Zulaikha; Antara Pesona dan Fakta

0
1353

Kisah dan sejarah merupakan satu unsur penting yang terdapat dalam Al Qur’an. Darinya, Allah memberikan kepada umat Islam berbagai pelajaran penting yang dapat diambil hikmahnya.

Berbicara tentang kisah, tentu tak lepas dari tokoh-tokoh yang menjadi penggerak cerita tersebut. di antara banyak tokoh yang diceritakan dalam Al Qur’an, mulai dari para rasul yang shalih sampai seorang kafir yang sombong, ada salah satu tokoh yang cukup menggelitik, yaitu wanita yang menggoda Nabi Yusuf ‘alaihis-salam untuk berzina. Al Qur’an menyebutnya dengan istilah ‘istri Al Aziz’, sedangkan masyarakat luas mengenalnya dengan sebutan ‘Zulaikha.’ Ada apa dengan wanita ini?

Entah sejak kapan asal muasalnya, istri Al Aziz ini sering disebut-sebut umat Islam, baik dalam doa-doa, maupun gubahan syair dan puisi. Dalam salah satu doa pernikahan misalnya, namanya dipasangkan dengan Nabi Yusuf ‘alaihis-salam.

“Ya Allah, satukan mereka berdua (pengantin laki-laki dan perempuan) dengan cinta-Mu, sebagaimana Engkau satukan antara Nabi Adam dan Hawa. Satukanlah keduanya sebagaimana Engkau satukan Nabi Yusuf dan Zulaikha, Nabi Muhammad Saw dan Khadijah al-Kubra. Baikkanlah penyatuan keduanya di dunia dan akhirat, berikanlah rahmat dan ‘penyejuk mata’ kepada keduanya. Jadikanlah keduanya hamba-Mu yang bermanfaat terhadap agama-Mu dan kemaslahatan orang-orang yang beriman, berkat rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Maha Penyayang.”

Saat penulis melakukan ‘penyelidikan’ lebih lanjut, kedapatan beberapa muslimah menyandingkan nama Zulaikha dengan wanita-wanita mulia, seperti Maryam ibunda Nabi ‘Isa ‘alaihis-salam dan Khadijah binti Khuwailid (Al Kubra) istri pertama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam.

Padahal jika ditinjau dari sisi sejarah Islam, banyak hal yang masih menjadi tanya tanya besar mengenai sosok wanita yang satu ini.

Zulaikha?

Sebenarnya bila ditinjau dari segi nama, kata ‘Zulaikha’ sendiri belum jelas asal usulnya. Al Qur’an hanya menyebutnya sebagai ‘istri Al Aziz’, seperti yang termaktub dalam Al Qur’an Surah Yusuf ayat ketiga puluh, “Dan wanita-wanita di kota berkata, ‘Istri Al Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya (kepadanya), sesungguhnya cintanya kepada bujangnya itu adalah sangat mendalam. Sesungguhnya kami memandangnya dalam kesesatan yang nyata.’”

Masih terkait penamaan, adalah menarik bila kita simak catatan kaki Surah Yusuf ayat dua puluh satu dalam Al Qur’an dan Terjemahannya terbitan Departemen Agama RI. Di situ tertulis, “Orang dari Mesir yang membeli Yusuf itu seorang pembesar Mesir Al Aziz, biasa disebut dengan nama Qiftir. Dalam sebuah kitab tafsir disebutkan nama istrinya Ra’il, dan ada juga yang menyebut Zulaikha atau Zalikha. Namun riwayat yang menyebutkan nama-nama tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan.”

Dalam tafsirnya Tafsir al-Qur’an al-Hakim atau lebih masyhur dengan nama Tafsir al-Manar, Muhammad Rasyid Ridha menjelaskan bahwa Al Qur’an tidak menyebutkan sama sekali nama istri Al Aziz bahkan nama Al Aziz itu sendiri.

Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitabnya Qishash Al Anbiya’ juga menyebut nama Zulaikha, namun beliau menggunakan istilah ‘qilla’, konon.

