Kita akan melihat indahnya pantai, dengan deburan ombak yang tanpa lelah mendekati bibir pantai. Kita bisa melihat eloknya layang-layang yang terbang sambil bergoyang kekanan-kiri bak dancer yang sedang beraksi. Para petani pun bisa tersenyum gembira ketika melihat tanaman jagungnya mulai menampakkan buahnya.
Semua itu tak lain karena adanya makhluk Allah yang bernama ‘angin’. Karena anginlah ombak-ombak itu ada, dan karena melawan arah angin layang-layang bisa terbang tinggi, serta karena angin pula lah petani tidak perlu sibuk mengawinkan jagung yang ditanamnya. Jadi, betapa bermanfaatnya angin itu. Tentu masih banyak lagi manfaat angin. Namun dalam pembahasan sekarang bukan ini yang menjadi pokok bahasan. Melainkan tentang masalah-masalah yang dihadapi setiap orang, yang oleh banyak orang diumpamakan dengan sebuah angin.
Mengumpamakan masalah dengan angin memang cukup tepat. Mengingat masalah akan membuat seseorang guncang, layaknya pohon yang akan bergoyang dan roboh ketika diterpa angin. Karena ada masalah lah terkadang seseoarang bisa melakukan hal-hal yang diluar ketentuan. Hal ini bisa kita lihat buktinya sudah banyak orang yang bunuh diri hanya gara-gara diterpa masalah, semisal menumpuknya hutang. Na’udzubillah, semoga kita tidak mengikuti jejak mereka.
Manusia memang tidak akan lepas dari masalah. Tidak ada seorang manusia pun yang hidup tanpa mendapat masalah. Kita tidak akan menemukan orang yang langsung sukses tanpa menghadapi banyak rintangan. Sadarkah kita bahwa manusia paling sempurna, Nabi Muhammad saw, menghadapi masalah atau tantangan yang cukup besar. Qiyasnya, manusia pilihan seperti beliau saja masih punya masalah, apalagi umatnya. Kita menghuni planet bumi ini saja karena nenek moyang kita (Nabi Adam dan Siti Hawa) mendapat masalah. Makanya, tidak perlu heran kalau anak cucunya pun akan dirundung masalah.
Sayangnya, banyak di antara kita terkadang tidak mudah untuk menghadapi masalah. Ketegaran yang seharusnya ditampakkan tergantikan oleh kesedihan yang berlaru-larut atau tergantikan oleh keputusasaan. Bahkan kadang dalam benaknya terbersit “Kenapa Allah memberikan hal ini kepadaku” sebagai bentuk protes kecil kepada Allah. Padahal Allah sudah memberi tahu bahwa manusia lah yang akan ditanya tentang apa yang diperbuat. Sehingga tidak perlu bertanya tentang apa yang telah diperbuat Allah kepadanya.
Hal ini penting disadari, karena perbuatan manusia bisa baik bisa buruk. Sedangkan apa yang dilakukan oleh Allah pasti baik. Kesimpulan ini berdasarkan firman-Nya,
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
“Allah tidak akan (berlaku) zhalim kepada hamba-Nya” (QS. Fushshilat: 46)
Menurut Ibnu Asyur dalam kitabnya, al-Tahrir wa al-Tanwir, maksud dari ayat ini adalah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang-orang yang tidak akan berdosa, orang-orang yang sudah menjalani kehidupannya sesuai dengan apa yang digariskan. Hal ini merupakan bentuk sikap keadilan Allah. Tidak seperti para hakim atau penegak hukum lainnya, yang terkadang memutus salah orang yang benar hanya demi kepentingan.
Kalau kita tarik lagi pada permasalah sebelumnya—dengan juga memposisikan ayat di atas pada konteks yang lebih luas lagi—memberikan indikasi bahwa setiap masalah yang dihadapi oleh seseorang pasti masih dalam batas kemampuannya. Seandainya tidak dalam kemampuannya, berarti Allah telah berbuat zhalim—meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya—sementara pada ayat di atas Allah sudah menegaskan sebaliknya. Bukankah Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ
“Sungguh Allah tidak akan menyalahi janjinya” (QS. Ali Imran: 09)
Allah akan selalu menepati janjinya. Ketika Allah bilang A, pasti itu yang akan dilakukan. Saat berkata tidak akan berbuat zhalim, tentu saja hal itu benar-benar tidak akan dilakukan oleh Allah. Sebab Allah bukan dzat pembohong.
Oleh karena itu, tidak sepatutnya untuk meratapi masalah yang dihadapi. Jangan lagi ada banjir air mata karena masalah yang besar. Jangan biarkan keputusasaan menyertai masalah itu. Terlebih, jangan sampai melakukan demo kecil dengan mempertanyakan apa yang telah Allah perbuat padanya. Hal ini disebabkan karena masalah yang disuguhkan oleh Allah bukan layaknya api yang membakar sebuah gubuk atau bom atom yang meluluhlantahkan dua kota besar di Jepang. Tetapi masalah itu bagaikan angin yang bisa menjadikan layang-layang bisa terbang tinggi, menambahkan keelokan pantai dengan adanya ombak, dan menjadi sarana sebuah bagi tanaman agar bisa berbuah.