Fenomena Kerja Sama Terlarang di Kalangan Pelajar

0
1376

Fenomena yang Beredar

Sobat, Anda tentunya kenal dengan kebiasaan buruk berlabel kerja sama di kalangan pelajar. Biasanya kerja sama dilakukan untuk tujuan baik, misalnya dalam bisnis, kerja sama dibutuhkan untuk memadu strategi agar target yang ditetapkan lebih mudah dicapai. Kerja sama di kalangan pelajar bisa jadi tujuannya seperti itu. Sama-sama menyatukan strategi agar target yang diinginkan dapat tercapai. Masalahnya, kerja sama di kalangan pelajar ada yang halal, ada pula yang tidak halal. Yang halal, seperti kegiatan belajar bersama, diskusi, berorganisasi, dan sebagainya. Dan yang tidak halal, apalagi kalau bukan yang terjalin ketika ulangan atau ujian.

Nyontek. Ya, inilah kerja sama yang tidak halal tadi. Saya menyebutnya kerja sama terlarang. Baik yang memberi contekan maupun yang menerima contekan. Keduanya terlibat. Kegiatan yang identik dengan aksi ‘penggelapan jawaban’ yang biasa dilakukan oleh pelajar saat ujian. Entah sejak kapan kegiatan tidak terpuji ini tumbuh dan berkembang hingga dianggap biasa saat sekarang.

Hampir semua pelajar pernah terjun dalam kerja sama ini. Bahkan secara terang-terangan melakukan kesepatakan dan membangun kerja sama terlarang ini dengan pelajar lainnya. Tak ada lagi keengganan mengakui keterlibatan dalam aksi tak terpuji ini. Semua dianggap biasa. Ketakutan jika diketahui oleh pelajar lain pun sudah pudar, bahkan betul-betul hilang. Kecuali ketakutan jika diketahui oleh guru, mungkin masih ada. Sayangnya, tak semua guru yang ‘awas’ terhadap aksi yang marak dilakukan pelajar saat ulangan ini. Bahkan, ketika ujian nasional saja, masih ada guru (pengawas) yang lengah terhadap aksi percontekan ini.

Ironisnya, kerja sama terlarang ini dikaitkan dengan rasa solidaritas di kalangan pelajar. Ya, pelajar yang tergabung dan turut serta menjalin kerja sama ini dianggap solider dengan kawan-kawannya. Baik yang memberi contekan maupun yang diberi contekan. Sebaliknya, mereka yang enggan menjalin kerja sama ini, dicap tidak solider, tidak setia kawan, egois, dan ujung-ujungnya dikucilkan.

Ya, begitulah. Jika pemahaman agama tidak begitu mantap ditancapkan, ajaran agama pun diragukan dan berkembanglah hal yang bertolak belakang dari kebenaran. Pelajar yang mulanya berpegang teguh bisa saja tergelincir dalam aksi terlarang itu jika ia melupakan pegangannya dan beralih mencari pegangan yang lain. Pegangan al-Qur’an ditinggalkan, lantas berbelok  dan merangkul pegangan tali perkawanan atau perbagusan nilai semata. Pegangan yang sebetulnya telah jelas salah secara kasat mata.

Al-Qur’an T`elah Melarang

“….Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran…” (QS.. Al-Ma’idah [5] : 2)

Sobat, penggalan ayat suci di atas jelas memaparkan bahwasanya tolong-menolong yang diajarkan oleh Islam hanyalah dalam kebaikan dan takwa. Sedang, tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran sama sekali tidak dibolehkan. Lantas, apakah kerja sama dalam percontekan termasuk dalam kebaikan dan takwa atau perbuatan dosa dan pelanggaran? Tentu saja, yang kedua. Karena menyontek saja termasuk pelanggaran dalam ujian. Apalagi membangun kerja sama dalam percontekan, ya jelas-jelas pelanggaran. Bukankah ulangan atau ujian diadakan untuk menguji pemahaman masing-masing pelajar terhadap pelajaran yang telah diajarkan? Kalau ujiannya dikerjakan sama-sama tentu tidak akan jelas, apakah itu murni hasil kerja si A, si B, atau si C. Dan otomatis tidak akan jelas pula bagaimana pemahaman masing-masing terhadap pelajaran itu.

