Lemparkan Surban Kesombongan, Pangkas Jenggot Keangkuhan

0
441

Setiap orang punya ego, maka setiap orang berpotensi untuk egois dan menyombongkan diri. Sikap sombong akan memancing dan merangsang munculnya kesombongan serupa. Kelembutan dan kerendah-hatian bisa menyiramkan air keteduhan kedalam tebikar – tebikar hati yang gersang.

Diantara keindahan akhlak dan cerminan pemahaman Panutan kita SAW kepada manusia adalah sikap tawadlu’ nya kepada semua orang. Anas bin Malik menuturkan,” Ketika Rasulullah SAW sedang berjalan, tiba – tiba ada seorang wanita yang mencegatnya karena ada suatu keperluan, maka wanita tersebut berkata,” aku ada keperluan kepadamu, wahai Rasulullah “. Lalu beliau  berkata,” duduklah wahai ibunya fulan, disudut jalan  madinah yang manapun engkau kehendaki, aku akan duduk sampai keperluanmu tersampaikan “. Maka duduklah wanita tersebut dan Nabipun duduk bersamanya sampai keperluannya selesai “ HR.Abu Dawud,Ahmad dan Turmudzi. Itulah kerendahan hati seorang pemimpin manusia, siap menerima dan mendengarkan keluh kesah mereka dimanapun dia berada. Sorban yang beliau pakai, tidak untuk menunjukkan simbol ketaqwaan ( karena ukuran taqwa ada didalam hati ), gamis yang dikenakannya bukanlah sebagai unjuk kebesaran. Semua itu dikenakannya sekedar menyesuaikan diri dengan kultur arab.

Begitu pula cara beliau menaklukkan  hati bangsa jahiliyah yang  gersang dan tandus melebihi tandusnya alam tempat mereka hidup. Hadir menjadi ” air ” yang dingin meresap kesetiap sendi, pori – pori dan sel tubuh mereka dan bermuara ditelaga kalbu yang sedang dahaga. Menjadi bumi yang siap berada dibawah demi tegaknya gunung – gunung yang tinggi menjulang kelangit, demi tumbuhnya pohon – pohon yang rindang dengan aneka buahnya yang segar dan menyegarkan dan demi hidupnya seluruh makhluk yang berada didalam perut dan diatas pelatarannya. Bangsa Arab Jahiliy merunduk gemulai dihadapannya dan mematuhi segala apa yang menjadi perintahnya.

Menurut Imam Bukhari dalam kitab Shahihnya,” budak – budak perempuan madinah biasa bergelantung ketangan Rasulullah ( seperti anak kepada orang tuanya ) untuk memenuhi keperluan  mereka dan mereka baru melepasnya setelah keperluannya terpenuhi “ HR. Bukhari. Kerendahan hati tidak akan menurunkan martabat seseorang, mengalah tidak berarti kalah. ” mengalahkan tanpa merendahkan orang yang dikalahkan “, barangkali itu ungkapan yang tepat. “Suatu ketika ada seorang laki – laki yang masuk bertamu kepada rasulullah SAW, kemudian laki – laki tersebut gemetar karena kewibawaan beliau, maka beliau berkata,” tenanglah saudaraku, aku ini bukanlah seorang raja, aku hanyalah anak seorang wanita quraisy yang makan daging dendeng “HR. Ibnu Majah, Hakim dan Baihaqi.

Saudaraku, dengan cara seperti itulah Nabi kita menghargai dan memanusiakan manusia. Mereka takluk dan masuk Islam bukan karena pedang, melainkan karena keluhuran budi sang pembawa risalah ini. Jika para sahabatnya begitu patuh dan mencintainya,  bukan karena takut atau ditekan, melainkan karena simpati  dan cinta.

Author: Muzammil

Tinggalkan Balasan