Marhaban ya ramadhan…!!!, bulan puasa sudah separuh kita laksanakan, pada bulan ini Allah SWT memenuhinya dengan hikmah dan sejuta keindahan serta kemulyaan akan mengalir pada setiap hamba yang mengerjakannya. Keindahan bukan hanya terletak pada menahan dahaga dan lapar, lebih dari itu disetiap malamnya senantiasa Allah SWT akan memberi kemulyaan bagi orang-orang pilihan untuk menerima keindahan dan kedamaian lebih-lebih malam Lailatul Qodar. Suatu keadaan yang belum pernah mereka rasakan karena siapapun yang beribadah pada malam itu akan lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu juga Allah SWT mengutus malaikatnya turun ke bumi sebagai bentuk penghormatan kepada hamba yang dikehendaki-Nya.
Atas dasar itu, banyak orang-orang mencari dengan berbagai cara, berbagai upaya dan tidak sedikit yang rela melakukan apapun dalam hal ubudiah demi mendapatkannya. Termasuk yang paling ngetrend acara televisi dan radio seperti pengajian, kultum, sorogan dan lain sebagainya yang dipandu para ustadz atau da’I. Biasanya menjelang buka puasa hampir seluruh stasiun televisi atau radio berlomba-lomba menyajikan acara yang hampir ditonton seluruh umat islam tersebut.
Namun, menjadi sangat ironis ketika para da’I atau ustadz dadakan yang mengisi acara itu karena kapasitas dan kualitas keilmuannya sangat minim sekali. Hanya berbekal baju koko, sorban putih dan hadist atau beberapa ayat Al-Qur’an sudah bangga muncul di TV menyampaikan cerita tidak berkualitas. Padahal sejatinya mereka hanyalah orang biasa yang tidak memiliki kapasitas sebagai da’i atau ustadz. Akhlak maupun kepribadian oknum sang ustadz karbitan itu tentunya masih belum bisa dijadikan suritauladan bagi masyarakat pada umumnya.
Kalau hanya orang pintar dijadikan da’I yang membawa risalah kebenaran murni tentunya kurang cukup sebab menjadikan orang pandai cerdas dan hafal hadist dan ayat suci Al-Qur’an bisa dipelajari hanya dalam hitungan hari. Tetapi untuk memilih orang yang memiliki kapasitas, kapabilitas, integritas atau akhlakul karimah yang dapat memberi contoh bagi seluruh masyarakat adalah lebih utama. Akhlak dan kepribadian luhur seharusnya menjadi acuan utama untuk menjadikan orang atau sosok yang akan dijadikan panutan sandaran hidup sebagai bekal menuju jalan Allah SWT.
Sejarah telah mencatat bahwa iblis adalah makhluk Allah SWT yang pintar dan tahu banyak hal hingga para maikatpun berguru kepadanya. Ribuan tahun lamanya mereka berguru kepada iblis sampai suatu ketika para malaikat “berpaling” dari sang guru yang ternyata iblis tidak tunduk kepada perintah Allah SWT untuk bersujud kepada nabi Adam as hanya karena dirinya lebih sempurna dari nabi Adam as yang tebuat dari tanah sedangkan iblis terbuat dari api.
Kilas sejarah di atas dapat kita ambil hikmahnya bahwa betapapun pintar dan alimnya seseorang harus teruji dengan barometer akhlak dan kepribadian dalam setiap keadaan. Orang memiliki akhlak luhur memang tidak sebanyak orang morsal (tidak berkhlak) namun minimal keseharian sang ustadz harus kita pahami dalam melakkukan ubudiah kepada Allah SWT dan berinteraksi sesamanya. Kadang-kadang untuk dianggap seorang ustadz mereka seringkali menipu kita dengan cara pegang tasbih, jidad hitam, dan cara berbicara seperti kiai-kiai sepuh terdahulu biar terkesan kharismatik. Masyaallah….!!!
Orang-orang seperti inilah yang sejak dulu di kewatirkan nabi Muhammad SAW, bahwa beliau tidak kewatir meninggalkan umatnya karena telah ada Al-Qur’an atau hadist dan para ulama. Beliau, hanya kewatir pada da’I maupun ulama yang hanya mengejar uang demi keuntungan pribadi. Wahai saudaraku, hati-hatilah denggan oknum-oknum itu kembalilah pada Allah SWT dan Rasul-Nya serta ikutilah jejak para ulama salafunnasshalih yang sampai sekarang berjuang murni menyampaikan kebenaran Allah SWT dan Rasul-Nya.