Pernikahan dengan Nabi Yusuf ‘alaihis-salam

Baiklah, bisa jadi penggunaan nama tersebut hanya sekedar mempermudah penyebutan saja. Akan tetapi, permasalahan terkait istri Al Aziz ini tak berhenti sampai di situ saja. Permasalahan yang lebih ‘serius’ adalah terkiat statusnya di kemudian hari, apakah dia bertobat menjadi sesosok wanita yang shalehah? Lebih jauh, benarkah akhirnya dia menikah dengan Nabi Yusuf ‘alaihis-salam?

Dari Sumber yang Terpercaya

Lantas, bagaimana sejarah mengenai istri Al Aziz dengan Yusuf ini menurut sumber yang terpercaya kebenarannya? Tentu sumber yang dimaksud di sini adalah Al Qur’anul Karim.

Ahsanul Qashshash atau sebaik-baik kisah. Itu adalah ungkapan yang diberikan Al Qur’an kepada rentetan kisah Nabi Yusuf ‘alaihis-salam. Kisah nyata yang terselip makna pemberian maaf, kedudukan tinggi, kemuliaan, kedengkian, ikatan kejiwaan, kasih abadi, kehalusan budi, etika, tipu daya, iffah (kesucian diri), kebijaksanaan, penegakkan hukum, bujuk rayu wanita, dan lain sebagainya.

Terkait mengenai bujuk rayu wanita, tentu yang kita bicarakan adalah istri Al Aziz, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah merekam kisahnya dalam untaian firman yang penuh hikmah.

Istri Al Aziz memulai ‘debut pertamanya’ dalam Surah Yusuf ayat kedua puluh satu, yaitu saat Al Aziz yang kerap disebut Qiftir membeli Yusuf dan menyuruh istrinya untuk menjaga dan merawatnya.

Allah Ta’ala berfirman, “Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya, ‘Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.’”

Tanpa berpanjang lebar, dalam ayat kedua puluh tiga, Al Qur’an mulai mengisahkan tipu daya yang dilancarkan istri Al Aziz kepada Yusuf. Beberapa ayat setelahnya juga mengisahkan tentang tipu daya istri Al Aziz dalam menggoda Yusuf ‘alaihis-salam dan sebaliknya, usaha keras Yusuf ‘alaihis-salam keluar dari perangkap maut tersebut, berlari ke pintu keluar, terkoyaknya baju gamis Nabi Yusuf, hingga terbongkarnya perbuatan tersebut di hadapan Al Aziz sendiri. Bagian ini diakhiri dengan ‘nasehat’ sang suami agar istrinya bertobat.

Namun apakah istri Al Aziz yang kerap disebut Zulaikha tersebut benar-benar bertobat dan menjadi wanita shalehah?

Faktanya tidak. Masalah baru muncul saat peristiwa antara istri Al Aziz dan Nabi Yusuf ini menyebar hingga menjadi ‘pembicaraan wajib’ di kalangan wanita-wanita Mesir. Pembicaraan yang bertemakan pemuda yang menjaga diri dan ibu angkat yang terlalu bernafsu agaknya bisa bertahan berbulan-bulan jika tak ada tindakan. Dan istri Al Aziz mengambil sebuah tindakan cerdas (atau mungkin licik) guna membalikkan semua gunjingan menjadi dukungan.

Para wanita Mesir tersebut diundang di rumah Al Aziz. Di tengah mereka memotong jamuan, Yusuf keluar dan menjadikan para wanita tersebut terpana hingga tak menyadari jari jemari mereka turut teriris.

Saat para wanita tersebut telah jatuh dalam perangkap istri Al Aziz, dia berkata,  “Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.” Kata-kata ini bukanlah semacam pengakuan dosa, tapi pengakuan untuk mencari massa, agar para wanita yang ada di situ juga turut mendukung tipu dayanya kepada Nabi Yusuf.

Singkat cerita, Yusuf kemudian dipenjara. Selain berdakwah, di sana beliau menunjukkan mukjizatnya berupa menafsirkan mimpi. Selang beberapa tahun, saat Raja Mesir bermimpi yang membuatnya gelisah, dan tak ada yang bisa menafsirkan mimpi sang Raja, maka Yusuf diutus agar menafsirkan mimpi Raja.

