Keluh Kesah Jamaah Haji Ketika Tiba di Mekah

0
846

Kamis (19/9), jamaah haji kloter pertama bertolak dari Madinah menuju Makkah. Bagi sebagian jamaah menyatakan perjuangan yang terberat mereka sesungguhnya telah dimulai.

Betapa tidak, kondisi Madinah sangat jauh berbeda dengan Makkah. Jika di Madinah mereka terbilang masih bisa dimanjakan dengan berbagai fasilitas dan kemudahan.

Jarak Maktab (pemondokan) jamaah haji yang dekat dengan Masjid Nabawi, transportasi yang lancar, petunjuk arah yang jelas dan berbahasa Indonesia, keramahan penduduk sekitar, cuaca yang bersahabat, fasilitas yang lengkap, serta berbagai kemudahan lainnya yang mereka dapatkan.

Ketika di Makkah, itu semua akan menjadi langka mereka dapatkan. Akibat pemugaran Masjidil Haram, jarak pemondokan dengan Masjidil Haram akan semakin jauh, transportasi yang tak sebagus di Madinah, kebanyakan petunjuk arah yang belum ada dalam bahasa Indonesia, cuaca yang cukup kering, dan ekstrim, serta penduduk setempat yang kebanyakan dihuni pendatang.

Demikian juga kekhusyukan ibadah di Masjidil Haram. Kendati jamaah haji dari berbagai dunia sudah datang, proses renovasi di Masjidil Haram terus berjalan.

Suara bising yang 24 jam nonstop terus mengiringi prosesi ibadah jamaah di Masjidil haram. Demikianlah yang dirasakan jamaah kloter 1 asal DKI. Seperti dikisahkan salah seorang ketua kloter mereka, Sutriono, perbedaan mencolok ketika sampai di Makkah begitu terasa.

Jika di Masjid Nabawi mereka bisa menunaikan shalat lima waktu dan mengerjakan sunnah arbain (40 kali shalat fardhu tanpa tertinggal satu rakaat pun), di Makkah boro-boro itu akan dilaksanakan. Bahkan, untuk berangkat ke Masjidil Haram sendiri mereka harus di Jadwal. Tempat renovasi Masjidil Haram sendiri berada di area paling vital, yaitu tempat thawaf (mathaf).

Mathaf yang saat ini akan ditempuh jamaah haji tampak rumit dan semraut. Dinding pembatas antara area mathaf dan area renovasi berjejer hampir diseluruh sudut Masjidil Haram. Dinding tersebut juga memisahkan antara mathaf dan mas’a (tempat sa’i).

Menurut Tri, baru saja mereka sampai di Makkah, mereka sudah mendapatkan kabar pertakut soal kondisi Masjidil haram yang tak kondusif itu. Sebelum masuk Masjidil Haram saja, para jamaah haji yang baru datang langsung disuguhi pemandangan alat berat yang tengah bekerja siang dan malam.

Demikian juga bagi jamaah yang menunaikan thawaf qudum atau ifhadhah. Thawaf tersebut harus diiringi dengan sa’i. Sementara antara area mathaf dan mas’a terpisah. Mereka yang akan sa’i masuk melalui pintu-pintu di sisi timur masjid.

“Kita yang sudah beberapa kali kesini saja kadang kebingungan. Apalagi jamaah haji yang baru pertama kali,” kata salah seorang petugas kepada Tri.

Sudahlah jalan yang berliku-liku, rumit, dan sesak, petunjuk arah juga sangat minim. Hal ini sangat tentu berpotensi menimbulkan kepadatan luar biasa pada hari-hari puncak ibadah haji nantinya.

Ketika thawaf, jamaah juga diminta untuk menjaga wudlu agar tidak batal. Jika berwudlu ketika tengah berthawaf, tentu akan merepotkan jamaah. Tempat wudhu’ juga bisa dikatakan tersembunyi karena letaknya berada di lorong jalan menuju mas’a. Jamaah juga diimbau untuk tidak berjuang mencium hajar aswad. (Republika)

 

Tinggalkan Balasan