Setelah semua bersedih dengan wafatnya salah satu da’i terbaik, Ustad Jefri al-Bukhari, atau yang lebih dikenal dengan Uje, ternyata sekarang timbul konflik antara keluarga Uje dengan Istri tercintanya, Pipik.
Konflik ini barawal dari pembangunan makam Uje dengan menggunakan marmer hitam dan juga diberi kaca setinggi pinggang orang dewasa. Pembangunan ini dilakukan oleh keluarga Uje dengan tanpa melibatkan Pipik.
Pipik ternyata tidak setuju dengan pembangunan makam tersebut. Bahkan meminta untuk membongkar bangunan yang sudang terlanjur selesai itu. Alasannya pun cukup logis. Baginya, makam yang mewah ini sangat bertentangan dengan Uje yang sangat sederhana. Jadi baginya, makam Uje juga harus sederhana.
Tentu pihak keluarga Uje, tidak setuju dengan keinginan Pipik. Menurut mereka, walaupun Uje mencintai kesederhanaan, namun tidak ada salahnya kalau membangun makamnya dengan bagus. Sebab makam nabi pun bagus, bahkan makam nabi ada kubahnya. Juga, menurut kakak Uje, Ustad Aswan “Menurut saya tidak ada yang berlebihan”, dia juga menambahkan “Adanya pembongkaran makam yang sudah bagus dan lain-lain disebut mubazir”. (celebrity.okezone)
Dari kedua belah pihak ini kalau dipandang dari sudut pandang agama, manakah yang lebih benar?.
Islam secara jelas mengajarkan ummatnya untuk kuburan sederhana. Maka dari itu, dalam fiqh dijelaskan bahwa membangun makam dengan memberikan semisal tembok hukumnya makruh. Kalau ditelisik, kemakruhan ini didasarkan bahwa makam itu ketika sudah lama bisa diganti dengan jenazah yang lain, dan ini tidak bisa dilakukan saat makam diberi tembok.
Hanya saja walaupun melihat alasan tersebut, setidaknya memang kesederhanaan makam itulah yang lebih diinginkan oleh islam. Ini bukan hanya mengaca pada makam, akan tetapi karena kesederhanaan dalam segala hal memang lah yang lebih dikehendaki.
Kita bisa melihat makam salah seorang putra bangsa Indonesia yang dikagumi banyak orang, bukan dikagumi oleh bangsa Indonesia, tapi juga oleh bangsa lain, Putra Bangsa Itu adalah Gus Dur. Setiap hari ribuan orang berduyun-duyun untuk berziarah pada beliau. Dan ternyata sampai sekarang makam beliau tetap dibiarkan sederhana. Seperti gundukan kuburan bagaimana biasanya dengan hiasan bunga di atasnya. Logikanya, makam Gus Dur yang dikagumi banyak orang saja hanya seperti itu, masak makam Uje dibikin lebih “wahh” (Coba bandingkan makam Gus Dur dan Makam Uje di bawah ini). Kalau hanya beralasan banyak peziarah yang mengambil tanah di makam Uje, sosulisanya kan tingga dikasih pagar, sehingga para peziarah tidak sampai menyentuh makamnya.
Terakhir, mari kita sikapi konflik ini dengan arif, tanpa ada sikap marah atau dendam. Baik keluarga Uje atau Pipik harus merenungkan kembali mana jalan yang paling tepat. Tapi kalau melihat dari sisi agama, pendap Pipik lah yang dibenarkan. Dan Seandainya Uje tahu dengan konflik ini dia pasti menangis di alam ‘sana’.