takut mana? kepada virus atau kepada Allah. Barangkali langkah-langkah syariat sudah jelas, kalau ada wabah kita tidak boleh keluar dan masuk ke daerah wabah,” terangnya. (Laduni)