Penilaian dan Rencana Training MUI
“Dakwah mereka kurang mengena dan mendidik masyarakat. Misalnya, gayanya, tema dakwah yang disampaikannya juga ada yang tidak ada isinya alias hanya becanda saja itu tidak akan memperbaiki akhlak masyarakat, penampilan dan kata-kata yang dipakai juga terlalu fulgar,” kata Ketua MUI, Ma’ruf Amin kepada merdeka.com, Jumat (3/8).
Atas dasar itu, MUI telah menyiapkan sebuah program pelatihan kepada ustaz pesohor. “Kami akan mengadakan training pelatihan kepada ustaz yang sering tampil di televisi supaya membawa perbaikan, jadi tidak sekedar seperti hiburan, tapi memiliki edukasi,” kata dia.
“TV juga kan maunya ustaz yang digemari masyarakat. Tapi yang penting arahannya sehingga mereka tidak hanya sekedar mengikuti tuntutan masyarakat saja tapi juga memberi perubahan kepada masyarakat melalui dakwahnya,” kata dia.
“Kalau mereka melakukan hal-hal yang seperti itu nanti masyarakat juga akan menilai dan tak akan respect. Kita menilai yang penting ustaz itu jangan menyimpang,” kata dia. (merdeka.com)
Strategi Ustadz Pesohor dalam Berdakwah
Berdakwah dalam rangka menyebarkan Islam merupakan suatu aktifitas yang sangat rumit. Letak kesulitannya adalah pada pihak yang akan diberi dakwah. Meskipun seorang da’i sudah memiliki ilmu yang sangat mencukupi, pasti dia merasa kesulitan dalam menyampaikan dakwahnya. Bahkan, seorang Nabi pun merasa kebingungan bagaimana menyampaikan dakwahnya. Sehingga, beliau harus mencari solusi yang tepat dan strategi yang jitu.
Nabi, ketika beliau hendak menyampaikan dakwahnya harus menggunakan strategi yang telah dikenal dengan istilah dakwah sirran. Strategi tersebut merupakan solusi untuk menyebarkan Islam agar terealisasi dengan baik dan lancar. Ternyata, strategi tersebut benar-benar terealisasi sehingga dakwah beliau benar-benar terwujud dengan sempurna.
Pertanyaannya, mengapa Nabi ketika itu menggunakan stretegi dakwa sirran? Karena Nabi memahami masyarakat Arab ketika itu belum bisa menerima begitu saja akan kehadiran Islam. Sebab, hati mereka masih keras dan tertutup untuk menerima dakwah Nabi.
Artinya, hati mereka masih terselimuti oleh kegelapan yang sudah dialami sejak lama. Sehingga jika Nabi berdakwah secara tiba-tiba langsung berbicara lantang, maka mereka akan langsung pula menolaknya. Hal ini sama dengan orang yang sejak lama berada dalam ruangan yang gelap, lalu secara tiba-tiba dirungang itu memancar cahaya yang sangat terang, maka orang itu pun akan menutup matanya, karena silau sekali.
Begitulah strategi Nabi dalam berdakwa pada awal-awal penyebarang Islam. Strategi dalam berdakwah memang sangat penting. Strategi yang jitu adalah memahami orang-orang yang akan diberi dakwah.
Bagaimana dengan para ustadz pesohor yang berdakwah dengan cara yang katanya MUI “hanya becanda saja”, apakah itu kurang tepat atau salah? Sebenarnya, sebelum MUI memberi penilaian, MUI harus memahami strategi para Utadz pesohor dalam berdakwah.
Cara para ustadz pesohor dengan gaya canda dalam berdakwah, sungguh sangat tepat. Sebab, para Ustadz tersebut memahami kondisi sekarang, bahwa ada sebagian orang yang berasumsi berdakwah harus dengan cara kekerasan dan juga meliahat Negara ini yang mayoritas masyarakatnya mengalami penderitaan dan tertekan oleh penindasan. Jadi, menurut mereka berdakwah dengan cara bercanda merupakan suatu sikap yang pas dalam menyebarkan Islam saat ini.
Dan, cara para ustadz pesohor tersebut akan menpis bahwa berdakwah dalam Islam tidak harus dengan cara kekerasan dan juga akan membuat masyarakat yang menderita dan tetindas merasa terhibur. Masyarakat yang menderita dan tetindas harus dihibur, bukan diceramahi dengan menyampaikan dalil-dalil yang mengancam mereka.
Meski canda menunjukkan ketidakseriusan, bukan berarti tidak memiliki nilai apa-apa. Justeru canda itu sebagai simbol keramahan, keakraban, kebahagiaan, keceriaan, dan kasih-sayang. Jadi, apa masih menganggap tidak tepat atau keliru cara para ustadz pesohor menggunakan cara canda dalam dakwahnya? Bukankah Islam itu ramah pada semua orang, akrab pada semua golongan, selalu membagiakan dan membuat siapa saja ceria, dan menaburkan kasih-sayang pada semua makhluk?
Jika MUI merencanakan training bagi para da’i dalam rangkan agar dakwah mampu “membawa perbaikan”, maka tujuan seperti itu sepertinya cukup keliru. Sebab, sebenarnya masyarakat kita ini tidak memiliki akhlak baik karena mereka menderita dan tertindas bukan karena mereka tidak tahu apa-apa. Orang-orang yang tahu saja tidak memiliki akhlak yang baik, apa lagi mereka.
Tentang dakwah yang membawa perubahan, itu bukan hak seorang da’i. Da’i hanya berusaha semaksimal mungkin menyampaikan dakwahnya kepada orang-orang dengan baik. Masalah orang yang didakwahi berubah atau tidak, itu hak prioritas Tuhan. Nabi saja dalam masa hidupnya yang selalu berdakwah tidak bisa merubah semua orang, bahkan salah satu pamannya yang bernama Abu Thalib tidak masuk Islam, padahal dia selalu mendampingi dan melindungi Nabi ketika berdakwah.