Beberapa hari yang lalu, sebelum menulis opini ini, saya melakukan penilitian sederhana. Saya mencoba bertanya kepeda beberapa teman laki-laki tentang busana yang dikenakan oleh para perempuan yang serba minimalis dan ketat. Saya sengaja melakukan hal itu untuk menambah data opini yang saya tulis ini.
Setelah saya mengajukan pertanyaan tersebut. Ternyata sekian jawaban yang mereka lontarkan sangat mengerikan dan menjijikkan.
Ada yang menjawab, ketika dia melihat seorang perempuan yang mengenakan pakaian mini dan ketat, matanya tarbelalak dan otaknya penuh dengan hasrat nafsu birahi.
Sebagian menjawab dengan bercerita. Waktu ia belanja, baik di pasar atau di mall, sering kali melihat seorang perempuan berpakaian serba minimalis dan ketat. Suatu ketika, ia melihat perempuan sedang memilih barang dengan berjongkok. Karena baju yang dipakainya minim, otomatis baju yang minim itu tertarik ke atas. Lalu yang terjadi, tampak jelaslah sebagian bokongnya. Nah, ketika dia melihat itu (bokong yang tampak) dia merasakan ireksi dadakan. Kejadian seperti itu sering kali dia jumpai.
Satu lagi. Ini yang mungkin sangat menjijikkan. Di saat teman saya menjumpai perempuan yang berpakaian menim dan ketat. Rasanya ia ingin menelanjanginya, lalu membelainya dan menjamahnya. Dia berkata, “Bagaimana tidak, seperti baju tanktop yang memamirkan sebagian buah dadanya membuat lidah saya ingin menjilatnya. Celana tipis dan ketat menjadikan tangan saya ingin menepuk bokongnya.
Jawaban di atas adalah jawaban mereka secara jujur dan nyata. Karena saya meminta kepada mereka agar menjawab dengan jujur. Dan agar dijawab dengan jujur, saya bertanya kepada teman-teman laki-laki yang suka blak-blakan, dengan alasan pertanyaan yang saya ajukan untuk sebuah opini. Dari sekian jawaban yang saya cantumkan cukup tiga saja, karena jawaban mereka semua berkesimpulan sama walau redaksinya berbeda.
Jadi, ternyata busana minimalis yang dikenakan kita (perempuan), membuat pikiran yang bersih menjadi kotor dan mengundang hal-hal yang negatif.
Menurut penelitian, di otak laki-laki, ketika melihat lekuk tubuh perempuan yang ramping dan seksi ternyata terjadi semacam reaksi kimia yang efeknya serupa saat seseorang meminum minuman beralkohol atau obat-obatan.
Untuk mengetahui pengaruh tubuh perempuan dengan otak seorang laki-laki, Steven Platek, ilmuwan neuro yang meneliti evolusi kognitif di Georgia Gwinnett College, Lawrenceville, Georgia, dan beberapa peneliti lainnya mengundang 14 laki-laki dengan usia rata-rata 25 tahun untuk melihat 7 pasang foto pinggul perempuan.
Melalui alat pemindaian, diketahui ketika melihat foto pinggang perempuan, bagian otak yang teraktivasi adalah bagian yang juga merespon ketika seseorang meminum alkohol dan obat-obatan. Hal ini tidak terlalu mengejutkan betapa evolusi manusia kini sudah membuat bentuk tubuh menarik perempuan menjadi hal yang mencandu.
Ironisnya, busana minim yang mempertontonkan sebagian besar tubuh perempuan dan busana ketat yang memamerkan lekuk tubuhnya, oleh mayoritas perempuan dianggap trend busana modern. Dan busana yang menutupi tubuhnya secara utuh dan sempurna dianggap kolot, primitif dan kampungan. Bukankah busana mimimalis budaya barat? Bangsa kita aneh, budaya sendiri diabaikan dan melestarikan budaya orang lain. Tapi ketika budaya sendiri dakui orang lain, bangsa kita berontak. Seperti kasus budaya busana batik yang sempat diakui Negara Malasyia.
Sesungguhnya, perempuan berpakaian minim dan ketat tidak ada tujuan lain kecuali ingin menunjukkan tubuhnya yang mulus, putih dan seksi, tanpa memperhatikan situasi dan kondisi.
Betulkah untuk menunjukkan tubuh seksi harus berpakain seperti itu? Tidak. Salah seorang karyawan swasta, Tedy Ardiansyah, mengatakan, “terlihat seksi tidak harus dengan memperlihatkan lekuk tubuh. Tapi menampilkan kesan sopan dan menarik itu jauh lebih baik”.
“Perempuan berpakaian ketat memang kesannya seksi tapi terkadang juga bikin risih. Apalagi jika tidak sesuai dengan kondisi atau situasinya. Seksi tidak identik dengan memamerkan lekuk tubuh,” tambah Tedy.
Padahal, busana atau pakaian merupakan simbol harga diri dan kehormatan seseorang. Jika tidak percaya, datanglah ke pasar lalu copotlah pakaiannya di tengah-tengah keramaian. Tentu, harga diri orang itu akan hilang seketika dan jika dia seorang yang terhormat maka kehormatan itu akan tercopot pula.
“Jika perempuan ingin dihargai dan dihormati sebaiknya hargai dulu diri sendiri. Jangan salahkan jika ada beberapa perempuan yang berpakaian minim dan ketat digoda atau diganggu pria-pria di jalan. Dalam berperilaku bukan hanya mengedepankan estetika (keindahan) tapi tetap beretika dan dalam koridor aturan,” ungkap Hankam.
Sumber foto:Â bellezzegossip.com