Pendidikan di Usia Kandungan untuk Anak

0
1341

Banyak para orang tua melupakan pentingnya pendidikan anak di usia kandungan, padahal jika hal ini telah dilakukan maka sebagai orang tua, kita tak akan lagi mengalami rasa kerepotan dalam mendidik anak setelah mereka terlahir ke dunia, terutama untuk menjalankan ibadahnya yang pertama kali. Bukan hanya lupa, bahkan sebagian ibu malah tidak tahu bahwa ada pendidikan usia kandungan yang harus dilakoni anaknya. Akibat kealpaan ini, maka hasilnya kita lihat begitu banyak anak-anak yang setelah lahir mereka mengalami keterlambatan soal pendidikan, terlebih lagi pendidikan agama serta menjalankan ibadah.

Anak-anak adalah pribadi polos yang selalu membutuhkan contoh dan bimbingan, demikian pula halnya dalam menjalankan ibadah. Kewajiban orang tuanya untuk mengenalkan sang anak pada Allah, menjalankan ibadah yang rutin dan sebagainya akan mambantu sang anak lebih cepat tumbuh menjadi pribadi yang pintar soal agama.

Inilah kisah nyata seorang anak kecil yang terlahir dengan persiapan pendidikan di usia kandungan yang cukup matang, cukup bisa dijadikan sebagai bahan pelajaran bagi para ibu yang saat ini sedang mengandung, bahwa pendidikan anak di usia kandungan adalah cara cepat untuk membuat anak pintar dalam segala hal setelah mereka lahir ke dunia, termasuk di dalamnya soal ibadah.

Bocah itu bernama Fathan (bukan nama sebenarnya), terlahir ke dunia dengan jalan operasi karena sang ibu telah mengalami pecah ketuban sehari sebelum bayi keluar. Dulu sewaktu di kandungan, ibu Fathan memiliki kurikulum khusus untuk menyekolahkan Fathan semenjak usia kehamilan diketahui. Kurikulum khusus tersebut berisi materi-materi pembelajaran apa saja yang harus disampaikan ke anak sesuai dengan usia kandungan, bahkan sampai kepada jenis makanan apa saja yang terbaik harus diberikan kepada anak berdasarkan usia kandungan.

Ibu Fathan adalah seorang yang cukup komitmen untuk menyekolahkan Fathan sejak usianya belum genap satu bulan di dalam kandungan, dibantu ayah Fathan, sepasang suami istri tersebut setiap pagi selalu rutin menyekolahkan Fathan. Istilah ‘menyekolahkan’ mereka buat sendiri untuk membuat agar proses pembelajaran terhadap calon buah hati mereka tersebut menjadi sesuatu yang harus rutin dilakukan. Program sekolah yang ditetapkan diisi dengan mengajarkan banyak hal diantaranya mengajak jabang bayi berdialoq, menyebutkan huruf-huruf Al Quran, membacakan ayat-ayat pendek dan sebagainya. Dan jika waktu shalat tiba, maka sang ibu dengan ceria berucap, ‘Nak, itu adzan, kita wudhu dan shalat ya.’ inilah ucapan ibu Fathan yang selalu diucapkan setiap kali terdengar adzan dan datang waktu shalat.

Kebiasaan lain dari Ibu Fathan adalah membangunkan Fathan saat sang ibu bangun malam untuk menunaikan ibadah qiyamullail bersama ayah Fathan, biasanya ibu Fathan akan berkata sambil mengusap perutnya, ‘Nak, kita bangun ya, shalat malam.’ Inilah pekerjaan rutin yang dilakukan si ibu, selama hampir sembilan bulan lebih usia kandungan yang dijalaninya.

Kerja keras yang dilakukan oleh sepasang suami istri tersebut dalam mendidik nilai-nilai agama terhadap anaknya sejak usia kandungan pun akhirnya berbuah. Setelah Fathan lahir, bocah ini menjadi lebih sensitif saat mendengar adzan. Belum genap usianya dua tahun, Fathan sudah rajin berwudhu saat mendengarkan lantunan adzan, dan ia pun bergegas shalat dengan gaya khas anak kecil. Fathan sudah rajin ibadah tanpa rasa malas saat mendengarkan suara adzan meskipun belum wajib baginya melaksanakan ibadah tersebut. Sebuah kebiasaan unik yang jarang dilakukan oleh bocah seusianya.

Orang-orang di sekitar rumah Fathan bahkan hampir menganggap bocah tersebut aneh, pasalnya anak ini juga terbilang lebih cepat mengerti dan paham dengan apa yang diucapkan sang ibu, mirip serupa orang dewasa yang sudah mengerti perintah instruksi. Misalnya saja jika dilarang bermain sesuatu.‘Fathan jangan main pisau ya Nak, nanti tangannya luka dan berdarah.’ Ujar sang ibu. Bocah ini pun cukup paham dengan satu kali nasihat ibunya, keesokan harinya bukan hanya ia tidak bermain pisau lagi, ia bahkan menasehati teman-temannya yang ingin bermain pisau. ‘Jangan main pisau, nanti tangannya luka.’ Ujar Fathan pada teman-temannya.

Ibu Fathan hampir tak punya pengalaman sulit dalam mendidik sang anak untuk melakukan ibadah pada usia-usia yang membutuhkan bimbingan, bahkan jika malam hari, Fathan lebih sensitif dari orang tuanya, terbangun lebih dulu pada jam-jam saat orang bangun untuk menjalankan ibadah qiyamullail. Ia pun bangun dan ikut shalat bersama kedua orang tuanya.

Ibu Fathan telah melakukan pekerjaan besar mendidik ibadah anak pada usia kandungan selama sembilan bulan lebih. Oleh karena itu wajar apabila saat ini anaknya tumbuh menjadi seorang yang lebih pintar dari anak seusianya. Ia pun sudah terbiasa menjalankan ibadah tanpa harus disuruh-suruh secara tegas oleh orang tuanya. Sensitivitas Fathan dalam menjalankan ibadah telah dibangun sejak ia berada di dalam rahim ibunya.

Inilah pekerjaan rumah yang cukup panjang untuk para ibu-ibu yang memang ingin anaknya kelak menjadi seorang ahli ibadah. Melakukan upaya pendidikan agama sejak di usia kandungan adalah cara cerdas untuk mengurangi beban sulit para ibu dalam mengajarkan ibadah pada anak-anaknya setelah mereka terlahir ke dunia. Menghabiskan energi untuk mengajari anak-anak beribadah  setelah mereka lahir ke dunia terkadang kurang efektif  dan lebih berisiko mengalami kegagalan dibandingkan dengan upaya pengajaran yang kita lakukan saat berada di alam kandungan.

Orang tua adalah tauladan anak dalam menjalankan ibadah, kisah keberhasilan seorang Fathan tumbuh menjadi seorang anak yang shaleh dan rajin ibadah tidak lepas dari peran orang tua yang memberikan contoh yang baik dalam beribadah dan memahami agamanya. Sayangnya saat ini kebanyakan dari orang tua hanya ingin anaknya saja yang menjalankan ibadah, sementara dirinya gagal menjadi contoh yang baik di dalam rumah tangga dalam menjalankan ibadah dan memahami agama. Orang tua terutama ibu banyak yang tidak sadar bahwa pengajaran paling efektif terhadap anak adalah melalui suri tauladan, demikian pula halnya soal urusan ibadah. Jangan berharap anak akan rajin shalat jika orang tua sendiri tak memberikan contoh yang baik kepada anak-anak.

Oleh: Sugiarti, Img: 1f7nYFTvmfE

Tinggalkan Balasan