Mendengar tafsir mimpi dari Yusuf yang ternyata berkaitan dengan nasib negeri Mesir beberapa tahun ke depan, sang Raja menitahkan agar Yusuf dibawa ke hadapannya. Namun Yusuf menolak dan berkata, “Kembalilah kepada tuanmu dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha Mengetahui tipu daya mereka.”

Sang Raja mengumpulkan para wanita, termasuk istri Al Aziz. Di situlah mereka mengakui kebenaran Yusuf dan bahwa beliau tidak bersalah sama sekali. Istri Al Aziz berkata, “Sekarang jelaslah kebenaran itu, akulah yang menggodanya untuk menundukkan dirinya (kepadaku), dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang benar.”

Ucapan istri Al Aziz ini menjadi bagian terakhir kemunculannya dalam Ahsanul Qashshash. Tak diceritakan dalam Al Qur’an tentang nasibnya setelah itu.

Riwayat Pernikahan

Dalam kitab-kitab tafsir banyak yang menceritakan pernikahan Zulaikha dengan Nabi Yusuf. Imam Ath Thabari meriwayatkan dari Muhammad bin Ishaq bahwa ketika Nabi Yusuf keluar dari penjara dan menawarkan diri menjadi bendaharawan negara, Raja Mesir saat itu menempatkan Nabi Yusuf di posisi Al Aziz yang membelinya. Al-Aziz pun dicopot dari kedudukannya. Tak berapa lama kemudian, Al Aziz meninggal dunia, dan Raja Mesir menikahkan Nabi Yusuf dengan mantan istri Al Aziz, Ra’il atau Zulaikha.

Kisah yang sama juga diriwayatkan oleh banyak mufassir, diantaranya Ibnu Katsir dalam tafsirnya Tafsir Al Qur’an Al `Azhim, Imam Az Zamakhsyari dalam tafsirnya al-Kasysyaf `an Haqa’iq At Tanzil wa `Uyun al-Aqawil fi Wujuh At Ta’wil, Imam Fakr Ad Din Ar Razi dalam tafsir Mafatih Al Ghaib, dan lain-lain.

Al Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya juga menceritakan kisah lain namun serupa yang panjang mengenai pernikahan Nabi Yusuf dengan mantan istri Al Aziz, Zulaikha. Namun muhaqqiq tafsirnya, Dr. Muhammad Ibrahim Al Hifnawi dan Dr. Muhmud Hamid Utsman menjelaskan bahwa kisah ini sama sekali tidak benar.

Berhadapan dengan riwayat-riwayat tersebut, terdapat perbedaan perlakuan antara ulama hadits dengan ulama tarikh (sejarah). Ulama hadits sepakat, riwayat seperti ini dinilai lemah dan tidak dapat dijadikan hujjah sama sekali. Sebaliknya, ulama tarikh menerima riwayat seperti ini, karena standar periwayatan sejarah (yang tidak ada kaitannya dengan agama) tidak seketat standar periwayatan hadits yang berkaitan dengan agama.

Sedangkan dalam kitab Perjanjian Lama (salah satu bagian dari kitab suci umat Kristen yang isinya identik dengan Tanakh, kitab suci umat Yahudi) disebutkan bahwa Yusuf dinikahkan oleh Raja Mesir saat itu dengan wanita yang bernama Asnat, putri dari Potifera, imam di-on.

Kesimpulan

Memang benar, perbedaan mengenai status Zulaikha ini tidak masuk ranah aqidah. Artinya, seseorang tidak dikategorikan sebagai zindiq atau munafiq hanya lantaran meyakini bahwa Zulaikha menikah dengan Nabi Yusuf ‘alaihis-salam, dan semacamnya.

Bukan bermaksud membesar-besarkan, namun kaum muslimin harus terbiasa bersikap ilmiah. Dalam artian, segala yang disampaikan haruslah memiliki dasar yang jelas. Hal itu telah disampaikan oleh Allah Ta’ala dalam surah Al Isra’ ayat ke tiga puluh enam, “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”

Oleh: Hafidh Wahyu Purnomo, Jebres, Surakarta, Img: Md0We-ZgB48

Tinggalkan Balasan