Ilustrasinya, beberapa orang membentuk kelompok memasak. Masing-masing diberi tugas berbeda dalam meracik masakan yang hendak disuguhkan. Semua tangan pun berkumpul dan menyatu. Berhubung yang memasak tidak hanya satu orang, maka tidak dapat diketahui secara pasti siapa yang membuat hidangan menjadi lezat atau malah tidak enak. Masing-masing memiliki peran. Sehingga kemampuan satu persatu tak dapat diketahui karena terhimpun oleh tangan-tangan yang lain. Entah bagaimana kemampuan A sebenarnya, kemampuan B, dan yang lainnya. Tidak diketahui secara pasti. Berbeda jika masakan itu dimasak secara individu, tentu kemampuan memasak masing-masing jelas diketahui.

Sobat, jika nantinya hidangan yang tersaji berasa amat lezat, ia tak dapat dikatakan dan diakui hasil karya sendiri. Ada banyak tangan yang berhasil menyukseskan. Sayang, kita tidak tahu di mana letak kelemahan bahkan kekuatan kita sendiri dalam meracik masakan itu. Kita tidak tahu. Tapi jika masakan itu diracik sendiri, rasanya pun lezat, tampilan mantap, tentu girang bukan kepalang. Yah, kalau hasilnya kurang sedap pun, akan tetap bangga, setidaknya kita tahu kelemahan kita dan dapat memperbaikinya agar masakan selanjutnya lebih lezat.

Begitu pula dengan kerja sama terlarang atau aksi percontekan yang dilancarkan para pelajar. Kebanyakan banyak yang percaya ‘masakannya’ akan lebih lezat jika dilakukan bersama. Sekalipun ‘masakan akhirnya’ hancur, setidaknya tidak malu sendiri. Begitu pikiran mereka. Apakah sobat termasuk yang demikian?

Percayalah, jika mental itu yang dipasang dan ditempa terus-menerus, bagaimana mungkin akan maju? Beraninya sama-sama. Lantas, jika akhirnya terpaksa melakukan sendiri, bagaimana? Hm. Bisa-bisa ‘masakannya’ tidak kunjung jadi. Yang biasanya hanya bisa ‘mengiris bawang’, tentu tidak akan mampu menyelesaikan dan menghidangkan makanan meski hanya nasi goreng. Betul?

Nah, mulai dari sekarang, percayalah pada diri sendiri. Tidak ada yang salah jika kita percaya diri dalam mengerjakan ujian dan mengabaikan segala bujuk rayu bahkan ancaman untuk terjun dalam kerja sama terlarang ini. Allah telah memberikan akal yang sehat, otak yang dahsyat, seharusnya dapat disyukuri dengan memanfaatkannya sebaik mungkin. Bukan dengan membiarkannya malas beroperasi atau menggunakan sedikit lantas meminta isi otak orang lain untuk mengerjakan ujian.

Lebih bagusan mana, sobat, mobil rusak memang karena dipakai, atau mobil rusak karena kelamaan dibiarkan terkapar tanpa pernah dipakai?

Kenapa Sampai Terlibat?

   Seperti pada pemaparan sebelumnya, umumnya pelajar terlibat dalam kerja sama terlarang alias aksi percontekan ini karena lebih percaya bahwa hasil yang diperoleh bersama akan lebih menjamin daripada yang dikerjakan sendiri. Atau ada pula yang sebetulnya optimis mengerjakan sendiri, tapi karena tuntutan atau mempertimbangkan rasa solidaritas membuatnya terjun dalam kerja sama terlarang ini. Betul?

Dan entah kenapa, hasil kerja sama terlarang itu nyaris selalu mencetak gol yang gemilang. Nilai baik yang diinginkan lebih mudah dicapai. Angka delapan, sembilan, hingga sepuluh langganan menghiasi kertas ulangan dan ujian. Memang mudah. Hanya beberapa kali hasil yang didapatkan tidak sesuai target. Ya, seperti kegiatan memasak tadi. Peluang masakan yang dihasilkan lebih lezat terbuka lebar jika dilakukan bersama.

Tapi, apakah kerja sama terlarang itu akan dilakoni terus-menerus? Bersemayam abadi dan menyatu dalam kebiasaan diri tanpa ada kesadaran untuk memperbaiki?

Ketahuilah, turut serta dalam kerja sama terlarang itu memang sering memberikan kenikmatan. Nilai bagus tak payah didapatkan. Namun, apakah kualitasnya ada? Tidak ada. Untuk apa mendapatkan angka sembilan pada ujian matematika, tapi sebetulnya tak paham dengan aljabar? Meraih angka sembilan koma lima pada ujian agama, tapi membaca al-Qur’an saja terbata-bata? Sukses mencetak angka sepuluh pada ujian bahasa Inggris, tapi disuruh pengenalan diri dengan bahasa Inggris saja tidak bisa?

Akan lebih baik jika hanya mendapatkan angka tiga pada ujian matematika, tapi setelah itu soal aljabar gampang dirampungkan. Ujian agama hanya enam, tapi selepas itu ayat al-Qur’an lahap dalam hafalan dan pengamalan. Lalu, ujian bahasa Inggris yang hanya lima, tapi seusai itu kamus bahasa Inggris ter-transfer dalam pikiran.

Ya, intinya adalah perbaikan. Perbaikan dapat dilakukan ketika belajar dari kesalahan. Namun, bagaimana mengetahui kesalahan, belajar dari kesalahan dan melakukan perbaikan untuk perubahan yang lebih baik jika terus-menerus berkutat pada kerja sama terlarang itu? Terlena dengan nikmatnya hasil yang dicapai dari aksi percontekan?

Keburukan memang begitu. Awalnya terlihat indah. Lantas, sangat indah. Membuat penikmatnya semakin terlena dan kecanduan. Sayang, pada akhirnya hanya menyisakan penyesalan dan tak memberikan kemajuan. Malah, hanya menciptakan kemunduran. Yang parahnya, kemunduran mental dan iman.

Sebaliknya, menuju kebaikan memang sangat sulit. Sangat sulit. Sehingga hanya sedikit orang yang melangkahkan kakinya menapaki jalan ini. Ya, hanya orang yang tahan banting. Dan pada akhirnya, kepahitan di awal terbayarkan dengan kemanisan tak berkesudahan. Hidup lapang, iman kian matang, Allah pun makin sayang.

Mengenai Anda yang turut serta pada kerja sama terlarang ini karena rajukan dan pengaruh dari sekitar, tentulah sangat merugi sekali. Apalagi, jika terlibat sebagai pemberi contekan saja, tanpa menerima. Atau, memberi contekan lebih banyak daripada contekan yang diterima. Tetap saja telah dihitung sebagai keburukan karena telah turut serta menolong dalam dosa dan pelanggaran. Apakah Anda rela hasil kerja Anda nantinya lebih buruk daripada orang yang Anda berikan contekan? Ya, mereka yang menerima contekan, hasil belajarnya lebih baik daripada Anda yang memberi contekan? Tentu menyakitkan.

Sobat, tentunya aksi percontekan tak hanya dalam ujian saja, bisa juga dalam mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan sendiri. Jadi, berhati-hatilah!

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang yang menyeru Tuhan-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi [18] : 28)

Perlu Diingat!

Intinya, bersikap jujurlah! Jika sulit menerapkan kejujuran, ingatlah Allah dan pahami agama secara mendalam. Renungkan bagaimana pandangan Allah jika Anda terus-terusan bekutat pada hal yang menodai kejujuran dan ajaran yang telah ditetapkan-Nya. Bayangkan bagaimana balasan yang akan diterima atas perbuatan yang mengusung duniawi semata itu. Mendapatkan nilai yang rendah memang mengecewakan, tapi itu akan lebih baik jika hasil sendiri. Kita bisa mengetahui di mana letak kekurangan, kelemahan, dan kesalahan kita. Dan dari sanalah kita bisa belajar, melakukan perbaikan, dan menggebrak perubahan besar.

Bukankah kita sudah jera melihat koruptor yang kerap diberitakan di surat kabar dan televisi? Jadi, jangan biarkan benih-benih koruptor masa depan bertaburan di negeri ini, apalagi jika benih itu tumbuh bersemi dalam diri sendiri. Na’udzubillah

Karena sesungguhnya, pemimpin yang dibutuhkan adalah yang jujur, sebab yang pandai saja tapi tidak jujur hanya akan membuat kemajuan bangsa kendur dan makin lama makin mundur, atau malah hancur.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan jangalah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beiman.dan beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ma’idah [5] : 8-9)

Oleh: Resi Khastari, Mahasiswi Jurusan Psikologi Universitas Andalas.

Tinggalkan Balasan